Ilustrasi cukai rokok atau cukai hasil tembakau (CHT). Grafis: Deva Satria/TrenAsia
Makroekonomi

Penerimaan Cukai Rokok di Kudus Capai Rp25,7 Triliun

  • Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penerimaan cukai adalah program stimulus nonfiskal.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA -  Penerimaan cukai di Kudus pada triwulan ketiga tahun 2023 menunjukkan  mencapai target yang ditetapkan. Pada periode tersebut, penerimaan cukai mencapai Rp25,7 triliun, atau sekitar 64,6% dari target penerimaan yang sebesar Rp39,8 triliun.

Salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam penerimaan cukai adalah program stimulus nonfiskal. Program ini mencakup penundaan pembayaran cukai dan peningkatan permintaan pita cukai rokok di akhir tahun, yang mengakibatkan lonjakan pembayaran cukai pada periode tersebut.

Meskipun program ini memiliki manfaat ekonomi dan memberikan keringanan kepada pelaku usaha, fluktuasi dalam penerimaan cukai yang dihasilkan dapat membuat capaian penerimaan di triwulan ketiga tampak lebih rendah dari yang diharapkan.

Dikutip dari Antara Kamis, 12 Oktober 2023, Kepala Seksi Penyuluhan dan Layanan Informasi KPPBC Tipe Madya Cukai Kudus, Sandy Hendratmo menjelaskan  terdapat sejumlah faktor lain yang memengaruhi pencapaian target penerimaan cukai. Salah satunya adalah kendala dalam mencapai target penerimaan cukai rokok, yang merupakan bagian signifikan dari penerimaan cukai keseluruhan.

Salah satu kendala utama adalah berkurangnya konsumsi rokok di masyarakat. Berkurangnya konsumsi ini bisa dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti peningkatan kesadaran masyarakat akan dampak buruk merokok terhadap Kesehatan, langkah-langkah anti-merokok dan kampanye edukasi yang lebih intensif mungkin berkontribusi pada penurunan konsumsi ini.

Selain itu, terdapat peralihan konsumsi dari jenis sigaret kretek mesin (SKM) ke sigaret kretek tangan (SKT). Hal ini berdampak pada nilai cukai, karena pengenaan tarif cukai SKM lebih tinggi dibandingkan SKT. Peralihan ini mempengaruhi secara langsung penerimaan dari jenis rokok tertentu.

Selain peralihan ke SKT, terdapat peralihan konsumsi ke rokok elektrik. Tarif cukai untuk rokok elektrik umumnya lebih rendah daripada rokok tembakau konvensional. Ini menjadi faktor penting dalam menentukan penerimaan dari produk-produk tersebut.

Dengan langkah-langkah yang tepat dan sinergi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat, diharapkan pencapaian target penerimaan cukai di masa mendatang dapat lebih memuaskan. Hal ini akan mendukung pembangunan negara dan pengendalian konsumsi produk berisiko seperti rokok, sambil menjaga keberlanjutan penerimaan negara. Namun disisi lain peran pemerintah untuk menjaga Kesehatan warganya dengan menghindari merokok juga diperlukan. Pada akhirnya penerimaan cukai rokok menjadi pro-kontra untuk berbagai pihak.