Penerapan ESG di Industri Makanan Minuman Dinilai Masih Sebatas Sukarela
- Penerapan environmental, social, and governance (ESG) dalam bisnis semakin santer terdengar, tak terkecuali di industri food and beverange (F&B) atau industri makanan dan minuman.
Nasional
JAKARTA - Penerapan environmental, social, and governance (ESG) dalam bisnis semakin santer terdengar, tak terkecuali di industri food and beverange (F&B) atau industri makanan dan minuman.
Sebuah pengelolaan bisnis yang bertanggung jawab sejalan dengan prinsip-prinsip ESG, diyakini akan tumbuh positif bukan hanya pada kinerja perusahaan, namun juga masyarakat dan lingkungan dimana perusahaan tersebut beroperasi.
Manager relationship Center for Indonesian Policy Studies (CIPS Indonesia) Vera Ismainy mengatakan, penerapan ESG di industri F&B masih dalam tahap sukarela dan belum wajib atau bisa dibilang hanya menyasar perusahaan besar saja.
- Margin Kontribusi GOTO Terus Naik Berkat Efisiensi Bisnis
- Lelang Aset Tanah dan Bangunan, BRI Digugat Nasabah Rp7 Miliar
- Harga Minyak Mentah Dunia Naik, Pertamina Malah Sukses Pangkas Beban Rp6 Triliun
"Implementasinya masih bersifat sukarela belum wajib, karena prinsip energi hijau di F&B sektor, masih diterapkan perusahaan besar seperti Mayora,Indofood atau Nestle dengan pengurangan air serta komposisi plastik kemasan," kata Vera kepada TrenAsia pada Selasa 30 Agustus 2022.
Namun jika harus menilai nampaknya, penerapan ESG di sektor ini masih sulit karena industri makanan minuman memiliki tingkatan bisnis yang kompleks, unitnya kebanyakan skala kecil dan mikro.
Unit skala kecil dan mikro ini dirasa CIPS Indonesia, belum memiliki kemampuan untuk mengadopsi prinsip hijau karena terbentur modal usaha yang tidak mereka miliki untuk penerapan ESG.
Hal yang paling menjadi ganjalan penerapan ESG di industri ini ada pada kemasan dan produksi.
Dapatkah ESG menopang sumber pendapatan masa depan?
Vera mengatakan penerapan ESG memang akan berpengaruh ke sumber pendapatan di masa mendatang tak terkecuali di sektor makanan dan minuman ini. Menurutnya industri saat ini masuk ke dalam open threat dimana semua negara akan saling terkait satu sama lain.
Keterkaitan ini pasti mempengaruhi rantai pasok bahan baku, produksi, investasi hingga ekspor impor suatu perusahan termasuk F&B. Maka dari itu perlu fleksibilitas dari perusahaan itu sendiri untuk menyikapi open threat ini.
Semakin banyak keterhubungan negara-negara di dunia, akan memperluas mangsa pasar dan penerapan ESG ini akan semakin relevan kedepannya. Perusahaan F&B yang tidak menerapkan ESG akan terus berbenah untuk menyesuaikan standarisasi dari pihak lainnya agar setara atau bahkan lebih unggul dari kompetitor.
Hal ini akan menambah pundi-pundi keuntungan di masa depan dengan memperbaiki tata kelola dan ESG. Dalam jangka panjang, Vera menilai adopsi prinsip ESG ini akan dapat tumbuh dan menyokong pemulihan ekonomi kedepannya.