Ilustrasi KRL Jogja-Solo.
Transportasi dan Logistik

Pengamat: Belum Saatnya Subsidi Tarif KRL Berbasis NIK

  • Pengamat transportasi, Djoko Setidjowarno menilai skema subsidi ini tidak tepat diberlakukan di situasi saat ini mengingat jumlah gerbong KRL di Jabodetabek yang belum memadai.

Transportasi dan Logistik

Debrinata Rizky

JAKARTA - Pemerintah berencana mengubah subsidi KRL Jabodetabek dengan skema Nomor Induk Kependudukan (NIK). Rencana tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025.

Wacana tersebut pun menuai pro dan kontra. Masyarakat mempertanyakan realisasi skema subsidi berbasis NIK ini.

Menanggapi hal tersebut, pengamat transportasi, Djoko Setidjowarno menilai skema subsidi ini tidak tepat diberlakukan di situasi saat ini mengingat jumlah gerbong KRL di Jabodetabek yang belum memadai.

Menurutnya skema subsidi berbasis NIK bisa menjadi solusi penyaluran yang lebih berkeadilan. Pemerintah perlu membuat klasifikasi tarif berdasarkan pendapatan. Pengguna KRL dengan gaji di atas UMR tetap akan mendapatkan subsidi namun jumlahnya berbeda dengan masyarakat kelas bawah.

"Hal ini sudah lama digaungkan 2018 namun belum juga direalisasikan, bisa dilakukan (dengan NIK) hanya masalah database saja," katanya kepada TrenAsia.com pada Jumat, 30 Agustus 2024.

Namun Djoko mengatakan, skema subsidi dengan tarif murah dinilai belum tepat sasaran. Bahkan dia menyebut penikmat subsidi tarif 54% dinikmati masyarakat kelas menengah. Mereka dikategorikan dengan pekerja dengan gaji Rp5 juta atau di atas Upah Minimum Regional (UMR).

Djoko menjelaskan, ongkos murah naik KRL Jabodetabek, masih bisa dikategorikan jadi lebih mahal jika biaya perjalanan layanan transportasi dari tempat tinggal ke stasiun (first mile) dan layanan transportasi dari stasiun ke tempat tujuan (last mile).

Yang perlu diperhitungkan ada ongkos total per jalan dari rumah hingga ke tempat tujuan tidak lebih dari 10% penghasilan bulanan. Sekarang setiap stasiun KRL yang berada di Jakarta sudah terintegrasi dengan Bus Trans Jakarta dan Jak Lingko.

Namun layanan transportasi first mile belum banyak perubahan dan cenderung angkutan ke stasiun makin berkurang jumlahnya. Belum ada perbaikan yang berarti, baru ada Bus Trans Pakuan di Bogor dan Bus Tayo di Tangerang.

"Kita jangan fokus hanya pada tarif KRL Jabodetabek, namun bagaimana kita merancang ongkos transportasi warga bisa kurang dari 10 persen dari pendapatan bulanan. Perancis dan Singapura sudah bisa menekan hingga 3 persen, sedangkan China 7 persen," tandasnya