
Perbandingan Kinerja Instrumen Investasi di Tengah Tekanan Ekonomi Global: Dari Pandemi ke Tarif Trump
- Pandemi COVID-19 memicu guncangan simultan pada rantai pasok global, permintaan konsumen, dan sektor keuangan. Ketidakpastian tinggi mendorong investor beralih dari aset berisiko ke aset aman.
Rekomendasi
JAKARTA - Ketika dunia diguncang oleh ketidakpastian ekonomi, para investor cenderung mencari "safe haven" atau instrumen investasi yang dapat mempertahankan nilai. Dua momen besar dalam sejarah terbaru—pandemi COVID-19 (2020) dan kebijakan tarif resiprokal Donald Trump yang mencuat kembali pada 2025—memberikan gambaran menarik tentang bagaimana berbagai instrumen investasi bereaksi dalam tekanan ekonomi global.
Artikel ini akan membandingkan kinerja emas, saham, obligasi, deposito, dan aset kripto dalam dua periode tersebut.
- Investasi Emas Antam vs Saham ANTM: Mana Lebih Menarik?
- Arus Balik, Okupansi Kereta Jarak Jauh Tembus 106 Persen
- Ajukan Tempe, Ini Warisan Budaya Takbenda RI yang Telah Diakui UNESCO
1. Pandemi COVID-19 (2020): Guncangan Ekonomi Global Serentak
Pandemi COVID-19 memicu guncangan simultan pada rantai pasok global, permintaan konsumen, dan sektor keuangan. Ketidakpastian tinggi mendorong investor beralih dari aset berisiko ke aset aman.
Kinerja Instrumen Investasi di 2020:
Instrumen | Kinerja Umum | Catatan Penting |
---|---|---|
Emas | Naik ~25% sepanjang tahun | Menjadi aset safe haven utama. Harga emas mencapai rekor tertinggi US$2.070/oz pada Agustus 2020. |
Saham | Awalnya jatuh, lalu pulih | Indeks S&P 500 sempat turun 34% (Feb–Maret), namun pulih karena stimulus masif. |
Obligasi Pemerintah | Cenderung menguat | Yield turun drastis (misalnya US Treasury 10Y dari 1.8% ke 0.6%) karena permintaan tinggi. |
Deposito | Stabil, tapi imbal hasil turun | Suku bunga acuan dipangkas. Imbal hasil sangat rendah, bahkan mendekati 0%. |
Kripto (Bitcoin) | Awalnya anjlok, lalu naik tajam | BTC turun ke ~US$5.000 pada Maret, lalu melonjak ke ~US$29.000 akhir tahun karena narasi “emas digital”. |
2. Tarif Resiprokal Donald Trump (2025): Friksi Dagang Global Kembali
Kebijakan Donald Trump yang menerapkan tarif resiprokal atas impor negara-negara mitra dagang besar seperti China dan Uni Eropa pada awal 2025 memicu kekhawatiran atas gelombang baru perang dagang. Ketidakpastian geopolitik dan kekhawatiran inflasi akibat kenaikan harga impor membuat pasar keuangan kembali bergejolak.
Kinerja Instrumen Investasi di 2025 (hingga Q1):
Instrumen | Kinerja Umum | Catatan Penting |
---|---|---|
Emas | Sedikit menguat | Investor kembali melirik emas sebagai pelindung nilai terhadap ketidakpastian geopolitik. |
Saham | Cenderung volatile | Indeks global seperti MSCI World dan Nasdaq terguncang oleh kekhawatiran biaya produksi dan gangguan perdagangan. |
Obligasi Pemerintah | Campuran | Yield sempat naik karena kekhawatiran inflasi, namun ketidakpastian mendorong kembali ke obligasi. |
Deposito | Tertinggal | Nilai tetap stabil, tapi tidak menarik dalam kondisi inflasi tinggi dan suku bunga riil negatif. |
Kripto (Bitcoin) | Menguat, tapi volatil | Bitcoin naik ke atas US$80.000 pada Q1 2025, dianggap sebagai lindung nilai terhadap devaluasi mata uang dan inflasi global. |
Baca Juga: Apa Itu “Hands Off!” Aksi Protes Kebijakan Trump
3. Perbandingan Langsung: 2020 vs 2025
Instrumen | 2020 (Pandemi COVID) | 2025 (Tarif Resiprokal Trump) |
---|---|---|
Emas | Reli kuat | Stabil naik |
Saham | Crash → Pulih | Cenderung tertekan |
Obligasi | Diminati → yield turun | Campuran, tergantung inflasi |
Deposito | Aman tapi tidak menarik | Imbal hasil kalah dari inflasi |
Kripto | Turun → Reli besar | Menguat meski volatil |

4. Analisis: Faktor-Faktor Penentu Kinerja
- Tingkat Ketidakpastian: Pada 2020, ketakutan terhadap pandemi dan lockdown global membuat investor lari dari risiko. Pada 2025, kekhawatiran lebih berfokus pada arah kebijakan ekonomi dan geopolitik.
- Inflasi dan Suku Bunga: Saat pandemi, tekanan deflasi lebih dominan. Tahun 2025 justru diwarnai kekhawatiran inflasi akibat tarif dan gangguan perdagangan.
- Respons Pemerintah & Bank Sentral: Stimulus besar-besaran pada 2020 mendongkrak reli saham dan kripto. Tahun 2025, respons kebijakan masih belum seagresif 2020.
- Promo Lebaran dari Whoosh: Diskon dan Tiket Gratis di 22 Destinasi Wisata
- Review Film Animasi Jumbo yang Tayang Lebaran 2025
- Daftar Negara yang Kena Tarif Impor Trump, Indonesia Kena 32 Persen
5. Kesimpulan: Tidak Ada Instrumen yang Selalu Unggul
Dalam tekanan ekonomi global, tidak ada instrumen investasi yang selalu jadi pemenang. Namun, diversifikasi tetap menjadi kunci:
- Emas dan Obligasi: Aman saat ketidakpastian meningkat.
- Saham dan Kripto: Bisa rebound cepat jika ada stimulus, tapi juga sangat volatile.
- Deposito: Stabil, tetapi kurang kompetitif saat inflasi tinggi.
Investor sebaiknya mempertimbangkan profil risiko, horizon investasi, dan konteks global sebelum menentukan portofolio. Belajar dari masa lalu bisa menjadi bekal penting untuk menghadapi masa depan yang tak menentu.