Penetrasi Internet di Indonesia Tinggi, tapi Perilaku Digitalnya Rendah
JAKARTA – Penetrasi internet di dalam negeri mencapai 73,7% dari total penduduk atau setara dengan 196,7 juta jiwa. Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2020 ini menggambarkan, pengguna internet bertambah 25,5 juta atau 8,9% dari periode sebelumnya. Adapun kegiatan berselancar di internet yang paling sering dilakukan oleh masyarakat, yakni bermain […]
Flobamoraku
JAKARTA – Penetrasi internet di dalam negeri mencapai 73,7% dari total penduduk atau setara dengan 196,7 juta jiwa.
Survei yang dilakukan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada 2020 ini menggambarkan, pengguna internet bertambah 25,5 juta atau 8,9% dari periode sebelumnya.
Adapun kegiatan berselancar di internet yang paling sering dilakukan oleh masyarakat, yakni bermain media sosial dan berkomunikasi daring.
- Online Trends are Booming (Serial 1): Exploring the Drivers of Indonesia’s Digital Economy
- UGM Jadikan Wisma Kagama dan UC Hotel Sebagai Selter COVID-19
- Bangun Infrastruktur Baru, Google Perluas Layanan Cloud di India
Namun, sayangnya penggunaan teknologi ini tidak diimbangi dengan perilaku digital yang baik. Pasalnya, belum lama ini sebuah perusahaan teknologi global melaporkan tingkat digital civility atau keberadaban di ruang digital di Indonesia masih rendah.
Sebagai informasi, ukuran indeks digital civility dilihat berdasarkan persepsi warganet terhadap risiko, seperti ujaran kebencian, perudungan siber (cyberbullying), pelecehan daring, penyebaran data pribadi, dan ancaman lainnya
Dalam hal ini, posisi Indonesia ada di urutan ke-29 dari total 32 negara yang menjadi objek studi. Di Asia Pasifik pun, kedudukan ini berada di posisi yang rendah.
Menteri Komunikasi Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Johnny G. Plate menilai, peringkat ini lantaran dipengaruhi oleh perkembangan informasi hoaks dan ujaran kebencian yang makin marak dalam beberapa tahun terakhir.
“Secara garis besar, skor ini sedikit banyak dipengaruhi oleh tingkat penyebaran hoaks, disinformasi, ujaran kebencian, serta kejadian bullying dan pelecehan daring yang semakin marak,” ujarnya dalam keterangan tertulis, Jumat, 26 Februari 2021.
Ia pun telah membentuk Komite Etika Berinternet atau Net Ethics Committee (NEC) sebagai upaya menjaga ruang digital di Indonesia.
“Komite NEC dibentuk agar masyarakat dapat bersikap santun dan produktif di ruang maya. Selain itu, kami berharap bisa mendorong peningkatan literasi digital,” tambahnya.
Ia optimistis, kemampuan masyarakat dalam menggunakan instrumen digital dan merespon arus informasi dapat dikembangkan secara optimal.
Nantinya, anggota NEC ini akan diisi oleh berbagai kalangan yang berasal dari Kementerian Kominfo, pegiat literasi digital, akademisi, serta tokoh agama dan masyarakat. “Komite ini akan mendorong pelaksanaan panduan praktis terkait budaya serta etika berinternet,” tuturnya.