Ilustrasi frozen food.
Nasional

Pengenaan Cukai pada Makanan Cepat Saji Dinilai Rugikan UMKM

  • Menurut Herma, daripada pemerintah mengenakan tarif cukai untuk makanan siap saji lebih baik pemerintah mengatur standarisasi kandungan gula, garam dan lemak bagi industri makanan dan minuman.

Nasional

Debrinata Rizky

JAKARTA - Opsi pengenaan cukai terhadap makanan olahan siap saji saat ini tercantum dalam Pasal 194 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dinilai membuat UMKM ketakutan.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua Umum Asosiasi IUMKM Indonesia (AKUMANDIRI) Hermawati Setyorinny. Herma mengatakan ketakutan ini berawal dari kurangnya sosialisasi dari pemerintah ke UMKM usai peraturan tersebut terbit sehingga akan memberatkan UMKM dalam negeri.

"Pelaku UMKM sudah takut karena berseragam kebijakan itu seharusnya dimulai dengan sosialisasi dulu baru diterapkan dan sasarannya belum jelas," katanya kepada TrenAsia.com pada Senin, 5 Agustus 2024.

Herma menilai beban UMKM sudah sangat banyak terlebih dengan adanya kewajiban sertifikasi halal dan harus memiliki nomor induk perusahaan atau NIB. Lalu dibebankan lagi dengan tarif cukai makanan siap saji ini.

Menurut Herma, daripada pemerintah mengenakan tarif cukai untuk makanan siap saji lebih baik pemerintah mengatur standarisasi kandungan gula, garam dan lemak bagi industri makanan dan minuman. Nantinya melalui standarisasi ini dapat diikuti oleh pedagang-pedagang kecil.

Ia menjelaskan dengan adanya penarikan tarif cukai ke makanan siap saji, pemerintah masih banyak pekerjaan rumah (PR) yang harus dipikirkan. Mulai dari implementasi, pengawasan hingga prioritas kelompok mana yang dapat dikenakan tarif cukai tersebut.

Herma mencontohkan, Indonesia bisa melihat negara lain seperti Singapura yang memberlakukan nutri grade sejak 2023. Di mana gerai makanan dan minuman di Singapura wajib mencantumkan label nutrisi pada menu mereka.

Tujuannya hampir sama dengan penerapan Cukai pada makanan siap saji ini yaitu untuk langkah membantu para pelanggan mengambil keputusan yang tepat ketika membeli makanan dan minuman kemasan.

Sebagai contohnya untuk minuman kemasan sistem penilaian dapat berkisar dari A hingga D, di mana penomoran ini dari yang dikategorikan sebagai minuman yang sehat hingga tidak sehat.

Pemerintah juga Bisa dengan metode pencantuman warna hijau hingga merah, sehingga jika minuman dengan peringkat atau warna gelap dapat dilarang untuk diiklankan karena mengandung banyak gula.

Sekadar informasi, pemeirnta diketahui berencana  untuk mengatur kandungan Gula, Garam, Lemak (GGL) yang berpotensi dikenakan cukai pada makanan dan minuman kemasan.  Sehingga hal ini menulai pro kontra industri di saat pertumbuhan ekonomi yang tak pasti.

Harga Makanan Cepat Saji Naik

Direktur Eksekutif Institut for Development of Economics and Finance (Indef) Tauhid Ahmad mengatakan, pengenaan cukai ini otomatis akan berpengaruh pada kenaikan harga produk di pasaran. Namun efek besar atau kecilnya kenaikan tergantung penerapan cukai yang diberikan berapa persen.

Menurut Tauhid,  pengenaan cukai jangan langsung ditetapkan dalam jumlah besar untuk mempertimbangkan daya beli masyarakat agar tidak semakin menurun. Pasalnya dampak yang akan terjadi selain kenaikan harga adalah penurunan kuantitas suatu produk yang dibuat, bisa lebih kecil mengikuti biaya produksi yang kian membengkak akibat pengenaan cukai.

Sehingga yang terkena imbas adalah perusahaan kecil atau UMKM. Padahal UMKM merupakan tulang punggung ekonomi Indonesia yang harus mendapat dukungan dari pemerintah bukan memberatkan dengan pengenaan cukai lagi.