Judi Online merupakan jenis perjudian yang dilakukan di Internet meliputi Poker Virtual, Kasino, dan Taruhan Olahraga dan lain sebagainya
Rumah & Keluarga

Penyalahgunaan Gadget Benar-Benar Jadi Masalah untuk Anak

  • Berdasarkan data demografi, pemain judi online merupakan usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari pemain, dengan total 80.000. Sebaran pemain usia 10 tahun hingga 20 tahun sebanyak 11% atau kurang lebih 440.000 orang.

Rumah & Keluarga

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Ai Maryati Solihah, menyampaikan kekhawatiran yang mendalam terkait meningkatnya kasus anak korban pornografi dan kejahatan siber. 

Sejak tahun 2021 hingga 2023, KPAI telah menerima 481 pengaduan anak korban pornografi dan cyber crime. Selain itu, terdapat 431 kasus anak korban eksploitasi dan perdagangan.

Menurut Ai Maryati Solihah, penyebab utama dari meningkatnya kasus ini adalah penyalahgunaan media teknologi dan informasi serta dampak buruk internet yang tidak sesuai dengan fase tumbuh kembang anak. 

"Mayoritas kasus tersebut terjadi karena menyalahgunakan media teknologi dan informasi, serta akibat dari dampak buruk internet dan penggunaan gadget yang tidak sesuai dengan fase tumbuh kembang anak," ungkapnya melalui siaran pers KPAI, dikutip Jumat, 26 Juli 2024.

Eksploitasi Ekonomi dan Seksual Anak

Dalam laporan KPAI, data menunjukkan bahwa anak-anak paling rentan menjadi korban eksploitasi ekonomi dan seksual serta korban kejahatan pornografi dari dunia maya. 

Kasus prostitusi online, eksploitasi ekonomi, serta anak korban pornografi atau Children Sexual Abuse Material (CSAM) menjadi fenomena yang sering diadukan ke KPAI. Fenomena tindak pidana perdagangan orang (TPPO) melalui online dengan bentuk eksploitasi seksual dan ekonomi serta pornografi dan cyber crime lainnya menjadi isu utama.

"Beberapa permasalahan yang menimpa anak-anak Indonesia dalam pengaduan ke KPAI antara lain terjadi karena adanya fenomena tindak pidana TPPO yang menyasar anak melalui online dengan bentuk eksploitasi seksual dan ekonomi serta pornografi dan cyber crime lainnya," jelas Ai Maryati Solihah.

Transaksi Keuangan Mencurigakan dan Tindak Pencucian Uang

KPAI juga menyoroti permasalahan transaksi keuangan mencurigakan yang terkait dengan eksploitasi anak. Banyak kasus yang sulit diselesaikan akibat rumitnya dugaan eksploitasi anak menggunakan tindak pencucian uang. Minimnya perspektif "follow the money" dalam tindak kejahatan ini menambah kompleksitas masalah.

"Adanya kecenderungan penggunaan transaksi hasil jual beli eksploitasi dan pornografi anak/CSAM menggunakan penyedia jasa keuangan menggunakan uang digital yang memudahkan tipu daya menggunakan anak seperti melalui e-wallet, e-money, uang digital, kripto," tambah Ai Maryati Solihah. 

Transaksi ini seringkali dilakukan menggunakan mata uang Rupiah, USD, dan Euro, yang semakin mempersulit penelusuran.

Peran PPATK dan Pentingnya Perlindungan Anak di Ranah Daring

Dalam laporannya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) menyampaikan bahwa perputaran uang mencapai Rp114 miliar yang dihasilkan dari TPPO dan pornografi anak. PPATK juga mencatat ada 168 juta transaksi judi online dengan total akumulasi perputaran dana mencapai Rp327 triliun sepanjang tahun 2023. Korban dari masyarakat tidak hanya orang dewasa tetapi juga anak-anak.

"Berdasarkan data demografi, pemain judi online merupakan usia di bawah 10 tahun mencapai 2% dari pemain, dengan total 80.000. Sebaran pemain usia 10 tahun hingga 20 tahun sebanyak 11% atau kurang lebih 440.000 orang," jelasnya.

Upaya KPAI dan PPATK dalam Menangani Masalah

KPAI berkomitmen untuk memastikan perlindungan anak di ranah daring dengan menggandeng berbagai lembaga strategis seperti PPATK. 

Salah satu upaya yang dilakukan adalah menginisiasi Nota Kesepahaman sebagai wujud komitmen dan kolaborasi terhadap perlindungan anak dalam konteks kejahatan pencucian uang yang melibatkan anak.

"Nota Kesepahaman ini dimaksudkan sebagai landasan dan pedoman dalam pelaksanaan kerja sama sesuai dengan tugas, fungsi, dan wewenang KPAI dan PPATK dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang melibatkan anak," jelas Ai Maryati Solihah.

Mendorong Advokasi dan Edukasi Publik

KPAI melihat upaya advokasi yang perlu dilakukan antara lain mekanisme sistem pelaporan dari lembaga pengaduan perlindungan anak kepada PPATK dan aparat penegak hukum. Selain itu, penting untuk membangun akselerasi koordinasi, sinergi, dan implementasi dugaan laporan transaksi keuangan mencurigakan dengan aparat penegak hukum.

"Selain itu, meningkatkan pemahaman dan edukasi publik pada penyedia jasa keuangan maupun masyarakat untuk memiliki SDM yang berperspektif perlindungan anak dan mendorong penyediaan sistem monitoring dan pengaduan pada penyedia dan penyelenggara jasa keuangan dalam mekanisme perlindungan anak, terutama pada platform uang digital," tambahnya.

Hari Anak Nasional 2024: Momentum untuk Bertindak

Dalam momentum Hari Anak Nasional 2024, KPAI dan PPATK mengajak pemerintah pusat dan daerah untuk menjadikan perlindungan anak di ranah daring sebagai program prioritas. Hal ini penting untuk menguatkan regulasi dan program literasi digital yang menyasar seluruh lapisan masyarakat.

"Salah satu upaya nyata KPAI adalah memberikan masukan dan usulan kebijakan dalam RPP Tata Kelola Perlindungan Anak dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik (PAPSE) sebagai bentuk tanggung jawab negara hadir memberi jaminan kebijakan perlindungan anak-anak dalam sistem elektronik kita," tutup Ai Maryati Solihah.

Kesimpulan

Kasus eksploitasi dan kejahatan siber yang melibatkan anak terus meningkat seiring perkembangan teknologi dan internet. KPAI bersama PPATK berupaya keras untuk mengatasi masalah ini melalui berbagai langkah preventif dan kolaboratif. Perlindungan anak di ranah daring menjadi tanggung jawab bersama, dan dengan kerja sama yang baik antara berbagai pihak, diharapkan dapat tercipta lingkungan digital yang aman dan sehat bagi anak-anak Indonesia.