<p>Patahan San Andreas</p>

Penelitian Terbaru: Batuan Super Panas Berada di Balik Gempa di Garis Sesar San Andreas

  • CALIFORNIA – Batuan super panas jauh di dalam bumi mendorong aktivitas seismik di Patahan San Andreas, salah satu lempeng tektonik paling aktif di dunia. Ilmuwan dari University of Southern California (USC) telah mempelajari bagian Parkfield dari patahan antara Los Angeles dan San Francisco itu. Daerah tersebut mengalami getaran ringan setiap beberapa bulan, sementara gempa bumi […]

Amirudin Zuhri

Amirudin Zuhri

Author

CALIFORNIA – Batuan super panas jauh di dalam bumi mendorong aktivitas seismik di Patahan San Andreas, salah satu lempeng tektonik paling aktif di dunia.

Ilmuwan dari University of Southern California (USC) telah mempelajari bagian Parkfield dari patahan antara Los Angeles dan San Francisco itu.

Daerah tersebut mengalami getaran ringan setiap beberapa bulan, sementara gempa bumi berkekuatan enam skala richter telah mengguncang daerah tersebut dengan interval yang cukup teratur, dengan yang terakhir terjadi pada tahun 2004.

Para peneliti menemukan pendekatan baru terhadap mekanisme getaran, dengan melihat masalah dari bawah ke atas, bukan dari atas ke bawah.  

Mereka fokus pada bebatuan yang berada jauh di bawah permukaan bumi. Mereka mensimulasikan aktivitas sesar menggunakan model matematika, eksperimen laboratorium dengan batuan, dan data yang dikumpulkan dari bagian Parkfield.

Pengujian menunjukkan bahwa setelah gempa besar terjadi, untuk sesaat lempeng tektonik di patahan tetap harmonis. Akan tetapi sebenarnya ini adalah ketenangan sebelum badai. Gerakan melintasi bongkahan granit dan kuarsa menghasilkan panas, yang akhirnya mencapai 343 derajat Celcius.

Temperatur yang ekstrem membuat batuan meleleh dan menghasilkan lebih banyak gesekan dan lebih banyak panas, yang pada gilirannya menghasilkan pergerakan lebih cepat yang memicu gempa bumi.

“Sama seperti menggosok tangan kita bersama-sama dalam cuaca dingin untuk memanaskannya. Gerakan patahan dapat disebabkan oleh perubahan suhu yang besar. Ini dapat menciptakan umpan balik positif yang membuat mereka meluncur lebih cepat, akhirnya menghasilkan gempa bumi, ” kata Sylvian Barbot, asisten profesor ilmu Bumi di USC Dornsife College of Letters, Arts and Sciences sebagaimana dikutip Sputnik 5 September 2020.

Para peneliti mengatakan temuan ini sangat penting karena memungkinkan para ilmuwan untuk memahami bagaimana dan kapan gempa bumi bisa terjadi.

“Sulit untuk membuat prediksi. Jadi alih-alih memprediksi gempa bumi, kami mencoba menjelaskan semua jenis gerakan yang terlihat di tanah,” kata Profesor Barbot