logo
Ilustrasi investasi.
Rekomendasi

Perbandingan Kinerja Instrumen Investasi di Tengah Tekanan Ekonomi Global: Dari Pandemi ke Tarif Trump

  • Pandemi COVID-19 memicu guncangan simultan pada rantai pasok global, permintaan konsumen, dan sektor keuangan. Ketidakpastian tinggi mendorong investor beralih dari aset berisiko ke aset aman.

Rekomendasi

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Ketika dunia diguncang oleh ketidakpastian ekonomi, para investor cenderung mencari "safe haven" atau instrumen investasi yang dapat mempertahankan nilai. Dua momen besar dalam sejarah terbaru—pandemi COVID-19 (2020) dan kebijakan tarif resiprokal Donald Trump yang mencuat kembali pada 2025—memberikan gambaran menarik tentang bagaimana berbagai instrumen investasi bereaksi dalam tekanan ekonomi global. 

Artikel ini akan membandingkan kinerja emas, saham, obligasi, deposito, dan aset kripto dalam dua periode tersebut.

1. Pandemi COVID-19 (2020): Guncangan Ekonomi Global Serentak

Pandemi COVID-19 memicu guncangan simultan pada rantai pasok global, permintaan konsumen, dan sektor keuangan. Ketidakpastian tinggi mendorong investor beralih dari aset berisiko ke aset aman.

Kinerja Instrumen Investasi di 2020:

InstrumenKinerja UmumCatatan Penting
EmasNaik ~25% sepanjang tahunMenjadi aset safe haven utama. Harga emas mencapai rekor tertinggi US$2.070/oz pada Agustus 2020.
SahamAwalnya jatuh, lalu pulihIndeks S&P 500 sempat turun 34% (Feb–Maret), namun pulih karena stimulus masif.
Obligasi PemerintahCenderung menguatYield turun drastis (misalnya US Treasury 10Y dari 1.8% ke 0.6%) karena permintaan tinggi.
DepositoStabil, tapi imbal hasil turunSuku bunga acuan dipangkas. Imbal hasil sangat rendah, bahkan mendekati 0%.
Kripto (Bitcoin)Awalnya anjlok, lalu naik tajamBTC turun ke ~US$5.000 pada Maret, lalu melonjak ke ~US$29.000 akhir tahun karena narasi “emas digital”.

 

2. Tarif Resiprokal Donald Trump (2025): Friksi Dagang Global Kembali

Kebijakan Donald Trump yang menerapkan tarif resiprokal atas impor negara-negara mitra dagang besar seperti China dan Uni Eropa pada awal 2025 memicu kekhawatiran atas gelombang baru perang dagang. Ketidakpastian geopolitik dan kekhawatiran inflasi akibat kenaikan harga impor membuat pasar keuangan kembali bergejolak.

Kinerja Instrumen Investasi di 2025 (hingga Q1):

InstrumenKinerja UmumCatatan Penting
EmasSedikit menguatInvestor kembali melirik emas sebagai pelindung nilai terhadap ketidakpastian geopolitik.
SahamCenderung volatileIndeks global seperti MSCI World dan Nasdaq terguncang oleh kekhawatiran biaya produksi dan gangguan perdagangan.
Obligasi PemerintahCampuranYield sempat naik karena kekhawatiran inflasi, namun ketidakpastian mendorong kembali ke obligasi.
DepositoTertinggalNilai tetap stabil, tapi tidak menarik dalam kondisi inflasi tinggi dan suku bunga riil negatif.
Kripto (Bitcoin)Menguat, tapi volatilBitcoin naik ke atas US$80.000 pada Q1 2025, dianggap sebagai lindung nilai terhadap devaluasi mata uang dan inflasi global.

Baca Juga: Apa Itu “Hands Off!” Aksi Protes Kebijakan Trump

3. Perbandingan Langsung: 2020 vs 2025

Instrumen2020 (Pandemi COVID)2025 (Tarif Resiprokal Trump)
EmasReli kuatStabil naik
SahamCrash →  PulihCenderung tertekan
ObligasiDiminati → yield turun Campuran, tergantung inflasi
DepositoAman tapi tidak menarikImbal hasil kalah dari inflasi
KriptoTurun →  Reli besarMenguat meski volatil
Perbandingan return tahunan instrumen invesasi 2020-2025. Sumber: Riset TrenAsia

4. Analisis: Faktor-Faktor Penentu Kinerja

5. Kesimpulan: Tidak Ada Instrumen yang Selalu Unggul

Dalam tekanan ekonomi global, tidak ada instrumen investasi yang selalu jadi pemenang. Namun, diversifikasi tetap menjadi kunci:

  • Emas dan Obligasi: Aman saat ketidakpastian meningkat.
  • Saham dan Kripto: Bisa rebound cepat jika ada stimulus, tapi juga sangat volatile.
  • Deposito: Stabil, tetapi kurang kompetitif saat inflasi tinggi.

Investor sebaiknya mempertimbangkan profil risiko, horizon investasi, dan konteks global sebelum menentukan portofolio. Belajar dari masa lalu bisa menjadi bekal penting untuk menghadapi masa depan yang tak menentu.