Penelitian Terbaru: Ternyata Orang yang Berselingkuh dalam Pernikahan Cenderung Tak Menyesalinya
- Hasilnya menunjukkan bahwa perselingkuhan belum tentu merupakan hasil dari masalah yang lebih dalam dalam hubungan
Gaya Hidup
JAKARTA - Penelitian terbaru tentang psikologi perselingkuhan menemukan bahwa orang yang berselingkuh ketika telah menikah, cenderung merasakan kepuasan dan sedikit penyesalan. Mereka juga percaya bahwa perselingkuhan tidak merusak pernikahan mereka yang sehat.
Seperti dilansir oleh TrenAsia dari laman website resmi Science Daily pada Minggu, 28 Mei 2023, temuan terbaru pada pengalaman psikologis pelaku perselingkuhan dalam pernikahan menunjukkan gambaran perselingkuhan yang lebih rumit dan bertolak belakang dari apa yang selama ini kita percayai.
Penelitian ini dimuat dalam jurnal Archives of Sexual Behavior. Penelitian dilakukan terhadap orang-orang yang menggunakan Ashley Madison, sebuah situs web untuk memfasilitasi perselingkuhan.
- Realisasi Penerimaan Pajak Tembus Rp688,15 Triliun per April 2023
- Beban Pokok Bengkak, Laba Bersih Medco Energi (MEDC) Turun 8,8 Persen
- Komitmen Bangun Bisnis Berkelanjutan, Bank Mandiri (BMRI) Incar Rp5 Triliun dari Penerbitan Green Bond
"Di media populer, acara televisi, film, dan buku, orang yang berselingkuh memiliki rasa bersalah moral yang kuat dan kami tidak melihat itu dalam sampel peserta ini," kata penulis utama Dylan Selterman, seorang profesor pengajar di Departemen Universitas Johns Hopkins. of Psychological & Brain Sciences.
"Peringkat untuk kepuasan perselingkuhan tinggi (kepuasan seksual dan kepuasan emosional). Dan perasaan menyesal rendah. Temuan ini melukiskan gambaran perselingkuhan yang lebih rumit dibandingkan dengan apa yang kami pikir kami ketahui." lanjutnya.
Para peserta diberi pertanyaan tentang keadaan pernikahan mereka, tentang alasan mengapa mereka ingin berselingkuh, dan tentang kesejahteraan umum mereka. Responden yang umumnya berusia setengah baya dan berjenis kelamin laki-laki, melaporkan tingkat cinta yang tinggi untuk pasangannya, namun tingkat kepuasan seksualnya rendah.
Peserta melaporkan tingkat cinta yang tinggi untuk pasangan mereka, namun sekitar setengah dari peserta mengatakan bahwa mereka tidak aktif secara seksual dengan pasangannya. Ketidakpuasan seksual adalah motivasi yang paling banyak dikutip untuk berselingkuh, dengan motivasi lain termasuk keinginan untuk mandiri dan variasi seksual.
Masalah mendasar dalam hubungan, seperti kurangnya cinta atau kemarahan terhadap pasangan adalah beberapa alasan yang paling sedikit disebutkan untuk ingin berselingkuh.
Memiliki pernikahan yang harmonis tidak membuat orang yang berselingkuh cenderung menyesali perselingkuhannya, demikian temuan survei tersebut. Peserta umumnya melaporkan bahwa perselingkuhan mereka sangat memuaskan baik secara seksual maupun emosional, dan mereka tidak menyesal telah melakukannya.
Hasilnya menunjukkan bahwa perselingkuhan belum tentu merupakan hasil dari masalah yang lebih dalam dalam hubungan, kata Selterman. Para partisipan mencari perselingkuhan karena mereka menginginkan pengalaman seksual yang baru dan menggairahkan, atau kadang-kadang karena mereka tidak merasakan komitmen yang kuat terhadap pasangan mereka, bukan karena kebutuhan akan pemenuhan emosional, menurut laporan tersebut.
"Orang-orang memiliki beragam motivasi untuk berselingkuh," kata Selterman. "Terkadang mereka akan berselingkuh meski hubungan mereka cukup baik. Kami tidak melihat bukti kuat di sini bahwa perselingkuhan orang dikaitkan dengan kualitas hubungan yang lebih rendah atau kepuasan hidup yang lebih rendah."