Penjualan Anjlok akibat Boikot, 2000 Karyawan Starbucks Kena PHK
- Keputusan ini diambil sebagai tanggapan terhadap penurunan penjualan yang signifikan, yang disebabkan oleh boikot terhadap merek tersebut terkait dukungan Starbucks terhadap perang Israel melawan Hamas di Gaza.
Dunia
KUWAIT - Alshaya Group, pemegang waralaba Starbucks di Timur Tengah, telah mengumumkan pemutusan hubungan kerja terhadap ribuan karyawannya di kedai-kedai kopi miliknya di wilayah Timur Tengah.
Dilansir dari CNN Internasional, Kamis, 7 Maret 2024, meskipun perusahaan tidak memberikan rincian jumlah pekerja yang di-PHK, diperkirakan jumlahnya mencapai sekitar 2.000 orang.
Keputusan ini diambil sebagai tanggapan terhadap penurunan penjualan yang signifikan, yang disebabkan oleh boikot terhadap merek tersebut terkait dukungan Starbucks terhadap perang Israel melawan Hamas di Gaza.
Alshaya menyatakan bahwa pemutusan hubungan kerja (PHK) tersebut merupakan hasil dari kondisi perdagangan yang sulit selama enam bulan terakhir.
Alshaya, yang berbasis di Kuwait, telah mengelola Starbucks di Timur Tengah selama lebih dari 25 tahun, dengan sekitar 1.300 gerai di wilayah tersebut, dan mempekerjakan sekitar 11.000 orang.
Perusahaan dengan tegas menyuarakan komitmennya untuk memberikan dukungan kepada rekan-rekan kerja yang terpengaruh oleh ketidakstabilan di wilayah tersebut.
Mereka secara resmi menyatakan tekad untuk mendorong pertumbuhan jangka panjang di kawasan tersebut, mengindikasikan keterlibatan dan tanggung jawab sosial mereka.
- Profil Hanan Supangkat, Bos Rider yang Rumahnya Digeledah KPK
- Tambah Lima Pesawat Baru, Smart Aviation Garap Rute Papua
- BRI dan Citilink Kembali Gelar Online Travel Fair
Meskipun demikian, boikot terhadap perusahaan Barat di Timur Tengah tidak dapat diabaikan, menyebabkan dampak yang signifikan terhadap beberapa merek ternama seperti Starbucks, McDonald's, dan Yum! Brands, pemilik KFC dan Pizza Hut.
Konflik di kawasan telah memaksa perusahaan-perusahaan ini untuk menghadapi tantangan bisnis serius, dengan melaporkan penurunan performa yang mencolok.
Starbucks, McDonald's, dan Yum! Brands merasakan dampak langsung dari situasi konflik yang berlarut-larut, yang menghambat operasional mereka dan mengurangi daya tarik merek.
Tindakan boikot oleh sebagian masyarakat setempat menyebabkan penurunan penjualan dan reputasi, menggarisbawahi kompleksitas tantangan bisnis di tengah ketidakpastian politik dan sosial.
Meski demikian, perusahaan-perusahaan ini terus menunjukkan berusaha untuk pulih dan menjaga stabilitas pertumbuhan jangka panjang di wilayah tersebut.
Dalam konteks Palestina dan Israel, akhir tahun 2023, beredar postingan media sosial yang menuduh Starbucks mendukung Israel. Hal ini menyebabkan seruan untuk memboikot Starbucks di beberapa negara termasuk wilayah Timur Tengah
Disisilain Starbucks membantah tuduhan tersebut, mereka mengeluarkan pernyataan yang menjelaskan bahwa mereka tidak berpihak dalam konflik Israel-Palestina.