Acara UOB Media Literacy Circle di Jakarta, Rabu, 24 April 2024.
Fintech

Pentingnya Literasi dan Strategi Keuangan untuk Hindari Jeratan Utang

  • Pada acara UOB Media Literacy Circle di Jakarta, Rabu, 24 April 2024, berbagai pembicara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti Halimatus Sadiyah, Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan, dan Najeela Shihab, seorang psikolog dan pendidik, memberikan wawasan tentang pentingnya literasi keuangan.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - PT Bank UOB Indonesia terus berupaya mempromosikan budaya keuangan yang sehat di Indonesia dengan menggelar serangkaian kegiatan edukasi. 

Fokus utama dari kegiatan ini adalah meningkatkan literasi keuangan, terutama di kalangan generasi muda. Salah satu tujuannya adalah untuk mengajarkan pentingnya perencanaan keuangan yang tepat dan menghindari pinjaman online ilegal atau.

Maya Rizano, Head of Strategic and Communication UOB Indonesia, menyatakan bahwa literasi keuangan adalah hal krusial, khususnya untuk generasi muda. 

Ia mengungkapkan kekhawatiran tentang peningkatan kredit macet di pinjol yang melibatkan generasi Z dan milenial, dengan jumlah yang mencapai lebih dari Rp700 miliar. 

"Untuk itu butuh peran dari berbagai pihak agar para generasi muda kita dapat melakukan perenanaan keuangan yang matang dan berkelanjutan,” kata Maya saat UOB Media Literacy Circle di Jakarta, Rabu, 24 April 2024.

Kegiatan edukasi ini menjadi penting untuk meningkatkan pemahaman masyarakat terhadap industri keuangan dan mendukung ekonomi Indonesia.

Pada acara UOB Media Literacy Circle di Jakarta, Rabu, 24 April 2024, berbagai pembicara dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) seperti Halimatus Sadiyah, Direktur Pelaksanaan Edukasi Keuangan, dan Najeela Shihab, seorang psikolog dan pendidik, memberikan wawasan tentang pentingnya literasi keuangan. 

Vera Margaret, Head of Deposit and Wealth Management UOB Indonesia, juga memberikan kontribusi dengan membahas strategi perencanaan keuangan yang efektif.

Menurut survei dari OJK, terdapat peningkatan signifikan dalam indeks literasi dan inklusi keuangan di Indonesia dalam tiga tahun terakhir. 

Pada tahun 2022, indeks literasi keuangan naik menjadi 49,68% dari 38,03% pada tahun 2019, sementara indeks inklusi keuangan meningkat menjadi 85,1% dari 76,2%. Meskipun terjadi peningkatan, masih ada kesenjangan yang perlu diatasi antara literasi dan inklusi keuangan.

Halimatus Sadiyah dari OJK menyatakan bahwa pihaknya terus berupaya untuk meningkatkan literasi keuangan melalui edukasi dan kolaborasi dengan berbagai pihak. 

“Kami juga telah membangun infrastuktur seperti lmsku.ojk.go.id agar masyarakat dapat belajar mandiri dengan mengakses platform secara gratis yang berisikan materi-materi jasa keuangan, perencanaan keuangan, serta konten minisite untuk tips yang relate seputar keuangan. Dari sisi inklusi kami punya program yang mendukung pemerintah yaitu 1 rekening 1 pelajar, serta ada tim percepatan akses keuangan daerah dan lainnya,” ujar Halimatus.

OJK berharap dengan peningkatan literasi dan inklusi keuangan, masyarakat akan menjadi lebih sadar dalam mengelola keuangan pribadi dan transaksi digital. 

Baca Juga: Bekerja untuk Pinjol Ilegal, 195 Kontak Debt Collector Diblokir OJK

Hal ini penting untuk menghindari risiko terjerat dalam pinjol ilegal. Pendidikan keuangan yang baik akan membantu individu memahami perbedaan antara kebutuhan dan keinginan serta mengatur keuangan dengan bijak.

