Penerapan Asuransi Wajib (Bagian 3): Mengenal Skema Konsorsium untuk Pembayaran Klaim
- Konsorsium ini merupakan kumpulan dari beberapa pengusaha yang bekerja sama dalam menjalankan suatu usaha.
IKNB
JAKARTA - PT Asuransi Sinar Mas (ASM) memiliki harapan agar program asuransi wajib kendaraan bermotor untuk third party liabilities (TPL) di Indonesia dapat diimplementasikan oleh beberapa konsorsium perusahaan.
Konsorsium ini merupakan kumpulan dari beberapa pengusaha yang bekerja sama dalam menjalankan suatu usaha.
Direktur Corporate Secretary PT Asuransi Sinar Mas, Dumasi M. M. Samosir, menyampaikan bahwa program asuransi wajib kendaraan bermotor dapat dikelola tidak hanya oleh perusahaan pelat merah tetapi juga oleh perusahaan swasta.
- Smelter Diminta Impor Biji Nikel, Cegah Oversupply?
- Gandeng Bank Mandiri, Garuda Indonesia (GIAA) Gelar Promo Diskon Tiket 80 Persen
- Naik 15 Persen dalam Sebulan, Saham UNTR Dinilai Masih Terlalu Murah
Dumasi menyebutkan, kika produk ini terealisasi, pengelolaannya sebaiknya dilakukan oleh beberapa konsorsium, tidak hanya satu, melainkan dua, tiga, atau empat.
“Tujuannya adalah agar terjadi persaingan dalam pelayanan. Konsorsiumnya harus memastikan data tersebut tersimpan secara host-to-host," ujar Dumasi dalam media gathering di Jakarta, Selasa, 23 Juli 2024.
Dumasi menambahkan bahwa harapannya program asuransi wajib ini nantinya tidak mengharuskan korban untuk mengajukan klaim kembali.
Klaim seharusnya dapat otomatis dikirimkan untuk membantu menangani risiko yang terjadi. Dumasi menyebutkan bahwa kalau pemilik polis harus mengajukan klaim lagi ke perusahaan asuransi, itu akan merepotkan. Maka dari itu, sebaiknya proses klaim ini dibuat dengan sistem yang seamless.
Lebih lanjut, Dumasi menjelaskan bahwa klaim asuransi TPL nantinya juga harus bekerja sama dengan bengkel untuk mencakup perbaikan pada kendaraan korban.
Ia menekankan bahwa program asuransi wajib ini sepatutnya terdiri dari beberapa konsorsium agar tercipta persaingan yang sehat. Industri asuransi sendiri telah terbiasa menjalankan bisnis secara konsorsium.
Perusahaan yang tergabung dalam konsorsium diharapkan adalah perusahaan yang sehat, dengan tingkat risk based capital (RBC) yang melebihi ambang batas regulator, yaitu 120%.
Aturan kesehatan perusahaan tersebut perlu dirumuskan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI).
Selain kecukupan modal, anggota konsorsium asuransi wajib kendaraan bermotor juga sebaiknya memiliki teknologi yang memungkinkan pembayaran klaim berlangsung dengan baik.
Dumasi menjelaskan bahwa konsorsium terdiri dari satu pemimpin atau leader dan beberapa anggota di bawahnya. Perusahaan pemimpin bertanggung jawab melakukan uji tuntas atau due diligence terhadap anggotanya.
"Leader inilah yang nantinya akan membayar pertama kali. Dia harus memastikan dana untuk membayar klaim tersedia," jelasnya.
Dumasi menambahkan, jika ada klaim, maka dana bisa diambil dari rekening penampungan konsorsium. Dumasi menekankan bahwa meskipun program ini bersifat nirlaba, harapannya adalah tidak membebani perusahaan asuransi. Program ini bukan untuk mengeruk keuntungan, tetapi untuk mengedukasi masyarakat.
"Aktuaris akan menghitung agar program ini tidak merugikan industri asuransi, tetapi juga bukan jalan untuk mengambil profit yang sangat tinggi. Ini adalah bagian dari usaha kami untuk mendidik masyarakat," tutupnya.
Asuransi Wajib Solusi untuk Orang yang Tidak Mampu
Dumasi mengatakan bahwa asuransi TPL merupakan produk yang sangat penting dalam memproteksi pengguna kendaraan bermotor yang terpapar oleh risiko kecelakaan saat sedang dalam perjalanan.
Ia menyebutkan bahwa penerapan asuransi wajib yang akan diimplementasikan pada tahun 2025 ini merupakan suatu langkah yang positif karena dapat membantu memproteksi masyarakat, khususnya yang tergolong tidak mampu.
- Rumah Putin Dijaga 7 Sistem Pertahanan Udara Pantsir
- Saham ADRO Nyaris Melesat 10 Persen dalam Sebulan, Berapa Targetnya?
- Rincian Produksi dan Penjualan Komoditas Antam (ANTM) Sepanjang Semester I-2024
Akan tetapi, penerapan asuransi wajib ini memperoleh penolakan dari sejumlah golongan, termasuk buruh. Untuk kewajiban iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) saja masyarakat sudah banyak yang menolak, dan ditambah lagi dengan adanya beban asuransi wajib yang harus ditanggung oleh pemilik kendaraan bermotor.
“Sebenarnya, kita harus bisa menjelaskan kepada masyarakat luas, ini tugasnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tentunya, ya, dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) memberi literasi kepada seluruh masyarakat bahwa sebenarnya ini untuk kepentingan siapa? Kepentingan untuk orang yang tidak mampu,” ujar Dumasi.
Dumasi pun memberikan contoh, ketika misalnya terjadi peristiwa supir mobil menabrak pengendara sepeda motor, dan mereka berdua adalah pihak yang kurang mampu karena supir tersebut bukan pemilik dari mobil yang ia kendarai.
“Bayangkan sepeda motornya rusak, sama-sama tidak mampu, dan sepeda motornya itu masih berstatus cicilan, tapi tidak bisa di-cover karena tidak ada asuransi. Maka dari itu, coverage dari asuransi TPL ini sangat bagus dan bisa menolong orang yang membutuhkan,” tutur Dumasi.
Tulisan sebelumnya
- Penerapan Asuransi Wajib (Bagian 1): Langkah Industri untuk Mencari Premi?
- Penerapan Asuransi Wajib (Bagian 2): Pentingnya Persyaratan Modal Minimum bagi Pelaku Industri