Ilustrasi tambang batubara.
Korporasi

Penerapan Ekonomi Berkelanjutan di Sektor Batu Bara, Pengamat Energi: Pemerintah Harus Genjot Regulasi dari Aspek Hukum

  • Istilah Environmental (lingkungan), Social (sosial), Governance (tata kelola) alias ESG tengah hangat diperbincangkan di berbagai penjuru dunia. Istilah tersebut semakin mencuat ditengah pandemi COVID-19 ditambah dengan pemanasan global yang terjadi di seluruh dunia.
Korporasi
Nadia Amila

Nadia Amila

Author

JAKARTA - Istilah Environmental (lingkungan), Social (sosial), Governance (tata kelola) alias ESG tengah hangat diperbincangkan di berbagai penjuru dunia. Istilah tersebut semakin mencuat ditengah pandemi COVID-19 ditambah dengan pemanasan global yang terjadi di seluruh dunia.

ESG merupakan salah satu standar yang sering digunakan sebagai parameter pelaksanaan pembangunan atau bisnis. Di mana konsep ESG mengedepankan kegiatan investasi atau bisnis yang berkelanjutan dengan penerapan tiga faktor utama yakni lingkungan, sosial dan tata kelola.

Dalam artian, setiap perusahaan hendaknya dapat menerapkan secara penuh prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, tanggung jawab sosial ataupun tata kelola yang baik dalam hal pengambilan keputusan, yang tujuannya mendukung ekonomi berkelanjutan.

Kondisi ESG di Indonesia

Mengutip dari laman resmi Kementerian Keuangan (Kemenkeu), Indonesia menempati urutan ke-36 dari 47 pasar modal di dunia dalam hal penerapan standar ESG. Di mana penerapan tersebut berada di urutan paling bawah dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya seperti Filipina yang berada di urutan ke-30 dan Malaysia di posisi ke-20. 

Padahal, penerapan ESG akan membawa dampak positif terhadap kinerja perusahaan. Di mana hal ini akan membawa dampak terhadap citra perusahaan sehingga para investor yang tengah gencar mencari perusahan dengan penerapan ESG yang baik akan tertarik sebelum melakukan penanaman modal.

Selain akan membuat citra perusahaan menjadi lebih baik, ESG juga mampu mengurangi kenaikan biaya secara operasional seperti, pengurangan bahan baku, air dan karbon yang dapat mempengaruhi laba perusahaan.

Namun, dalam penerapanya sebuah perusahaan harus dilakukan secara bersamaan dari ketiga konsep, agar dalam perjalanannya dapat berjalan secara stabil.

ESG dalam sektor Batubara

Melihat dari beberapa faktor yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan tersebut, hal ini membuat perusahaan dalam sektor batubara ikut menggenjot penerapan ESG demi mendukung ekonomi berkelanjutan.

Menanggapi hal ini, Pengamat energi yang juga sebagai Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, penerapan ESG di sektor batubara masih kurang jelas dan belum optimal dijalankan, baik oleh perusahaan batubara maupun regulasi oleh pemerintah.

Menurutnya, tanpa harus ada regulasi yang tegas dari pemerintah, para pengusaha batubara harusnya sudah menerapkan ESG. Ia menganggap, perusahaan batubara menyebabkan berbagai kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh kegiatan tambang yang dilakukan perusahaan.

"Implementasi di Indonesia masih kurang di dalam sektor batu bara, Karena lihat saja itu kerusakan lingkungan yang terjadi oleh tambang- tambang batubara. Setiap musim hujan, di daerah yang ada tambang batubara itu bisa banjir," kata Marwan kepada TrenAsia pada Selasa, 23 Agustus 2022.

Ia juga mengungkapkan, penerapan ESG di sektor batubara tersebut harus dimulai dari Pemerintah dengan penerapan regulasi yang tegas. Di mana dalam regulasi tersebut terdapat asepek hukum yang dapat memperjelas konsekuensi apa yang didapatkan para perusahaan batubara nakal yang meninggalkan lubang-lubang tambang tanpa direklamasi.

Nantinya, kalau regunasi tersebut telah diterapkan dengan baik, para pengusaha nakal tersebut akan berkurang dan kerusakan lingkungan akibat bekas tambang tersebut bisa diminimalisir.

Regulasi tersebut nantinya akan berhubungan dengan berbagai pemangku kepentingan seperti Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk mengurus RKAB atau Rencana Kerja dan Anggaran Biaya, yang merupakan dokumen wajib yang diajukan perusahaan tambang kepada ESDM. 

"Kedepannya mungkin saja Pemerintah melalui ESDM menerapkan beberapa persyaratan saat penyerahan RKAB, untuk meminimalisir kecurangan-kecurangan pada pengusaha batubara," paparnya.

Marwan menjelaskan, kalau penerapan ESG dalam sektor batubara telah berjalan dengan optimal, selain dapat menguntungkan bagi perusahaan, ESG nantinya akan berdampak terhadap perekonomian serta kesehatan masyarakat sekitar.

Implementasi ESG pada perusahaan batu bara

Dalam penerapan ESG di Indonesia, ada beberapa perusahaan yang Marwan anggap telah menerapkannya dengan baik, yakni PT Bukit Asam tbk (PTBA) dan PT Bumi Resources Tbk (BUMI). Ia menilai kedua perusahaan tersebut telah mengimplementasikan konsep ESG cukup baik. 

Di mana kedua perusahaan tersebut dinilai cukup baik dalam mengikuti regulasi dari pemerintah dan ikut memberdayakan masyarakat serta mengikuti prinsip good corporate government.

Melansir dari laporan keberlanjutan perusahaan PTBA tahun 2021. Dari aspek lingkungan PTBA telah mengeluarkan biaya lingkungan senilai Rp124,96 miliar, terhitung naik dibandingkan dengan tahun 2020 senilai Rp109,77 miliar.

Dari aspek sosial, dana sumbangan PTBA terus meningkat setiap tahunnya. Pada 2020 dana sumbangan PTBA hanya senilai Rp205,16 miliar, sedangkan pada 2021 dana tersebut naik menjadi Rp231,93 miliar. 

Sedangkan, PT Bumi Resources Tbk (BUMI) yang dilansir dari laporan berkelanjutan perusahaan tahun 2021. Penerapan ESG di aspek sosial BUMI telah menyimbangkan pembayaran untuk program sosial kemasyarakatan senilai Rp10,79 miliar pada 2021. Hal tersebut meningkat jika dibandingkan dengan tahun lalu hanya senilai Rp6,38 miliar.

BUMI juga mencatat pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) lewat anak perusahaanya yakni PT Kaltim Prima Coal, yang hanya menghasilkan GRK sebanyak 1,680 juta ton C02 pada 2021, menurun jika dibandingkan dengan 2020 sebanyak 1,909 juta ton CO2.