Ilustrasi penandatanganan polis asuransi.
IKNB

Penjualan Premi Asuransi via Agen Masih Memburuk, Masyarakat Kurang Percaya?

  • Penurunan tersebut terjadi juga pada kuartal I tahun lalu, tepatnya menurun sebesar 0,2% yoy dari Rp14,64 triliun yang tercatat pada tiga bulan pertama tahun 2022 menjadi Rp14,53 triliun pada periode yang sama pada tahun 2023.

IKNB

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Berdasarkan data Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), penjualan premi melalui saluran bancassurance dan distribusi alternatif mencatat kinerja positif pada kuartal I-2024, sementara penjualan melalui agen asuransi masih mengalami penurunan, mengikuti tren yang sama seperti pada kuartal pertama tahun sebelumnya.

Pada kuartal I-2024, penjualan premi via agen menyusut 0,26% secara year-on-year (yoy) dari Rp14,53 triliun menjadi Rp14,16 triliun. 

Penurunan tersebut terjadi juga pada kuartal I tahun lalu, tepatnya menurun sebesar 0,2% yoy dari Rp14,64 triliun yang tercatat pada tiga bulan pertama tahun 2022 menjadi Rp14,53 triliun pada periode yang sama pada tahun 2023. 

Pada kuartal I-2023, penjualan premi melalui kanal bancassurance menukik lebih tajam dibanding keagenan, yakni mencapai 13,1% yoy dari Rp21,87 triliun menjadi Rp19 triliun.

Namun, pada akhir kuartal I-2024, penjualan premi asuransi jiwa melalui bancassurance berhasil memulih dan mencetak pertumbuhan positif walaupun masih cenderung tipis, yakni sebesar 0,5 dari Rp19 triliun menjadi Rp19,09 triliun. 

Tidak hanya bancassurance, penjualan premi melalui kanal distribusi alternatif pun mencatatkan pertumbuhan setelah sebelumnya alami penyusutan. 

Pada akhir kuartal pertama tahun ini, penjualan premi melalui distribusi alternatif meningkat 5,6% yoy dari Rp12,07 triliun menjadi Rp12,75 triliun. Pada periode yang sama tahun sebelumnya, penjualan premi melalui distribusi alternatif mengalami penyusutan 3,3% yoy dari Rp12,48 triliun menjadi Rp12,07 triliun.

Penurunan Kepercayaan Masyarakat?

Menanggapi fenomena ini, Abitani Barkah Taim, Ketua Sekolah Tinggi Manajemen Risiko dan Asuransi (STIMRA), memberikan pandangannya. 

Abitani menjelaskan bahwa salah satu penyebab utama penurunan penjualan melalui agen asuransi adalah belum pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap asuransi jiwa. Hal ini dipicu oleh berbagai kasus gagal bayar yang hingga saat ini belum terselesaikan.

“Hal ini bisa disebabkan salah satunya karena belum pulihnya kepercayaan masyarakat terhadap asuransi jiwa akibat kasus-kasus gagal bayar yang sampai saat ini belum terselesaikan,” ungkap Abitani melalui pesan tertulis kepada TrenAsia, dikutip Rabu, 5 Juni 2024.

Ketua Umum Komunitas Penulis Asuransi Indonesia (Kupasi), Wahyudin Rahman, sependapat pula dengan Abitani mengenai turunnya kepercayaan masyarakat yang berdampak kepada penurunan penjualan premi melalui kanal keagenan.

Akan tetapi, faktor kepercayaan tersebut bukan satu-satunya variabel dalam hal ini. Wahyudin menambahkan bahwa penurunan pendapatan premi dari jalur distribusi agen sejalan dengan penurunan pendapatan premi polis individu. 

Meskipun penurunan kepercayaan masyarakat terhadap agen asuransi bisa menjadi salah satu faktor, ini bukanlah satu-satunya penyebab. 

Ada faktor lain yang turut berperan, seperti dampak penerapan Surat Edaran OJK No. 5/2022 tentang Produk Asuransi yang Dikaitkan dengan Investasi (PAYDI). 

Regulasi ini bertujuan memperkuat praktik pemasaran, transparansi informasi, dan tata kelola aset PAYDI sehingga membuat proses pemasaran yang dilakukan oleh agen menjadi lebih lambat karena adanya penguatan dalam praktik pemasaran dan tata kelola.

“(SEOJK) ini bertujuan memperkuat praktik pemasaran, transparansi informasi dan tata kelola aset PAYDI sehingga pemasaran yang dilakukan oleh agen menjadi lebih lambat seiring penguatan praktik pemasarannya dan tata kelola PAYDI,” kata Wahyudin yang sama-sama memberikan pandangannya melalui pesan tertulis kepada TrenAsia, dikutip Rabu, 5 Juni 2024.

Keagenan Masih Penting  

Meskipun demikian, baik Abitani maupun Wahyudin menegaskan bahwa keagenan tetap merupakan saluran penjualan yang penting dan diandalkan dalam penjualan polis asuransi jiwa.

Menurut mereka, keagenan memiliki peran krusial dalam menjangkau dan memberikan pelayanan langsung kepada nasabah, yang mungkin tidak dapat dilakukan oleh saluran distribusi lainnya.

“Keagenan tetap menjadi saluran penjualan yang penting dan diandalkan pada penjualan polis asuransi jiwa,” tegas Abitani.

Wahyudin juga menekankan bahwa jalur pemasaran melalui agen masih menjadi penopang utama pendapatan premi asuransi jiwa. 

“Jalur pemasaran ini masih diandalkan, dan dimungkinkan rebound dalam dua tahun kedepan. Jadi, siklus penurunan ini hanya sementara saja,” tutur Wahyudin.

Langkah-langkah Mendorong Penjualan Melalui Agen

Untuk mendorong kembali penjualan premi asuransi jiwa melalui agen, Abitani menyarankan beberapa langkah yang perlu segera diambil oleh perusahaan asuransi. 

Salah satunya adalah peningkatan sertifikasi kompetensi agen sesuai dengan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) di bidang perasuransian. 

Langkah ini diharapkan dapat memastikan bahwa agen-agen asuransi melakukan penjualan dengan profesional dan sesuai dengan aturan yang berlaku.

“Perusahaan juga perlu meningkatkan pemantauan yang ketat atas praktek penjualan yang dilakukan agen kepada masyarakat, karena apapun yang dilakukan agen adalah tanggung jawab perusahaan,” ujar Abitani.

Sementara itu, Wahyudin memaparkan dua langkah untuk mendorong penjualan premi melalui agen. Pertama, perusahaan asuransi harus memastikan bahwa penerapan Surat Edaran OJK No. 5/2022 berjalan dengan baik. 

Ini termasuk merekrut agen yang memenuhi standar yang ditetapkan, serta meningkatkan kualitas pengetahuan dan prosedur pemasaran yang dilakukan oleh agen. Dengan demikian, agen akan lebih siap dan terlatih untuk menjual produk asuransi secara efektif.

“Kedua, menentukan segmen dan pasar yang tepat untuk jalur distribusi melalui agen. Seperti, agen menjual produk PAYDI hanya untuk kalangan income medium to high atau sudah mempunyai polis asuransi jiwa pertama,” katanya.