Pentagon Salah Hitung, Mark Up Harga Amunisi ke Ukraina Capai 97 Triliun
Ekonomi Global

Pentagon Salah Hitung, Mark Up Harga Amunisi ke Ukraina Capai 97 Triliun

  • Organisasi militer AS Pentagon menemukan adanya mark up dana amunisi yang dikirim ke Ukraina.

Ekonomi Global

Rizky C. Septania

WASHINGTON - Organisasi militer AS Pentagon menemukan adanya mark up dana amunisi yang dikirim ke Ukraina. Adapun mark up dana yang dilakukan untuk membeli amunisi, rudal, dan peralatan lain mencapai US$6,2 miliar atau kisaran Rp97 triliun (asumsi kurs Rp14.800 per dolar AS).

Menurut juru bicara pentagon, temuan ini bernilai dua kali lipat dari yang pernah ditemukan Mei lalu. Sebelumnya, perusahaan melaporkan adanya salah hitung sehingga menyebabkan anggaran pembelian kelebihan sekitar US$3 miiar atau kisaran Rp44 triliun.

Mengutip Reuters, Rabu, 21 Juni 2023, kelebihan harga amunisi tersebut dirinci menjadi US$3,6 miliar untuk tahun fiskal 2023. Sementara kelebihan tahun 2022 sebesar US$2,6 miliar.

Wakil sekretaris pers Pentagon Sabrina Singh mengatakan pendanaan tambahan terungkap saat pejabat Pentagon meneliti situasi secara lebih menyeluruh dan mengklarifikasi protokol untuk menilai peralatan, Ini dilakukan berdasarkan Peraturan Manajemen Keuangan dan kebijakan Departemen Pertahanan.

Meski terjadi kesalahan dalam menentukan harga, Singh mengatakan bahwa kesalahan tersebut tidak berdampak pada ukuran otoritas penarikan presiden atau dukungan untuk Ukraina.

Kesalahan Perhitungan

Pada Mei Lalu, Pentagon ditemukan telah melebih-lebihkan nilai amunisi, rudal, dan peralatan lain yang dikirim ke Ukraina. KEsalahan ini menyebabkan akan  lebih banyak senjata dikirim ke Kyiv untuk pertahanannya melawan pasukan Rusia.

Mengutip laporan Reuters Mei lalu, kesalahan tersebut meripakan imbas dari pemberian nilai yang lebih tinggi dari nilai yang dijamin pada persenjataan yang diambil dari stok AS dan kemudian dikirim ke Ukraina.

"Kami telah menemukan ketidakkonsistenan dalam cara kami menghargai peralatan yang telah kami berikan kepada Ukraina," ujar salah satu pejabat pertahanan senior yang tak ingin diungkapkan identitasnya.