Ilustrasi Smelter RKEF PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA).
Energi

Perbandingan Mobil Listrik Vs Konvensional (Bagian IV): Hilirisasi Nikel dan BBM Rendah Sulfur

  • Pemerintah sepakat untuk membatasi perizinan pembanguna fasilitas peleburan (smelter) yang mengolah nickel pig iron dari nikel kelas 2 atau saprolite. N

Energi

Debrinata Rizky

JAKARTA - Ekosistem electric vehicle (EV) di dalam negeri nampaknya terus menjadi perhatian utama pemerintah. Bahkan Indonesia digadang-gadang berpotensi menjadi negara dengan ekosistem kendaraan listrik terbesar di dunia jika mau berusaha untuk menggenjot ekosistem ini.

Pasalnya RI memiliki potensi besar sumber daya nikel yang mencapai 25% cadangan dunia. Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus berfokus mendorong hilirisasi nikel guna mengembangkan ekosistem kendaraan listrik dari hulu hingga hilir. Lalu bagaimana Pemerintah menggenjot hilirisasi mineral pendukung EV di RI hingga kini?

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif pemerintah membuat hilirisasi mineral untuk mendukung EV dan energi baru terbarukan (EBT). Dukungan ini kata Arifin diperlukan agar pemanfaatan EBT dapat lebih efisien.

"Potensi nikel yang besar menjadi modal bagi pengembangan industri baterai untuk kebutuhan nasional dan global,"kata Arifin di Ditjen Migas pada Jumat, 2 Agustus 2024.

Adapun cadangan raw material nikel ore ini terdiri dari saprolite berjumlah 3, 35 miliar ton dan lomonite 1,67 miliar ton. Raw material ini merupakan bahan baku yang diolah menjadi beberapa jenis barang di antaranya baterai atau baja. Pemerintah sudah menyetujui Rencana Kerja dan Anggaran Biaya (RKAB) produksi nikel untuk 3 tahun mendatang sebesar 240 juta ton.

Kebutuhan pengembangan industri hilir terus digenjot dari nikel ore diubah menjadi nikel and cobalt sulfate (nikel sulfat) yang merupakan bahan utama penyusun prekusor katoda baterai listrik. Sayangnya industri hilir belum tersedia di dalam negeri.

Arifin menjelaskan, bahwa pemerintah memberikan insentif kepada badan usaha untuk membangun industri hilir, industri EV dan infrastruktur pendukungnya.

Nantinya jika industri hilir dalam negeri sudah terbangun maka produk EV seperti motor, mobil listrik hingga stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU) akan lebih masif dijangkau masyarakat.

Arifin menjelaskan hingga 2030 untuk menuju 20 juta kendaraan roda empat listrik memerlukan sekitar 780 GWh Di mana rencana tersebut berasal dari kapasitas smelter dalam negeri yang dapat memproduksi bahan baku setara dengan 373 GWh. Maka dari itu masih terdapat peluang untuk berinvestasi di EV battery sekitar 407 GWh.

Izin Smelter Nickel Pig Iron Dibatasi

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah sepakat untuk membatasi perizinan pembanguna fasilitas peleburan (smelter) yang mengolah nickel pig iron dari nikel kelas 2 atau saprolite. Nickel pig iron merupakan jenis feronikel yang berkadar rendah.

Produk yang tidak punya nilai tambah tinggi tersebut adalah nickel pig iron dan feronikel yang diproduksi smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) yang memproses nikel kelas II, saprolite, melalui metode pirometalurgi.

Arifin menegaskan kebijakan tersebut bukan moratorium izin smelter RKEF, namun pihaknya bersama Kementerian Perindustrian (Kemenperin) sepakat agar menghentikan sementara dan mengalihkannya kepada pembangunan smelter yang memproduksi bahan baku baterai.

Tantangan Percepatan Program KBLBB

Di Indonesia sendiri percepatan program ini masih menemukan beberapa kendala di antaranya belum tersedianya opsi dan industri kendaraan EV yang memadai.

Hal ini tentunya berdampak kepada pilihan model dan kelas harga yang belum komprehensif untuk pasar di Indonesia. Saat ini hanya wuling dan Hyundai yang menawarkan kendaraan EV. Selain itu belum terdapat produsen lokal yang hanya fokus EV end to end, sehingga menyulitkan percepatan perpindahan kendaraan listrik.

Alasan lainnya masih ada gap signifikan antara kapasitas  produksi dan peta jalan di mana saat ini belum ada produsen yang mencapai target TKDN 2024 sebanyak 60%. Menteri ESDM ini juga menjelaskan bahwa kapasitas produksi masih jauh dari target 2025  untuk mobil 29 ribu vs 400 ribu, sedangkan motor di angka 1,4 juta vs 6 juta unit.

Arifin mengakui insentif masih perlu disesuaikan guna menarik daya tarik investasi dalam negeri. Ia tak menampik jika negara tetangga menawarkan paket insentif yang menarik dibandingkan Indonesia.

Jika hal ini terus dibiarkan dapat membuat Indonesia beresiko hanya menjadi pasar impor jika tidak berhasil menarik investasi kendaraan listrik dalam negeri.

Sehingga para produsen kendaraan listrik di Indonesia meminta adanya kuota impor dan insentif fiskal yang dapat mendukung pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia.

Tak hanya insentifical para produsen kendaraan listrik meminta adanya insentif seperti pembebasan pajak dan bea masuk agar mudah berinvestasi di Indonesia. Hal ini juga termasuk ke dalam penyesuaian kriteria TKDN minimum untuk produksi mobil listrik di Indonesia. 

BBM Rendah Sulfur

Dalam transisi ke energi bersih pemerintah terus mengupayakan bahan bakar minyak (BBM) bersih. Terbaru Kementerian ESDM mengatakan kandungan sulfur menjadi salah satu kunci menekan emisi.

Sehingga BBM yang rendah sulfur diklaim lebih bersih dan ramah lingkungan. Implementasi BBM low sulphur sudah diterapkan pada bahan bakar diesel dengan merek dagang Pertamina Dex.

Namun sayangnya pemerintah nampak setegah-setengah dalam meluncurkan BBM ini. Kapan waktu peluncuran juga simpang siur padahal dengan adanya BBM dengan kandungan sulfur sebesar 50 ppm atau setara standar emisi Euro IV.

Sementara itu, Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengatakan pemerintah sedang mengkaji wilayah mana saja yang akan menggunakan BBM baru ini. Sasaran utamanya adalah masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah berpolusi tinggi.