<p>Mata uang kripto ethereum / Shutterstock</p>
Pasar Modal

Pengamat Usul Pengenaan Pajak Aset Kripto Memakai Skema Tarif Pajak Progresif

  • Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Randy menilai pemerintah perlu hati-hati dalam menentukan besaran tarif pajak terhadap aset kripto. Menurut Yusuf, bila mekanisme dan besaran pajak optimal, pengenaan pajak aset kripto punya potensi tinggi untuk mengerek pendapatan negara.

Pasar Modal

Muhamad Arfan Septiawan

JAKARTA – Ekonom Center of Reform on Economic (CORE) Indonesia Yusuf Randy menilai pemerintah perlu hati-hati dalam menentukan besaran tarif pajak terhadap aset kripto.

Menurut Yusuf, bila mekanisme dan besaran pajak optimal, pengenaan pajak aset kripto punya potensi tinggi untuk mengerek pendapatan negara.

“Misalnya dikenakan pada pos pajak PPh final seperti transaksi pasar saham, saya kira potensinya cukup besar terutama pada pos pajak penghasilan,” kata Yusuf saat dihubungi TrenAsia, Senin 17 Mei 2021.

Yusuf melihat pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) potensial karena nilai transaksi dari aset kripto semakin melonjak. Kendati demikian, nominal pajak yang dibebankan tentu harus lebih rendah ketimbang PPh final di pasar modal agar investor atau trader kripto ‘tidak kabur’.

Pajak progresif dinilai Yusuf optimal mengungkit penerimaan pajak pada aset kripto. Dengan kata lain, besaran pajak bakal berbeda sesuai dengan keuntungan yang diterima Wajib Pajak (WP) dari transaksi aset kripto.

Hal ini, kata Yusuf, sangat sesuai dengan karakteristik aset kripto yang punya volatilitas tinggi. Bila besaran pajak dipukul rata, Yusuf khawatir euforia terhadap aset kripto bakal surut.

“Selain dari besaran keuntungan, berapa lama investor memegang aset ini bisa dijadikan salah satu prasyarat untuk pengenaan tarifnya, artinya semakin cepat dia memegang (yang kemudian berpotensi mendorong volatilitas yang tinggi) bisa dikenakan tarif pajak yang lebih tinggi,” terang Yusuf.

Untuk diketahui, pertumbuhan pesat investor kripto Indonesia telah melampaui jumlah investor ritel saham. Menurut data PT Bursa Efek Indonesia (BEI) pada periode yang sama, jumlah investor ritel hanya mencapai 2 juta orang.

Sebanyak 4,2 juta orang investor ritel itu harus melaporkan transaksinya bila pengenaan pajak ini resmi diterapkan. Sebelumnya, Direktur Penyuluhan Pelayanan dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengkonfirmasi rencana tersebut tengah dalam tahap pengkajian.

Menurut Neilmaldrin, pengenaan pajak investasi kripto itu bakal masuk ke komponen Pajak Penghasilan (PPh). Pasalnya, ada keuntungan dari transaksi investasi yang tengah ramai di kalangan masyarakat itu.

“Pemajakan cryptocurrency masih dalam pembahasan dan kajian.  Namun demikian, yang perlu kita ketahui bersama bahwa dalam ketentuan perpajakan, apabila ada capital gain yg dihasilkan dari sebuah transaksi keuntungan itu objek PPh,” kata Neilmaldrin saat dihubungi TrenAsia, Selasa 11 Mei 2021. (RCS)