s-400 rusia.jpg
Dunia

Perang Tak Kunjung Usai, Rusia Disebut Alami Deindustrialisasi

  • Bank Sentral Finlandia menyatakan bahwa saat ini Rusia tengah mengalami deindustrialisasi.

Dunia

Rizky C. Septania

MOSKOW- Bank Sentral Finlandia menyatakan bahwa saat ini Rusia tengah mengalami deindustrialisasi. Hal ini terjadi sebagai buah dari sanksi yang dijatuhkan pada negara barat. Ini tentunya dinilai akan berdampak pada kondisi ekonomi negara pecahan Uni Soviet tersebut dalam jangka panjang.

Sebagaimana diketahui, pada 2022, Rusia disebut mengalami guncangan ekonomi setelah meluncurkan invasinya ke Ukraina. Meski demikian, Produk Domestik Bruto atau PDB Rusia rupanya lebih tangguh dari yang dibayangkan.

Penasihat senior Bank Finlandia, Laura Solanko mengatakan PDB Rusia tahun lalu hanya menyusut sebesar 2,1%.

Meski turun dalam jumlah yang kurang signifikan, Solanko mengatakan bahwa sanksi tersebut terus membebani ekonomi. Alhasil, Solanko memprediksi bisnis di Rusia akan beralih ke input yang lebih rendah atau lebih mahal dengan beberapa beralih dari teknologi tinggi ke teknologi rendah.

Akibatnya, ekonomi Rusia telah mengalami transformasi struktural menjadi lebih mandiri dan dikendalikan oleh negara.

"Kremlin harus menemukan substitusi impor dan menyimpang dari mitra yang dianggap pemerintah sebagai negara yang tidak bersahabat yang mewakili lebih dari 50% ekonomi global," kata Solanko sebagaimana dikutip TrenAsia.com dari Insider Senin, 3 Januari 2023.

Solanko menambahkan, kebijakan seperti itu hanya dapat berhasil dengan investasi besar dalam produksi dalam negeri untuk menggantikan impor yang hilang serta pembangunan jaringan transportasi baru ke timur dan selatan.

"Karena sumber daya terbatas, ini berarti lebih sedikit investasi di sektor lain, termasuk area yang berpotensi lebih produktif," ujar Solanko.

Jika perang berlanjut, Rusia pasti akan mengalokasikan lebih banyak investasi yang mendukung upaya invasi brutal pemerintah.

“Ini berlaku tidak hanya untuk kompleks industri militer. Tetapi juga untuk banyak sektor yang mendukung upaya perang, termasuk tekstil, makanan, dan obat-obatan.  Rusia terjebak di jalur untuk menurunkan potensi pertumbuhan dan masa depan ekonomi yang suram," pungkasnya.