Pentingnya Inisiatif Database Universal di Fintech untuk Mitigasi Kejahatan Siber
- Dengan adanya universal fraud database, pelaku usaha jasa keuangan dapat terhubung secara lebih luas, sehingga ruang gerak fraudster menjadi sangat terbatas.
Fintech
JAKARTA - Indonesia Fintech Society (IFSoc) mengusulkan pembentukan universal fraud database guna menekan aksi kecurangan atau fraud dalam sektor jasa keuangan, termasuk layanan digital. Tirta Segara, anggota Steering Committee IFSoc, menegaskan bahwa langkah ini penting untuk mengatasi berbagai modus penipuan yang terus berkembang di tengah meningkatnya transaksi digital dan produk-produk hibrida.
“Dengan adanya universal fraud database, pelaku usaha jasa keuangan dapat terhubung secara lebih luas, sehingga ruang gerak fraudster menjadi sangat terbatas,” ungkap Tirta dalam konferensi pers daring Catatan Akhir Tahun IFSoc 2024, Kamis, 19 Desember 2024.
Universal fraud database dirancang untuk mengintegrasikan data penipuan yang tersebar di berbagai lembaga jasa keuangan (LJK).
- Tak Terima Dinyatakan Pailit, Ted Sioeng Gugat Mayapada Rp1,25 Triliun
- Hanya 4 Saham di Zona Hijau, LQ45 Hari Ini 19 Desember 2024 Merosot ke 818,42
- Menilik Peluang Multifinance dan Tantangan Industri di Tahun 2025
Sistem ini memungkinkan pengecekan mendalam terhadap calon pengguna atau peminjam, mengidentifikasi apakah individu tersebut memiliki catatan sebagai pelaku penipuan.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sepanjang 2024, jumlah laporan kasus scam mencapai 155 ribu dengan total kerugian hingga Rp2,5 triliun.
Sebelumnya, OJK bersama Bank Indonesia (BI) meluncurkan inisiatif Indonesia Anti Scam Center (IASC), yang telah menangani 2.622 laporan dan berhasil memblokir 1.454 rekening dengan total dana Rp7,7 miliar. Tingkat keberhasilan pelaporan mencapai 31,15%, sementara keberhasilan pemblokiran tercatat sebesar 28,18%.
Namun, Tirta mengingatkan adanya tantangan besar terkait perlindungan data pribadi (PDP) dalam penerapan database ini.
“Data fraudster harus aman dan hanya dapat diakses untuk keperluan yang relevan. Mereka yang tercatat dalam database ini tidak akan bisa mendapatkan pinjaman atau bertransaksi di lembaga keuangan mana pun,” jelasnya.
Tirta juga menekankan pentingnya kolaborasi antara regulator, industri, dan masyarakat untuk memberantas aksi penipuan di sektor keuangan. Kolaborasi ini dapat diperkuat melalui inisiatif seperti Indonesia Anti Scam Center (IASC) dan pedoman teknis Ketentuan Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (KASPI).
Regulasi Perlindungan Data Pribadi Menjadi Sorotan
Dalam Catatan Akhir Tahun IFSoc 2024, aturan turunan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) juga menjadi salah satu fokus utama. UU PDP resmi diberlakukan sejak 17 Oktober 2024, namun aturan turunannya masih belum dirilis. Ketua IFSoc, Rudiantara, menyoroti pentingnya percepatan penerbitan aturan ini demi mendukung tata kelola data yang baik di industri fintech.
“Bisnis fintech sangat bergantung pada kepercayaan pengguna. Tanpa regulasi yang jelas, industri akan sulit menjaga reputasi dan memitigasi risiko pelanggaran data pribadi,” ujar Rudiantara.
Syahraki Syahrir, anggota Steering Committee IFSoc, menekankan bahwa implementasi UU PDP membutuhkan pendekatan bertahap agar perusahaan mampu menyesuaikan diri dengan aturan baru.
“Tidak semua perusahaan langsung siap memenuhi persyaratan UU PDP. Pemerintah perlu mempertimbangkan fleksibilitas dalam penegakan aturan ini sesuai dengan kapasitas masing-masing perusahaan,” tegasnya.
