Ilustrasi transisi energi (bahadur.id)
Energi

Peningkatan Kapasitas Batu Bara Bahayakan Rencana Transisi Energi RI

  • Indonesia masih terus menambah kapasitas batu baranya meski telah komitmen melakukan transisi energi sesuai target Perjanjian Paris. Kapasitas batu bara yang beroperasi tercatat berlipat ganda sejak tahun 2015 menurut Global Coal Tracker. Hal ini disebut membahayakan rencana transisi energi RI.
Energi
Debrinata Rizky

Debrinata Rizky

Author

JAKARTA - Indonesia masih terus menambah kapasitas batu baranya meski telah komitmen melakukan transisi energi sesuai target Perjanjian Paris. Kapasitas batu bara yang beroperasi tercatat berlipat ganda sejak tahun 2015 menurut Global Coal Tracker. Hal ini disebut membahayakan rencana transisi energi RI.

Laporan terbaru Global Energy Monitor yang melacak rangkaian proyek baru pembangkit listrik batu bara global, menunjukkan lebih dari seperempat pembangkit listrik tenaga batu bara yang beroperasi di Indonesia adalah captive.

"Kapasitas pembangkit batu bara captive yang beroperasi di Indonesia saat ini sepuluh kali lebih banyak daripada tahun 2013. Sebagian besar sumber listrik captive ini diperuntukan untuk industri pengolahan logam. Di samping itu, proyek batu bara untuk mendukung industri smelter nikel juga bergerak cepat," ujar peneliti di Global Energy Monitor Lucy Hummer dilansir pada Kamis, 25 April 2024.

Pada saat yang sama, kata Lucy ketidak seriusan transisi Indonesia juga terlihat dari penurunan target capaian energi terbarukan. Awal tahun ini, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengatakan akan mengurangi target energi terbarukan dari 23% pada 2025 yang ditetapkan oleh Dewan Energi Nasional menjadi berkisar antara 17 dan 19%.

Hal ini disebut sebagai langkah mundur ini dipilih meskipun Indonesia memiliki kapasitas solar dan angin berskala utilitas paling prospektif ketiga di Asia Tenggara, yakni sebesar 19 GW.

Secara global, data Global Coal Plant Tracker menunjukkan kenaikan sebesar 69,5 GW kapasitas pembangkit listrik tenaga batu bara yang mulai beroperasi di seluruh dunia sementara hanya 21,1 GW yang ditutup pada 2023. Artinya terjadi peningkatan tahunan sebesar 48,4 GW dengan kapasitas total global sebesar 2.130 GW. Ini adalah peningkatan tertinggi dari kapasitas batu bara yang aktif beroperasi sejak 2016.

Lonjakan pembangkit batu bara baru secara global terbesar terjadi di Tiongkok — sebesar 47,4 GW, atau sekitar dua pertiga dari penambahan global — diikuti oleh kapasitas baru di Indonesia, India, Vietnam, Jepang, Bangladesh, Pakistan, Korea Selatan, Yunani, dan Zimbabwe. Secara total, kapasitas 22,1 GW mulai beroperasi dan 17,4 GW telah ditutup di luar Tiongkok. Hal ini menandai selisih sebesar 4,7 GW untuk pembangkit listrik batu bara yang beroperasi.

Penutupan yang lebih rendah di AS dan Eropa juga berkontribusi pada kenaikan kapasitas batu bara secara global. Dalam hal ini, AS menyumbang hampir setengah dari kapasitas yang ditutup pada 2023 dengan total 9,7 GW, sementara negara anggota Uni Eropa dan Britania Raya mewakili sekitar seperempat dari penutupan global, dengan Britania Raya sebesar 3,1 GW, Italia 0,6 GW, dan Polandia 0,5 GW memimpin penutupan di wilayah tersebut untuk tahun itu.

“Indonesia sederhananya tidak bisa memangkas pembangkit listrik tenaga batu bara apa pun, terlepas apakah terkait dengan industri tertentu atau tidak, dari perencanaan transisi energi bersih,” lanjutnya