Penjualan Ponsel dan Gadget di RI Anjlok Gara-gara Pandemi
Hingga kuartal ketiga tahun 2020 belum ada kenaikan permintaan gawai. Secara rata-rata terjadi penurunan penjualan dibandingkan dengan 2019 sekitar 30%-40%, sementara dalam situasi normal pada tahun 2019 penjualan rata-rata tumbuh 15%.
SURABAYA – Penjualan telepon selular (ponsel) dan gadget atau gawai merosot akibat terpukul pandemi COVID-19 yang berlangsung lebih dari 6 bulan terakhir.
Ketua Asosiasi Pengusaha Teknologi Informasi dan Komunikasi Nasional (Aptiknas) Jawa Timur Okky Tri Hutomo mengatakan turunnya daya beli masyarakat dalam membeli gawai saat pandemi COVID-19 terjadi karena perubahan alasan masyarakat, dari biasanya mengikuti tren, kini karena rusak atau hilang.
“Berdasarkan informasi yang dihimpun, ada penurunan daya beli yang terlihat dari alasan masyarakat membeli gawai baru. Untuk saat ini terpaksa beli dengan alasannya kalau tidak karena rusak atau hilang, berbeda dengan kondisi normal di mana keinginan membeli adalah mengikuti perkembangan teknologi terbaru,” kata Okky dilansir Antara, Selasa, 29 September 2020.
- 11 Bank Biayai Proyek Tol Serang-Panimbang Rp6 Triliun
- PTPP Hingga Mei 2021 Raih Kontrak Baru Rp6,7 Triliun
- Rilis Rapid Fire, MNC Studios Milik Hary Tanoe Gandeng Pengembang Game Korea
- Anies Baswedan Tunggu Titah Jokowi untuk Tarik Rem Darurat hingga Lockdown
- IPO Akhir Juni 2021, Era Graharealty Dapat Kode Saham IPAC
Hal ini, kata dia, menyebabkan permintaan terhadap produk-produk teknologi informasi (TI) termasuk gawai diperkirakan sampai akhir tahun masih melandai kalau dibandingkan dengan 2019.
Ia mengatakan, hingga kuartal ketiga tahun 2020 belum ada kenaikan permintaan. Secara rata-rata terjadi penurunan penjualan dibandingkan dengan 2019 sekitar 30%-40%, sementara dalam situasi normal pada tahun 2019 penjualan rata-rata tumbuh 15%.
Terpukul PSBB Jakarta
Apalagi, kata dia, dampak dari penerapan pembatasan sosial berskaal besar (PSBB) di DKI Jakarta mengganggu dari sisi distribusi. Menurut dia, selama ini mayoritas produk disuplai dari Jakarta. Misalnya, proses impor dari China dan Taiwan yang berbeda dengan kondisi ketika normal sebelum pandemi.
Saat ini, lanjutnya, sejumlah pelaku bisnis TI berupaya memperluas pasar dengan memanfaatkan jalur pemasaran daring. Meskipun memang, hal itu dinilai tidak memiliki dampak signifikan karena kecenderungan pembeli yang ingin datang dan melihat langsung di toko.
Namun demikian, Okky mengakui bahwa sejumlah pelaku usaha masih optimistis permintaan dapat meningkat. Hal itu sejalan dengan tingginya kebutuhan produk TI untuk penunjang kegiatan pendidikan.
“Para pelaku usaha mulai optimistis adanya potensi peningkatan permintaan sejalan dari kegiatan pembelajaran. Ketika siswa sudah kembali masuk sekolah, maka kebutuhan terhadap produk TI meningkat karena untuk menunjang kegiatan pendidikan,” katanya. (SKO)