Dalam konteks ini, inklusi keuangan bukan hanya tentang akses tetapi juga tentang bagaimana masyarakat menggunakan dan memanfaatkan layanan keuangan dengan tepat. 

Dengan meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, diharapkan Indonesia dapat mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Dengan demikian, Bank UOB Indonesia berkomitmen untuk terus mendukung upaya pemerintah dan regulator dalam membangun budaya keuangan yang sehat dan inklusif di Indonesia. 

Melalui edukasi dan kolaborasi yang kuat dengan berbagai pihak, diharapkan generasi muda Indonesia dapat membangun masa depan keuangan yang lebih stabil dan berkelanjutan.

Najeela Shihab, seorang psikolog dan pendidik yang juga pendiri Sekolah Cikal, memandang rendahnya literasi keuangan sebagai bagian dari masalah yang lebih luas: rendahnya literasi di berbagai aspek kehidupan. 

Menurutnya, bukan hanya literasi keuangan yang kurang di Indonesia, namun kemampuan literasi dan numerasi anak-anak di negara ini juga masih rendah, terutama di kalangan keluarga dengan latar belakang ekonomi yang kurang mampu.

Najeela mengatakan, ketidakmampuan dalam literasi keuangan bukan hal yang mengejutkan. Banyak anak di Indonesia yang belum memiliki kemampuan literasi dan numerasi yang memadai. Masalah literasi seringkali lebih serius di kalangan sosial-ekonomi bawah.

Najeela juga menyoroti paradoks antara rendahnya literasi masyarakat dengan tingginya akses terhadap layanan keuangan. 

Meskipun masyarakat memiliki akses yang lebih mudah ke layanan keuangan, namun mereka seringkali tidak siap untuk mengoptimalkan manfaat dari akses tersebut. Hal ini tidak hanya terjadi dalam literasi keuangan, tetapi juga dalam literasi digital.

“Kita punya akses yang tidak terbatas, tetapi kesiapan setiap individu untuk mendapatkan manfaat optimal tidak ada. Ini tidak hanya literasi keuangan saja, literasi digital juga. Kemampuan untuk mengoptimalkan teknologi belum setinggi yang diharapkan. Kualitas hubungan dalam keluarga sangatlah menentukan kemampuan seseorang untuk punya literasi yang baik,” ungkap Najeela.

Sementara itu, Vera Margaret dari UOB Indonesia memberikan pandangan tentang pentingnya perencanaan keuangan yang baik. 

Vera menekankan bahwa masyarakat harus memperhatikan proporsi antara pendapatan dan pengeluaran. Menurutnya, sekitar 70-85% dari pendapatan seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan dasar seperti tempat tinggal, makanan, dan hutang.

Vera menyebutkan bahwa pada umumnya seseorang diajarkan untuk menyisihkan sebagian pendapatan untuk tabungan atau investasi. 

Namun, prioritas harus diberikan pada kebutuhan dasar. Sebaiknya sisihkan 10-20% untuk tabungan darurat agar tidak terpaksa meminjam uang saat mendapat kebutuhan mendesak.

Vera juga menekankan pentingnya mempertahankan gaya hidup yang sesuai dengan pendapatan dan selalu disiplin dalam menabung. Masyarakat perlu mencatat pengeluarannya untuk memahami pola pengeluaran mereka.

“Lalu juga kita tidak perlu mengganti keinginan karena itu penting untuk memotivasi kita growing to the next level, tetapi alokasinya cukup 5-10%. Jadi tidak ada keinginan kita untuk gunakan pinjaman apalagi ke pinjol ilegal,” tutur Vera.

Dalam membantu nasabahnya merencanakan keuangan, UOB menerapkan pendekatan yang mereka sebut Risk-First. 

Pendekatan ini menekankan pentingnya keseimbangan antara risiko dan imbal hasil. Ada tiga langkah utama dalam pendekatan ini: melindungi kekayaan dari risiko yang tidak terduga, membangun kekayaan melalui investasi yang stabil, dan meningkatkan pertumbuhan investasi dengan memanfaatkan peluang pasar.