Ilustrasi kredit perbankan.
Fintech

Perbankan Jadi Kontributor Utama Pendanaan Fintech Lending, Porsinya Capai 50 Persen

  • Pada tahun 2023, industri fintech P2P lending di Indonesia berhasil menyalurkan pinjaman sebesar Rp241,56 triliun. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran vital pemilik dana atau lender, yang memiliki sekitar 1,21 juta akun rekening pada akhir Desember 2023.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA – Sektor perbankan dalam negeri menjadi kontributor utama pendanaan fintech peer-to-peer (P2P) lending dengan porsi outstanding mencapai 50%.

Pada tahun 2023, industri fintech P2P lending di Indonesia berhasil menyalurkan pinjaman sebesar Rp241,56 triliun. Keberhasilan ini tidak terlepas dari peran vital pemilik dana atau lender, yang memiliki sekitar 1,21 juta akun rekening pada akhir Desember 2023. 

Jumlah ini mengalami peningkatan sebesar 21% dibandingkan dengan akhir tahun sebelumnya, yang mencatatkan 999.000 akun rekening.

Meskipun jumlah akun rekening lender meningkat, hanya sekitar 141.000 rekening yang masih memiliki piutang aktif melalui platform fintech P2P lending. Total piutang aktif pada Desember 2023 mencapai Rp 59,57 triliun. 

Para lender ini dapat berasal dari berbagai latar belakang, baik individu maupun institusi. Institusi-institusi tersebut meliputi perbankan, industri keuangan non-bank, koperasi, dan badan hukum lainnya. 

Dari pinjaman yang diberikan, setiap lender berhak mendapatkan manfaat berupa bunga atau imbal hasil dengan tingkat bervariasi, umumnya berkisar antara 15-24% pertahun.

Berdasarkan data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sektor perbankan domestik tetap menjadi kontributor terbesar dalam penyaluran dana pinjaman ke fintech P2P lending

Perbankan nasional mencatatkan piutang sebesar Rp 30,35 triliun pada Desember 2023, yang menyumbang 50,9% dari total outstanding pinjaman.

Pembagian lebih lanjut menunjukkan bahwa bank umum nasional memiliki piutang sebesar Rp28,25 triliun, sedangkan Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) masing-masing mencatat piutang sebesar Rp1,05 triliun dan Rp1,04 triliun.

Selain kontribusi dari sektor perbankan, ada alokasi yang cukup besar dari badan hukum lainnya dengan total piutang mencapai Rp 11,01 triliun. Sementara itu, lender perorangan mencatat piutang sebesar Rp6,02 triliun, dan sektor multifinance mencatat piutang sebesar Rp1,50 triliun.

Penting untuk dicatat bahwa para lender dari luar negeri juga memberikan kontribusi signifikan, terutama berasal dari sektor perorangan dan badan hukum. 

Lender individu dari luar negeri mencatat piutang sebesar Rp1,11 triliun sementara badan hukum lainnya mencatat piutang sebesar Rp8,81 triliun.

Kredit Macet Rp1,75 Triliun

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari OJK, data terbaru menunjukkan bahwa fintech lending yang tergolong sebagai kredit macet mengalami peningkatan signifikan pada bulan Desember 2023. 

OJK mengawasi tingkat kredit macet pinjol melalui tingkat wanprestasi (TWP) lebih dari 90 hari, yang berarti suatu pinjaman dianggap macet jika peminjam tidak dapat membayar utangnya selama lebih dari 90 hari sejak jatuh tempo.

Pada  Desember 2023, nilai kredit macet pinjol secara nasional mencapai Rp1,75 triliun, mengalami peningkatan sekitar Rp82 miliar dibandingkan dengan bulan November 2023, atau meningkat sebanyak 4,92% secara month-on-month (mtm). Selain peningkatan secara nominal, rasio kredit macet pinjol juga mencatatkan kenaikan. 

Sebelumnya, pada bulan November 2023, rasio kredit macet masih sebesar 2,81% dari total utang pinjol yang berjalan (outstanding loan). Namun, pada bulan Desember 2023, rasio tersebut meningkat menjadi 2,93%, sebagaimana terlihat pada grafik yang disajikan.

Hingga akhir tahun lalu, kelompok laki-laki menjadi pihak yang lebih banyak mengalami kredit macet pinjol, dengan total nilai gagal bayar utang mencapai Rp714,5 miliar. Sementara itu, pada kelompok perempuan, nilai kredit macetnya sebesar Rp589,7 miliar.

Ketika dianalisis berdasarkan usia peminjam, kasus kredit macet pinjol pada bulan Desember 2023 paling banyak terjadi pada kelompok usia 19-34 tahun, dengan total nilai gagal bayar utang mencapai Rp730 miliar, disusul oleh peminjam dari kelompok usia 35-54 tahun dengan nilai kredit macet sebesar Rp525,9 miliar.