Photo by Alex Green: https://www.pexels.com/photo/woman-in-desperate-and-anxiety-sitting-alone-5699860/
Gaya Hidup

Penelitian Mengungkap Penyebab Utama Kesepian

  • Kesepian dilaporkan terus meningkat terutama sejak pandemi virus corona COVID-19.

Gaya Hidup

Rumpi Rahayu

JAKARTA - Kesepian dilaporkan terus meningkat terutama sejak pandemi virus corona COVID-19.

Sebuah penelitian yang diterbitkan pada British Journal of Clinical Psychology pada akhir tahun 2022 dilakukan untuk mempelajari isolasi diri dan kesepian secara lebih lanjut.

Penelitian dilakukan kepada 875 peserta (217 dengan diagnosis kesehatan mental saat ini atau sebelumnya dan 658 tanpa diagnosis kesehatan mental). 425 peserta berjenis kelamin laki-laki dengan usia rata-rata 45 tahun dan 530 peserta memiliki gelar sarjana atau pascasarjana.

Dalam penelitian tersebut, peserta diminta untuk menyelesaikan survei yang berisi pertanyaan mengenai:

1. Daftar grup: Mengidentifikasi grup tempat mereka berada

2. Keanggotaan kelompok ganda: Menilai kekuatan keterhubungan dengan kelompok

3. Dukungan sosial yang diberikan dan diterima: Item sampelnya adalah, "Orang-orang yang penting bagi saya membuat saya merasa dicintai dan diperhatikan".

4. Pengaturan emosi orang lain dan diri sendiri: Digunakan untuk menilai pengaruh ekstrinsik juga intrinsik yang meningkat dan memburuk. Contohnya, "Saya menghabiskan waktu dengan seseorang", "Saya memberitahu seseorang tentang kekurangan mereka, "Saya memikirkan aspek positif dari situasi saya", "Saya memikirkan kekurangan saya".

5. Skala kesepian UCLA 8 item

Hasil penelitian 

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesepian lebih tinggi dirasakan pada orang yang memiliki riwayat penyakit mental. Orang-orang ini dilaporkan menggunakan lebih banyak pengaruh internal seperti perenungan yang membuat mereka semakin merasa kesepian.

Hal ini tidak mengherankan karena memang pengaruh strategi pengaturan emosi atau lebih dikenal dengan regulasi emosi yang buruk telah dikaitkan dengan berbagai penyakit mental termasuk kecemasan, depresi, gangguan stres pasca trauma (PTSD), gangguan kepribadian, serta penyalahgunaan dan kecanduan zat.

Temuan kunci lainnya menunjukkan bahwa kesepian berkorelasi dengan kurangnya dukungan sosial. Aspek konteks sosial ini terkait dengan perasaan memiliki, rasa berarti, dan dukungan sosial.

Penting untuk diingat bahwa siapa kita ditentukan tidak hanya oleh karakteristik unik kita sendiri tetapi juga oleh kelompok yang kita kenal seperti keluarga, gereja, klub olahraga, asosiasi alumni, kelompok pekerjaan, atau bahkan kelompok politik tempat kita berada.

Meskipun kesepiian bukanlah penyakit fisik atau mental, kesepian dikaitkan dengan hasil kesehatan yang negatif. Perasaan kesepian yang tidak dikelola dengan baik dikaitkan dengan hasil kesehatan mental dan fisik yang negatif, termasuk penurunan kesejahteraan dan resiko kematian dini yang lebih tinggi.