logo
<p>Kawasan Silicon Valley Nongsa D-Town di Batam milik Grup Sinarmas / nongsa-dtown.com</p>
Industri

Pengamat: Silicon Valley ala Indonesia Dibutuhkan, Tapi Penuhi Dulu Syarat-Syaratnya

  • Direktur Program Institute for Development of Economics and Finane (Indef) Esther Sriastuti mengatakan Silicon Valley ala Indonesia memang dibutuhkan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi negara.

Industri

Reza Pahlevi

JAKARTA – Direktur Program Institute for Development of Economics and Finane (Indef) Esther Sriastuti mengatakan Silicon Valley ala Indonesia memang dibutuhkan untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi negara.

“Adanya Bukit Algoritma atau Silicon Valley yang ada di Sukabumi nanti, kalau memang ke depannya diarahkan jadi kawasan khusus tentunya akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan,” ujar Esther dalam webinar virtual yang diadakan Indef, Kamis, 14 April 2021.

Selain itu, ada juga dampak hingga menarik investasi pada pengembangan teknologi, kenaikan kompetisi dan inovasi input dan output produksi, dan kemudahan transfer pengetahuan serta masifnya inovasi.

Agar Bukit Algoritma atau Silicon Valley ini dapat berhasil, Esther menyarankan perlu adanya struktur ekologi industri dan platform untuk mendukung kolaborasi antara industri, universitas, dan riset.

“Kalau yang saya lihat dari beberapa special economic zones (kawasan ekonomi khusus/KEK) di Singapura, Malaysia, Thailand, dan Cina, tidak hanya industri tetapi butuh kolaborasi juga dengan universitas dan pemerintah untuk bisa mendongkrak performa kawasan industri itu,” tambah Esther.

Dengan begitu, kawasan tersebut pun dapat meningkatkan skala informasi dan kecepatan pertukaran inovasi dengan dukungan struktur jaringan yang memadai.

“Kemudian, regulasi ini sangat penting, kalau regulasinya menghambat jangan harap banyak investor yang masuk ke special economic zone tersebut,” jelasnya.

Esther menambahkan, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) juga perlu jadi perhatian. Dengan begitu, SDM yang tersedia bisa langsung ikut menjadi tenaga kerja dalam KEK tersebut. Alhasil, perusahaan yang tergabung dalam Silicon Valley tak perlu lagi memyediakan investasi pada pendidikan, pelatihan, dan pengembangan keterampilan.

Kenyataannya saat ini, data BPS menunjukkan SDM Indonesia hanya 12% yang berpendidikan tinggi. Sisanya, hanya berpendidikan SD, SMP, dan SMA.

“Kalau hal ini semua bisa dilakukan, artinya pembangunan Silicon Valley yang berada di Sukabumi tersebut dapat berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi kita,” tutup Esther.

Pelajaran dari Silicon Valley buatan negara lain

INDEF mengumpulkan lima hal yang dapat jadi pelajaran dari pengalaman negara lain membangun Silicon Valley di negaranya.

Pertama, penciptaan industri lapangan kerja oleh Silicon Valley tidak selalu bisa dinikmati warga lokal. Kedua, kesesuaian kompetensi tenaga kerja yang dibutuhkan kawasan dengan wilayah di sekitarnya tidak terlalu kuat.

Ketiga, tenaga ahli hingga insinyur di proyek serupa di Cina dan India ternyata mayoritas bukan berasal dari kawasan sekitarnya. Keempat, hadirnya ketimpangan penghasilan hingga adanya kenaikan harga properti yang berbanding terbalik dengan kawasan sekitarnya.

Terakhir, dibutuhkan komitmen dan waktu yang tidak sebentar untuk membangun pendidikan dan pelatihan kepada warga sekitar untuk dapat merasakan efek dari kawasan teknologi tinggi dalam KEK tersebut. (RCS)