<p>Ilustrasi pengangguran. / Pixabay</p>
Makroekonomi

Pengangguran Jadi PR Besar untuk Capai Lompatan Ekonomi

  • Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran hingga kuartal III 2024 mencapai 7,47 juta orang, meningkat dari 7,20 juta pada Februari 2024. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah, tetapi juga menyebabkan penurunan omzet di sektor ritel.

Makroekonomi

Muhammad Imam Hatami

JAKARTA - Pengangguran terus menjadi isu krusial di Indonesia, terutama setelah gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) melanda berbagai sektor. Hal itu mulai dari tekstil hingga lokapasar. 

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), jumlah pengangguran hingga kuartal III 2024 mencapai 7,47 juta orang, meningkat dari 7,20 juta pada Februari 2024. Kondisi ini tidak hanya memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah, tetapi juga menyebabkan penurunan omzet di sektor ritel.

Gelombang PHK yang terjadi belakangan ini bukanlah hal baru. Sektor tekstil, media, ritel, hingga lokapasar menghadapi tekanan berat akibat tantangan ekonomi global dan perubahan pola konsumsi masyarakat. 

Dampaknya tidak hanya pada meningkatnya angka pengangguran, tetapi juga melemahnya daya beli kelas menengah yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional.

“Nanti (PHK) akan menjadi hambatan besar untuk ekonomi tumbuh tinggi,” ujar Department Head of Industry and Regional Research PT Bank Mandiri (Persero) Tbk. Dendi Ramdani, dalam acara Mandiri Macro and Market Brief Road to Mandiri Investment Forum 2025, di Jakarta, dikutip Kamis, 21 November 2024.

Pemerintah pusat telah mengimplementasikan berbagai program untuk menekan angka pengangguran. Salah satunya adalah Program Prakerja, yang sejak diluncurkan pada 2020 telah memberikan manfaat kepada 19,98 juta peserta dengan total insentif sebesar Rp41,59 triliun. 

Program ini tidak hanya memberikan pelatihan, tetapi juga insentif bagi masyarakat yang terkena dampak PHK. Dilansir dari Antara, Pemerintah jugameluncurkan PISEW (Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah), yang berfokus pada pembangunan infrastruktur pedesaan. 

Dengan anggaran Rp369 miliar, program ini menargetkan 738 lokasi di tahun 2024 dan memberikan lapangan kerja sementara melalui mekanisme padat karya tunai.

Untuk memperkuat sektor informal, pemerintah juga memberikan dukungan kepada UMKM, yang meliputi akses pembiayaan, pelatihan manajemen, digitalisasi, dan pendampingan dalam meningkatkan daya saing produk. 

Dukungan ini krusial mengingat UMKM menyumbang 97% dari total lapangan kerja di Indonesia, dengan konsentrasi terbesar di Jawa (46,20%) dan Sumatera (27,30%). 

Pemerintah juga menargetkan peningkatan investasi hingga mencapai US$120 miliar atau sekitar Rp1.900 triliu pada tahun 2025 untuk menciptakan lebih banyak lapangan kerja baru serta menjaga stabilitas ekonomi nasional.

“Stabilitas ekonomi yang terjaga menjadi pondasi penting bagi keberlanjutan pertumbuhan di masa mendatang,” tambah Chief Ekonomist Bank Mandiri Andry Asmoro, di acara yang sama.

Kolaborasi jadi Kunci

Di tingkat daerah, pemerintah memainkan peran strategis dalam menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mendukung pengembangan UMKM. Langkah-langkah inovatif seperti promosi investasi, pelatihan tenaga kerja melalui Balai Latihan Kerja (BLK), serta pengembangan ekosistem UMKM menjadi prioritas.

Beberapa daerah telah menunjukkan keberhasilan dengan menarik investasi baru melalui penyederhanaan regulasi dan kemitraan dengan pelaku usaha. Selain itu, pelatihan tenaga kerja di berbagai sektor telah meningkatkan kesiapan angkatan kerja untuk bersaing di pasar lokal dan global.

Presiden Prabowo Subianto bersama kabinetnya menargetkan penurunan angka pengangguran menjadi di bawah 4%. Menteri Ketenagakerjaan Yassierli juga menekankan pentingnya kolaborasi pusat dan daerah untuk menciptakan wirausaha baru, meningkatkan keterampilan tenaga kerja, dan mendukung inovasi teknologi.

"Jadi ini satu solusi bagaimana kita mendorong perusahaan, pemerintah daerah bisa melakukan kolaborasi melibatkan yang lain, karena kami yakin isu juga penting untuk direspons, tidak hanya pemerintah daerah tapi pemerintah pusat," ujar Yassierli, di Jakarta.

Dalam skala global, pertumbuhan ekonomi dunia yang hanya mencapai 3% menjadi tantangan tersendiri bagi Indonesia. Meski demikian, ekonomi Indonesia tumbuh sebesar 5% pada tahun ini, meski masih lebih rendah dibandingkan sebelum pandemi.

"Kondisi ekonomi kita sekarang menuntut kita harus ada upaya yang luar biasa yang harus kita lakukan. Upaya itu harus kita lakukan secara bersama untuk menangkap berbagai peluang," pungkas Yassierli.