Penyelidikan Pembantaian Khan Younis Hadapi Berbagai Hambatan
- ICC telah meminta penyelidikan mendalam atas pembantaian di Khan Younis, Gaza. Namun menghadapi kendala seperti pembatasan akses ke Gaza dan tekanan anggaran.
Dunia
JAKARTA — Pengadilan Kriminal Internasional atau International Criminal Cort (ICC) telah meminta penyelidikan mendalam terhadap pembantaian yang baru-baru ini terjadi di Khan Younis, Gaza.
Hakim Fouad Baker, salah satu anggota Asosiasi Pengacara ICC, mengungkapkan kepada Al Mayadeen pada hari Selasa bahwa ICC berencana memanfaatkan citra satelit dan kecerdasan buatan dalam proses investigasi.
Dilansir dari laman Al-Mayadeen Selasa 10 September 2024, pasukan pendudukan Israel melancarkan serangan udara di kamp pengungsian padat di wilayah al-Mawasi, Khan Younis, menewaskan sedikitnya 40 warga Palestina dan melukai puluhan lainnya.
Dalam menanggapi kejadian ini, Baker menjelaskan bahwa meskipun ICC berencana menggunakan teknologi modern seperti kecerdasan buatan dan satelit, penting untuk diingat bahwa penyelidikan lapangan tidak bisa sepenuhnya digantikan oleh teknologi. Kedua metode ini, menurutnya harus saling melengkapi.
Anggota Asosiasi Pengacara itu juga mengungkapkan bahwa ICC menghadapi kendala serius dalam melaksanakan penyelidikan. Penggunaan satelit dan akses ke Jalur Gaza telah terhalang, membatasi kemampuan pengadilan untuk mengumpulkan bukti secara langsung di lapangan. "Kami menolak untuk hanya mengandalkan kecerdasan buatan dalam penyelidikan pembantaian ini," ucapnya.
Selain itu, Baker mengungkapkan bahwa ICC menghadapi tekanan dari negara-negara penyandang dana, yang mengancam akan melemahkan penyelidikan melalui tekanan anggaran.
Salah satu hambatan utama yang dihadapi ICC adalah bahwa hanya ada satu orang di pengadilan yang bertanggung jawab menangani kasus-kasus terkait Asia, termasuk masalah Palestina.
Dalam hal tekanan terhadap ICC, Baker menyatakan banyak pengacara dan hakim yang terlibat dalam kasus ini telah menghadapi ancaman dan intimidasi, termasuk peretasan telepon.
Dia mengingat ancaman yang diterima Jaksa ICC Karim Khan, termasuk ancaman terhadap anak-anaknya, serta ancaman serupa yang diterima Jaksa ICC sebelumnya, Fatou Bensouda. Bensouda bahkan mengalami sanksi dan ancaman terhadap suaminya setelah mengindikasikan kemungkinan penyelidikan.
Pernyataan mencerminkan kekhawatiran Jaksa ICC Karim Khan, yang baru-baru ini menyampaikan bahwa ICC menghadapi tekanan dari AS terkait penyelidikan terhadap kekejaman Israel di Gaza.
Dalam wawancara dengan Yomiuri Shimbun surat kabar dari Jepang, Khan mengungkapkan bahwa pejabat ICC telah menerima ancaman pribadi dari pendukung Israel. Di lain sisi, Jepang sebagai negara penyandang dana terbesar ke ICC, Jaksa ICC itu meminta kerjasama negara Jepang untuk mempengaruhi Amerika Serikat.
Menurut Sergey Vasiliev, seorang profesor di Fakultas Hukum Universitas Amsterdam, ketika ICC mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap seseorang, seluruh 124 negara penandatangan pengadilan tersebut wajib menangkap dan menyerahkan individu tersebut jika mereka menginjakkan kaki di wilayah mereka.
Akan tetapi, negara yang bukan merupakan pihak dalam Statuta Roma pendirian ICC, seperti Israel dan AS, tidak memiliki kewajiban seperti itu. Vasiliev menekankan bahwa kerja sama negara sangat penting, karena ICC tidak memiliki kepolisian sendiri.
“Oleh karena itu, jika dan ketika keputusan surat perintah penangkapan dikeluarkan, pengadilan akan mengirimkan permintaan penangkapan dan penyerahan orang tersebut ke negara manapun di wilayah tempat mereka berada,” ucapnya.