Penerbitan Obligasi Semester-I 2023 Anjlok 36,77 Persen
- Jumlah penerbitan obligasi merosot sekitar 36,77% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi hanya Rp45,99 triliun pada semester I-2023 dari Rp72,73 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Obligasi
JAKARTA – Jumlah penerbitan obligasi merosot sekitar 36,77% secara tahunan (year-on-year/yoy) menjadi hanya Rp45,99 triliun pada semester I-2023 dari Rp72,73 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
Kepala Divisi Pemeringkatan Korporasi Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Niken Indriasih menjelaskan bahwa terdapat beberapa faktor yang menyebabkan penurunan penerbitan surat utang secara nasional pada paruh pertama tahun ini.
Menurutnya risiko ketidakpastian global masih tinggi akibat ketegangan politik antara Rusia-Ukraina dan Amerika Serikat-China. Selain itu, inflasi yang masih tinggi di beberapa negara dan wilayah juga menyebabkan bank sentral meningkatkan suku bunga pada tahun 2023.
“Sedangkan di dalam negeri kebutuhan untuk refinancing obligasi pada tahun 2023 tidak sebesar tahun lalu. Penurunan harga komoditas juga membuat kebutuhan modal kerja tidak sebesar tahun sebelumnya,” ujarnya dalam konferensi pers yang digelar Selasa, 18 Juli 2023.
- Dicap Kontroversial, Twitter Malah Beri Bayaran Andrew Tate
- Lion Air Luncurkan Penerbangan Umrah Langsung dari Semarang dan Solo
- Guardian Of The Galaxy Vol.3 Rilis Di Disney Plus, Simak Tanggalnya
Lebih lanjut, Niken melihat bahwa tahun 2023 merupakan fase penurunan penerbitan surat utang dalam siklus lima tahun. Fase puncak terjadi pada tahun 2022. “Selain itu, pelaku pasar juga mengambil sikap wait and see, terutama karena Indonesia mendekati tahun pemilu 2024,” tuturnya.
Niken menyebut program kerja yang akan dijalankan oleh presiden dan wakil presiden terpilih juga akan berpengaruh terhadap keputusan investasi perusahaan."Pasar masih menunggu kepastian pemilu tanpa petahana. Pasar akan melihat program-program yang akan dijalankan oleh calon presiden dan calon wakil presiden," tambah dia.
Chief Economist Pefindo Suhindarto menambahkan bahwa suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) yang relatif tinggi, mencapai 5,75% pada enam bulan pertama tahun ini, membuat perusahaan enggan menerbitkan surat utang.
- Xi Jinping Ingin China dan Rusia Pimpin Reformasi Tata Kelola Global
- 2021-2022, Pemodal Asal Taiwan Terus Pangkas Saham Mayapada Seiring Kinerja yang Menurun
- Harga Saham Mayapada (MAYA) Terus Tergerus Seiring dengan Kinerja Keuangan yang Menurun
“Biaya penerbitan surat utang menjadi lebih mahal dibandingkan dengan semester pertama 2022, di mana suku bunga acuan hanya 3,5 persen,” paparnya.
Selain itu, Suhindarto menjelaskan bahwa likuiditas perbankan masih mencukupi sehingga belum ada kebutuhan pendanaan baru, meskipun sektor perbankan memiliki jumlah surat utang yang jatuh tempo paling banyak tahun ini.
“Dari total penerbitan surat utang nasional pada semester pertama tahun 2023, sektor perbankan hanya menyumbang Rp600 miliar atau 1 persen dari keseluruhan,” pungkasnya.