<p>Sejumlah pekerja tengah menyelesaikan pembuatan furniture di PT Funisia Perkasa, Juru Mudi Baru Kecamatan Benda, Kota Tangerang, Banten, Selasa 13 Oktober 2020. Dimasa pandemi walaupun pasar lokal sedikit berkurang namun pemintaan dari pasar ekspor cukup tinggi meski terkendala dalam proses pengiriman. Pengusaha berharap agar pemerintah bisa tetap mendukung dan memperhatikan sektor industri ini khususnya dalam hal ekspor produk. Foto: Panji Asmoro/TrenAsia</p>
Industri

Penurunan Suku Bunga Acuan Tak Mampu Ungkit Kinerja Sektor Riil

  • JAKARTA – Sejumlah insentif dari pemerintah untuk pelaku industri dinilai belum mampu menstimulus peningkatan kinerja usaha. Termasuk di dalamnya adalah relaksasi kredit dan penurunan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR). “Pada kenyataannya relaksasi kredit lebih berperan sebagai pengurang beban dibanding sebagai stimulan bagi sektor riil,” kata Shinta W. Kamdani, Wakil Ketua […]

Industri

Ananda Astri Dianka

JAKARTA – Sejumlah insentif dari pemerintah untuk pelaku industri dinilai belum mampu menstimulus peningkatan kinerja usaha. Termasuk di dalamnya adalah relaksasi kredit dan penurunan suku bunga acuan atau BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR).

“Pada kenyataannya relaksasi kredit lebih berperan sebagai pengurang beban dibanding sebagai stimulan bagi sektor riil,” kata Shinta W. Kamdani, Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) dalam diskusi virtual, Kamis, 26 November 2020.

Lantaran, esensi biaya pinjaman pelaku usaha tidak berkurang secara signifikan. Shinta juga menyebut hampir tidak ada korelasi antara stimulus dan penurunan suku bunga acuan terhadap rata-rata suku bunga acuan kredit koperasi pada 10 bank penyalur kredit terbesar.

Sebelum pandemi COVID-19, rerata suku bunga dasar kredit (SBDK) koperasi sebesar 9,94%. Sementara bunga acuan sebesar 5%. Pada posisi terakhir Oktober 2020, suku bunga acuan sudah turun 1%, tetapi SBDK koperasi hanya turun rata-rata 0,3%.

“Ini perlu jadi perhatian ya kenapa penurunan suku bunga acuan tidak menarik minat kredit sektor riil,” tambah Shinta.

Di sisi lain, perbankan saat ini lebih ketat menyeleksi debitur untuk menghindari lonjakan kredit macet atau non performing loan (NPL).

Selain kurangnya dampak stimulus, Shinta juga mengatakan bahwa kekurangan lain dari program pemerintah adalah terkait pemerataan sosialisasi. Hal ini didukung oleh data Bank Dunia yang menyatakan dari 850 perusahaan nasional, hanya 7% yang menerima insentif pemerintah.

Sebanyak 53% dari 93% perusahaan yang tidak mendapat insentif mengaku tidak mengetahui informasi stimulus yang ada.

Inilah yang kemudian menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah bersama dengan APINDO untuk mengoptimalkan penyaluran insentif ke dunia usaha.