Ilustrasi Pengguna Paylater.
Fintech

Perbankan Mulai Adu Bisnis Paylater, Bagaimana Prospeknya?

  • Bisnis buy now pay later (BNPL) atau paylater kini semakin diminati oleh industri perbankan.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Bisnis buy now pay later (BNPL) atau paylater kini semakin diminati oleh industri perbankan seiring dengan prospeknya yang cukup positif di dalam negeri.

Terbaru, PT Bank Central Asia Tbk (BCA/BBCA) telah merilis layanan Paylater BCA yang menawarkan kemudahan pengajuan dan proses cepat dibandingkan kartu kredit.

Paylater BCA memberikan limit kredit hingga Rp 20 juta dengan mekanisme pembayaran yang dapat diputar (revolving) serta pilihan tenor cicilan 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan dengan suku bunga sampai 2% flat per bulan.

BCA juga sedang mengadakan promo khusus, termasuk bunga 0% hingga 31 Januari 2024 untuk cicilan 1 dan 3 bulan, serta promo bunga 1,25% hingga 31 Maret 2024 untuk cicilan 6 dan 12 bulan.

Proses pengajuan Paylater BCA dapat dilakukan melalui aplikasi myBCA, dan transaksi dapat dilakukan melalui pemindaian quick response code Indonesian standard (QRIS) di aplikasi tersebut.

Masuknya BCA ke bisnis paylater pun meramaikan ekspansi perbankan ke produk keuangan yang trennya cukup positif beberapa waktu ke belakang ini.

Sebelumnya, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) juga telah memperkenalkan fitur paylater dalam aplikasi Livin' by Mandiri. Fitur Livin' Paylater ini dapat digunakan untuk pembiayaan berbagai kebutuhan nasabah di berbagai merchant.

Limit Livin' Paylater ini dimulai dari Rp 100.000 hingga maksimal Rp 20 juta dengan tenor 1 bulan, 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan, atau 12 bulan.

Kemudian, PT Bank BTPN Tbk pun pada akhir kuartal I-2023 telah merambah bisnis paylater melalui platform Jenius dengan menawarkan limit hingga Rp2,5 juta.

Lalu, ada juga PT Allo Bank Indonesia Tbk (BBHI) yang menawarkan layanan paylater dengan limit hingga Rp100 juta dengan tenor dari 1 bulan hingga 12 bulan.

PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) pun dikabarkan akan masuk ke bisnis serupa melalui platform digital banking OCTO Mobile.

Inisiasi BNGA untuk melebarkan sayap ke bisnis paylater didasari oleh target perseroan dalam menyasar kaum milenial, yang mana segmen tersebut memiliki minat yang cukup besar terhadap produk keuangan ini.

Prospek Bisnis Paylater

Sebuah penelitian kolaboratif antara International Data Corporation (IDC) Asia/Pacific dan 2C2P yang dirilis pada November 2021 mengindikasikan bahwa Indonesia akan memainkan peran sentral dalam penggunaan dompet digital dan paylater di Asia Tenggara.

Riset bertajuk IDC InfoBrief: How Southeast Asia Buys and Pays, Driving New Business Value for Merchants tersebut merinci proyeksi pertumbuhan transaksi platform dagang elektronik di kawasan Asia Tenggara hingga mencapai US$179,8 miliar atau setara dengan Rp2,8 kuadriliun dalam asumsi kurs Rp15.600 per-dolar Amerika Serikat (AS) pada tahun 2025.

Meskipun metode transaksi melalui kartu dan transfer bank masih mendominasi dengan nilai mencapai US$55,5 miliar, diperkirakan bahwa jenis pembayaran domestik akan mencapai US$50,5 miliar (Rp787,8 triliun), penggunaan dompet digital US$48,1 miliar (Rp750,36 triliun), dan paylater US$8,8 miliar (Rp137,28 triliun). Sementara itu, pembayaran tunai dan lainnya akan mencapai US$16,9 miliar (Rp263,64 triliun).

Riset ini juga mengungkapkan bahwa popularitas pembayaran digital akan beriringan dengan meningkatnya penggunaan platform dagang elektronik

Dalam hal penggunaan dompet digital, diperkirakan akan ada tambahan sekitar 250 juta pengguna baru di ASEAN pada 2025. Indonesia menjadi negara dengan peningkatan pengguna terbesar, yaitu sekitar 130 juta pengguna baru.

Terkait paylater, Indonesia juga disebut-sebut akan menjadi pasar terbesar untuk BNPL di Asia Tenggara pada 2025. Total belanja masyarakat dengan menggunakan paylater di e-commerce diproyeksikan meningkat hingga 8,7 kali lipat dibandingkan dengan tahun 2020.

Proyeksi nilai transaksi BNPL di Indonesia pun diperkirakan mencapai US$5,15 miliar (Rp80,34 triliun) pada 2025, yang akan menyumbang sekitar 58% dari total US$8,83 miliar (Rp137,74 triliun) jika ditambahkan dengan transaksi di lima negara ASEAN lainnya.

Seluruh nilai transaksi platform dagang elektronik di Indonesia tahun 2022 mencapai US$32 miliar (Rp499,2 triliun), dan diperkirakan akan terus meningkat hingga mencapai US$83 miliar (Rp1,29 kuadriliun) pada 2025.

Penggunaan kartu dan transfer bank di Indonesia diprediksi akan tetap stabil pada angka 29%. Namun, penggunaan dompet digital diproyeksikan akan meningkat dari 28% menjadi 32%, sementara paylater akan naik dari 2% menjadi 6% pada tahun 2025.