Direktur Eksplorasi dan Pengembangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Rachmat Hidajat - Direktur Operasi PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Eko Agung Bramantyo - Direktur Utama PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Ahmad Yuniarto - Direktur Keuangan PT Pertamina Geothermal Energy Tbk Nelwin Aldriansyah saat usai  menggelar paparan publik di Jakarta. PT Pertamina Geothermal Energy Tbk., salah satuperusahaan panas bumi terbesar di Indonesia dan global dalam hal kapasitas terpasang,
akan melaksanakan penawaran umum perdana saham. Foto : Panji Asmoro/TrenAsia
Korporasi

Pengamat Energi: Ekspansi Bisnis Pertamina Geothermal (PGEO) Masih Banyak Kendala 

  • Pengamat energi menilai rencana ekspansi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dilematis lantaran masih banyaknya kendala pengembangan yang bersifat sosial ekonomi.

Korporasi

Drean Muhyil Ihsan

JAKARTA - Pengamat energi menilai rencana ekspansi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) oleh PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dilematis lantaran masih banyaknya kendala pengembangan yang bersifat sosial ekonomi.

Pengamat energi dan pertambangan Kurtubi mengatakan kendala tersebut muncul dari berbagai dimensi. “Untuk itu harus banyak pendekatan yang komprehensif,” ujar Kurtubi yang merupakan doktor lulusan Colorado School of Mines, Institut Francaise du Petrole dikutip Senin, 6 Maret 2023.

Menurutnya, kendala tersebut menyebabkan project geothermal yang gagal, misalnya di Bali yang terhambat karena banyaknya penolakan warga setempat. “Di Bali, geothermal dianggap merusak lingkungan setempat. Dengan demikian, ada faktor sosiologis yang perlu diperhatikan oleh perseroan,” ujar Kurtubi yang pernah menjabat sebagai Anggota Komisi VII DPR periode 2014-2019.

Selain itu, menurutnya, saat ini mayoritas pasokan listrik di wilayah rencana pengembangan PLTP seperti Jawa-Madura-Bali dan Sumatra juga masih mengalami oversupply atau kelebihan pasokan.

Untuk itu, dibutuhkan rencana yang cerdas terkait ekspansi PLTP yang akan dilakukan PGEO. Pasalnya tak hanya kelebihan pasokan saja yang menjadi isu, tapi juga lokasi WKP (Wilayah Kerja Panas Bumi) yang jauh dari calon pelanggan industri dan rumah tangga serta membutuhkan extra cost untuk membangun infrastruktur distribusi atau transmisi listrik.

“Hari ini memang jadi dilematis, perusahan Pertamina Geothermal Energy (PGE) ingin kembangkan kapasitasnya,” kata Kurtubi.

Terkait dengan itu semua, Kurtubi juga mengaku tidak setuju jika PGE diswastanisasi karena kepentingan harus sepenuhnya dimiliki atau dikuasai oleh negara. “Langkah menjual PGE itu melanggar konstitusi, jelas karena PGE tugas negara sudah diberikan. Itu semacam mandat. Harusnya Pertamina all out.”

Kurtubi mengatakan penjualan saham PGEO itu tidak selaras dengan Pasal 33 UUD 1945 yang mengharuskan cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Ditegaskan juga dalam ayat 3, yang berbunyi bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Kurtubi menegaskan, bisnis PGEO masih banyak kendala. Pun dalam prospektus PGEO menyebutkan dividen investor dapat terdampak karena dividen dibayarkan tergantung oleh pendapatan, kondisi keuangan, arus kas, kebutuhan modal, dan belanja modal PGEO.