Peningkatan Penggunaan Yuan China Diprediksi Bakal Jadi Boomerang Buat Rusia
- Meningkatnya penggunaan yuan China oleh Rusia diprediksi dapat merugikan Moskow
Dunia
MOSCOW - Meningkatnya penggunaan yuan China oleh Rusia diprediksi dapat merugikan Moskow. Pasalnya, penggunaan ini menurut Carnegie Endowment for International Peace tidak akan membantu Rusia melemahkan dolar Amerika Serikat (AS).
Mengutip Insider Kamis, 9 Februari 2023, dalam catatan baru-baru ini lembaga ekonomi yang berbasis di Washington DC, Think Tank menunjuk ketergantungan Rusia pada yuan sejak sanksi barat tahun lalu memutuskan Moskow dari dolar dan euro dalam sistem keuangan global.
Menurut Carnegie Endowment, dolar dan euro menyumbang 52% dari transaksi di pasar Rusia sebelum invasi Ukraina. Namun angka ini anjlok 34% dalam sembilan bulan pertama tahun 2022. Sementara itu, perdagangan dengan rubel Rusia naik dari 12,3% menjadi 32,4 % transaksi sedangkan perdagangan dengan yuan China meroket dari 0,4% menjadi 14% transaksi.
- WhatsApp Akhirnya Luncurkan Update Fitur Status Baru yang Ditunggu Pengguna
- Anak Usaha Adaro Minerals Suntik Rp1,66 Triliun ke 4 Perusahaan Tambang Batu Bara
- Disebut Malioboronya Solo, Berikut 5 Ide Kegiatan Wisata yang Bisa Anda Lakukan di Kawasan Gatot Subroto (Gatsu)
- Bayar Global Bond, Lippo Karawaci Tarik Kredit Sindikasi Rp3,89 Triliun
Carnegie menambahkan, yuan bukanlah ancaman terhadap dominasi dolar. Pasalnya, selama ini internasionalisasi yuan memerlukan lebih banyak cadangan dolar sementara mata uang yang disebut greenback ini diketahui menstabilkan yuan di pasar lepas pantai seperti Hong Kong.
"Kekuatan yuan sebagai mata uang cadangan tidak melemahkan dolar. Sebaliknya, kedua mata uang itu saling melengkapi. Ini berarti bahwa Beijing tidak dapat benar-benar membantu Moskow dalam perang melawan dolar," tulis catatan tersebut sebagaimana dikutip TrenAsia.com.
Selain tak mampu melemahkan dolar, China disebut tidak dapat membantu Rusia menghindari sanksi. Meskipun China belum secara resmi memberlakukan sanksi barat, negara itu secara teknis telah mematuhinya.
Catatan tersebut menambahkan, kemitraan yang semakin dalam antara Rusia dan China selama ini membantu Kremlin memikul beban sanksi untuk sementara. Namun hal tersebut bisa membahayakan ekonomi dalam jangka panjang, terutama jika hubungan politik mereka mulai memburuk.
"Cadangan dan pembayaran Rusia akan dipengaruhi oleh kebijakan Partai Komunis China dan Bank Rakyat China. Jika hubungan antara kedua negara memburuk, Rusia mungkin menghadapi kerugian cadangan dan gangguan pembayaran," tulis catatan tersebut.
“Para pemimpin Rusia suka menekankan kerja sama strategis yang belum pernah terjadi sebelumnya antara kedua negara. Namun kenyataannya, kerja sama ini membuat Moskow semakin bergantung pada Beijing,” demikian tertulis dalam catatan Think Thank.