Penerimaan Bea Cukai Turun pada Maret 2024, Ini Kata Sri Mulyani
- Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan kepabeanan dan cukai turun 4,5% psecara tahunan. Selama periode Januari sampai Maret 2024, pemerintah mengantongi Rp 69 triliun, atau sekitar 21,5% dari target (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) APBN 2024.
Makroekonomi
JAKARTA - Kementerian Keuangan melaporkan penerimaan kepabeanan dan cukai turun 4,5% psecara tahunan. Selama periode Januari sampai Maret 2024, pemerintah mengantongi Rp 69 triliun, atau sekitar 21,5% dari target (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) APBN 2024.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, penurunan ini dipicu beberapa faktor, seperti harga komoditas yang anjlok, perlambatan aktivitas impor, dan penurunan penerimaan cukai rokok.
Seperti diketahui, hasil penerimaan kepabeanan dan cukai RI ditopang oleh tiga komponen, yaitu bea masuk, bea keluar, dan cukai.
- Peningkatan Kapasitas Batu Bara Bahayakan Rencana Transisi Energi RI
- Nilai Kontrak Baru PT PP Tembus Rp4,9 Triliun pada Kuartal I 2024
- Kuartal I-2024, BFI Finance (BFIN) Salurkan Pembiayaan Baru Rp4,8 Triliun
Selain itu, penerimaan bea masuk sampai dengan Maret 2024 turun 3,8% disebabkan oleh impor komoditas bertarif 0% yang tumbuh dan penggunaan perjanjian perdagangan bebas (free trade agreement/FTA) semakin meningkat mengakibatkan rata-rata tarif efektif turun.
“Penerimaan bea masuk dari komoditas utama juga mengalami penurunan, seperti kendaraan roda empat dan suku cadang, gas alam dan buatan serta mesin pembangan dan konstruksi,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers di Jakarta, pada Jumat, 26 April 2024.
Dari bea keluar tercatat penerimaan sebesar Rp4,2 triliun atau sekitar 23,7% dari target APBN 2024. “Penerimaan bea keluar naik 37% dipengaruhi bea keluar tembaga yang tumbuh 530,9% karena relaksasi ekspor komoditas tembaga,” pungkasnya.
Penerimaan cukai hingga Maret 2024 mengalami penurunan sebesar 6,9% secara tahunan, yang disebabkan oleh cukai hasil tembakau turun sebesar 7,3%. “Terjadi penurunan produksi November hingga Desember 2023 sebesar 1,7% sejalan dengan kebijakan pengendalian konsumsi rokok,” ujarnya.
Cukai Minuman Alkohol
Meskipun demikian, cukai minuman mengandung etil alkohol naik sebesar 6,6%, sejalan dengan pertumbuhan barang kena cukai. Pemerintah telah resmi meningkatkan tarif cukai minuman beralkohol yang mengandung etil alkohol (MMEA) atau minuman beralkohol mulai 1 Januari 2024.
Kenaikan tersebut berlaku untuk semua golongan baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor. Aturannya tertulis dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 160 Tahun 2023 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol (EA), Minuman yang Mengandung Etil Alkohol (MMEA), dan Konsentrat yang Mengandung Etil Alkohol (KMEA).
Selain komponen penerimaan cukai, pada Maret 2024 ini penerimaan bea masuk juga mengalami penurunan. Menurutnya, penurunan ini dipengaruhi oleh kondisi global yang mengalami guncaangan imbas konflik antara Israel dan Iran.
“Bea cukai kita dalam hal ini juga tergambarkan dampaknya dari kondisi global. Bea masuk kita Rp11,8 triliun atau 20,6%. Bea masuk ini turun 3,8%. Kalau kita lihat tadi kontraksi impor lebih dalam,” kata dia.
- Realisasi Anggaran Pemilu Tembus Rp26 Triliun Hingga Awal April 2024
- Trans Power Marine (TPMA) Bagikan Dividen dan Siap Rights Issue, Nilainya Segini
- Sejak 2022, Pembangunan IKN Sudah Sedot APBN Rp72,1 Triliun
Kemudian untuk bea keluar yang mana berhubungan erat dengan ekspor RI, penerimaannya hingga akhir Maret 2024 mencapai Rp 4,2 triliun. Angka ini menunjukkan kenaikan 37% dari tahun sebelumnya, dan terealisasi sebesar 23,7% dari target 2024.
Sri Mulyani menjelaskan, bea keluar ini terutama dipengaruhi oleh komoditas tembaga dan sawit. Untuk BK tembaga sendiri tumbuh 530,9%, didorong oleh relaksasi ekspor untuk komoditas tembaga.
“Dan untuk produk sawit, kita mengalami penurunan karena tadi harga sawit (Crude Palm Oil/CPO) masih di bawah yaitu sebesar US$787 per metrik ton. Untuk volume sawit juga mengalami penurunan 13,7%,” paparnya.