Nasional

Penerimaan Bea Cukai Sudah Lampaui Target APBN, DJBC Ungkap Strateginya

  • Penerimaan bea cukai melampaui target APBN 2021 merupakan bagian dari optimalisasi potensi-potensi penerimaan bea cukai di tengah pandemi baik secara internal maupun eksternal.
Nasional
Daniel Deha

Daniel Deha

Author

JAKARTA -- Penerimaan negara dari sektor bea cukai hingga November 2021 melampaui target Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerimaan bea cukai per November 2021 mencapai Rp232,25 triliun atau 108,05% dari target APBN sebesar Rp215 triliun.

Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga Direktorat Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Syarif Hidayat mengatakan pencapaian yang diperoleh DJBC ini merupakan bagian dari optimalisasi potensi-potensi penerimaan bea cukai di tengah pandemi baik secara internal maupun eksternal.

"Upaya pengamanan penerimaan di tahun 2021 dilakukan mulai dari peningkatan pelayanan hingga penyederhanaan regulasi atau prosedur," katanya ketika dihubungi TrenAsia.com, Jumat, 24 Desember 2021.

Dia menambahkan, secara eksternal DJBC mengupayakan sinergi dengan berbagai pihak dalam mendorong penerimaan bea cukai. Salah satunya bekerja sama dengan aparat penegak hukum (APH) yang konsisten dilakukan.

Selain itu, DJBC juga melakukan penguatan Joint Program antara DJBC dengan Direktorat Jenderal Pajak dan Direktorat Jenderal Anggaran (DJP-DJBC-DJA). Upaya lain melalui pengawasan, dilakukan dengan memaksimalkan kemajuan teknologi dan informasi.

"Penyempurnaan sistem kepatuhan, dan pembangunan atau pengembangan sistem pengawasan cukai yang terintegrasi (excise connection) terus diupayakan," ungkap Syarif.

Tahun depan, kata dia, DJBC akan terus melakukan optimasi potensi penerimaan bea cukai dengan menyiapkan beberapa langkah strategis.

Pertama, melakukan perluasan basis pajak, peningkatan rasio pajak (tax ration) melalui perbaikan tata kelola dan administrasi perpajakan. Kedua, peningkatan investasi dan daya saing nasional melalui pemberian berbagai insentif fiskal guna mempercepat pemulihan ekonomi pasca pandemi COVID-19, serta ketiga, memacu transformasi ekonomi.

"Dalam bidang cukai, Bea Cukai akan terus menekan peredaran barang kena cukai ilegal dengan melalui sinergi eksternal, seperti kerjasama dengan aparat penegak hukum dan pemerintah daerah," papar Syarif.

Dia menyampaikan DJBC juga masih akan terus meningkatkan penguatan Joint Program antara Bea Cukai, Direktorat Jenderal Pajak, dan Direktorat Jenderal Anggaran untuk meraih penerimaan bea cukai yang lebih maksimal.

Adapun target penerimaan bea cukai tahun depan dipatok sebesar Rp245 triliun, meningkat 13,95% dari tahun ini Rp215 triliun. Target penerimaan bea cukai tersebut kiranya bisa menopang penerimaan pajak yang dipatok sebesar Rp1.510 triliun, meningkat dari outlook APBN 2021 sebesar Rp1.229,6 triliun.

"Untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi, upaya pengawasan pun dilakukan dengan memaksimalkan kemajuan teknologi dan informasi, seperti pembangunan sistem pengawasan cukai yang terintegrasi (excise connection)," ungkap Syarif.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati sebelumnya menyampaikan penerimaan bea dan cukai hingga November 2021 yang cukup tinggi ditopang oleh ekspor tiga komoditas unggulan yaitu kelapa sawit, tembaga dan bauksit, yang membuat bea keluar (BK) terbang hingga 819,49% per November 2021.

"Bea keluar tumbuh karena volume ekspor dari komoditas tembaga, bauksit dan kelapa sawit," ujarnya dalam konferensi pers virtual APBN Kita pada Selasa, 21 Desember 2021.

Dia menjelaskan, secara tahunan, penerimaan bea cukai tumbuh 26,58%. Untuk penerimaan bea masuk (BM) tumbuh 18,25% sedangkan cukai tumbuh 10,84%. Penerimaan BM ditopang oleh kinerja impor yang masih meningkat, sementara cukai tumbuh karena efektivitas kebijakan cukai hasil tembakau (CHT).

Hingga November, penerimaan CHT telah mencapai Rp161,7 triliun atau sekitar 93,04% dari target penerimaan Rp173,78 triliun.

"Cukai hasil tembakau pertumbuhannya cukup stabil di sekitar 10 persen, dan merupakan satu kinerja untuk tetap menjaga agar produk hasil tembakau bisa dikendalikan di sisi konsumsinya namun di sisi lain aktivitasnya juga dikendalikan," terang Sri Mulyani.

Sementara itu, penerimaan BK untuk produk kelapa sawit sendiri tumbuh 360,36% year-to-date (ytd) karena bom harga Crude Palm Oil (CPO), sedangkan BK produk tembaga tumbuh 107,73% ytd. Demikian halnya dengan produk tambang lainnya yang terus tumbuh positif.

"Ini menjadi kontributor dari target penerimaan bea dan cukai," imbuh Bendahara Negara.

Dia menambahkan, pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal di sektor bea dan cukai terkait penanganan pandemi COVID-19 yang mana telah mencapai Rp8,16 triliun.

Secara rinci, insentif fiskal impor alat kesehatan (alkes) sebesar Rp1,78 triliun, insentif impor vaksin sebesar Rp6,38 triliun dan insentif dunia usaha sebesar Rp7,36 miliar.

Sri Mulyani berharap penerimaan bea dan cukai terus bertumbuh hingga akhir tahun ini yang ditopang oleh tren positif bea masuk, resiliensi performa cukai dan kinerja yang meyakinkan dari bea keluar untuk ekspor komoditas.

"Penerimaan bea masuk dan bea keluar ini menjadi kontributor utama di mana ada penguatan rupiah terhadap US dolar dan tarif efektif yang juga mengalami perlemahan serta bea keluar yang melonjak tinggi," ungkapnya.