Ia juga mengusulkan pembentukan lembaga independen yang mengawasi implementasi PDP, dengan kewenangan langsung di bawah Presiden. Lembaga ini diharapkan mampu menjamin kepatuhan industri terhadap UU PDP dan menjaga kepercayaan publik terhadap pengelolaan data pribadi.
Mendukung Inklusi Keuangan Melalui Pinjaman Daring (Pindar)
Perkembangan pinjaman daring atau “pindar” menjadi salah satu sorotan dalam industri fintech tahun 2024. Hendri Saparini, anggota Steering Committee IFSoc, menekankan peran strategis pindar dalam memberikan akses keuangan kepada masyarakat yang tidak terlayani oleh perbankan konvensional.
“Platform pindar menjadi katalis inklusi keuangan bagi UMKM. Namun, regulasi yang seimbang perlu diterapkan untuk melindungi baik borrower maupun lender,” jelas Hendri.
Ia mengingatkan pentingnya menciptakan rasa aman bagi investor (lender) yang menjadi tulang punggung industri ini. Selain itu, tata kelola perusahaan pindar harus terus ditingkatkan agar dapat menjaga keberlanjutan industri dan kepercayaan pengguna.
Pemanfaatan AI untuk Efisiensi dan Inovasi
Perkembangan kecerdasan buatan (AI) juga menjadi peluang besar bagi industri fintech. Eddi Danusaputro, anggota Steering Committee IFSoc, menyatakan bahwa fintech memiliki potensi besar untuk menjadi penggerak utama implementasi AI di Indonesia.
“Dengan data yang melimpah, industri fintech dapat mengembangkan model AI yang optimal untuk menciptakan efisiensi dan inovasi baru,” ungkap Eddi, yang juga menjabat sebagai CEO BNI Ventures.
Saat ini, investasi AI di Indonesia lebih banyak difokuskan pada adopsi teknologi dibandingkan pengembangan model baru. Untuk jangka panjang, Eddi mendorong industri fintech agar mengembangkan use case baru yang dapat memberikan nilai tambah lebih besar bagi pengguna.
- Link Live Streaming Vietnam Vs Timnas Indonesia di Piala AFF 2024
- BRMS Siap Tumbuh Signifikan, Begini Prediksi Kinerja dan Keuangan 2024-2029
- Saham TLKM dan BBNI Ambles di Pembukaan LQ45 Hari Ini
Peralihan Pengawasan Kripto ke OJK
Peralihan pengawasan aset kripto dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK juga menjadi topik penting. Rico Usthavia Frans, anggota Steering Committee IFSoc, menyoroti perlunya aturan pelaksana yang jelas sebelum tenggat waktu 12 Januari 2025.
“Self Regulatory Organization (SRO) dapat menjadi solusi untuk menjaga keseimbangan antara regulasi teknis dan pengawasan makro oleh OJK,” jelas Rico. Ia juga menegaskan pentingnya memperkuat daya saing pasar lokal agar investor tidak beralih ke luar negeri.
Upaya Kolaboratif Memerangi Penipuan dan Judi Online
Di tahun 2024, berbagai inisiatif anti-fraud diluncurkan oleh pemerintah dan industri. Tirta Segara mengapresiasi langkah-langkah yang telah dilakukan, termasuk IASC, GENCARKAN, dan GEBER PK. Ia juga mendukung percepatan implementasi Sistem Informasi Pelaku (SIPELAKU) yang sedang difinalisasi oleh OJK.
“Kolaborasi antara regulator, industri, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk mempersempit ruang gerak fraudster,” tegas Tirta.
Selain itu, judi online menjadi tantangan serius yang membutuhkan penanganan kolaboratif. Tirta mendukung penerapan Enhanced Due Diligence (EDD) oleh perusahaan keuangan untuk memantau dan melaporkan transaksi mencurigakan.
“Edukasi masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah, sangat penting untuk mencegah dampak negatif judi online. Selain itu, patroli siber bersama masyarakat harus terus ditingkatkan,” tambahnya.