
Perdana Sejak Maret 2000, Indonesia Alami Deflasi Tahunan
- Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi secara tahunan atau year-on-year sebesar 0,09% pada Februari 2025. Deflasi secara tahunan itu menjadi yang pertama sejak Maret 2000. Diskon tarif listrik kembali menjadi penyebab utama deflasi.
Makroekonomi
JAKARTA—Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Indonesia mengalami deflasi secara tahunan atau year-on-year sebesar 0,09% pada Februari 2025. Deflasi secara tahunan itu menjadi yang pertama sejak Maret 2000. Diskon tarif listrik kembali menjadi penyebab utama deflasi.
Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti, mengatakan kali terakhir Indonesia mengalami deflasi year-on-year hampir 25 tahun yang lalu, dengan tingkat deflasi 1,1%. Secara tahunan, ada penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,58 pada Februari 2024 menjadi 105,48 pada Februari 2025.
“Deflasi year-on-year pernah terjadi pada bulan Maret 2000, disumbang oleh kelompok bahan makanan,“ ujar Amalia dalam konferensi pers di Jakarta, dikutip Antara, Senin, 3 Maret 2025. BPS sendiri mencatat deflasi sebesar 0,48% pada Februari 2025. Deflasi utamanya didorong diskon tarif listrik hingga 50% yang diberikan pemerintah pada Januari-Februari 2025.
Jika dilihat berdasarkan komponen, tingkat deflasi secara tahunan ini utamanya terjadi pada komponen harga diatur pemerintah. Selain tarif listrik, kelompok pengeluaran yang menyumbang deflasi bulanan terbesar adalah perumahan, air, ldan bahan bakar rumah tangga dengan deflasi sebesar 3,59% dan andil sebesar 0,52%.
Bahan Pangan Juga Jadi Faktor
Deflasi juga didorong penurunan harga beberapa pangan bergejolak. “Ini seperti daging ayam ras yang harganya turun sehingga memberikan andil deflasi sebesar 0,06 %, bawang merah dan cabai merah juga mengalami penurunan harga sepanjang Februari 2025 sehingga memberikan andil deflasi masing-masing sebesar 0,05% dan 0,04%,” ujarnya.
Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (FEB UI) sebelumnya telah memprediski Indonesia masih akan deflasi pada Februari 2025. Dalam laporan Inflasi Bulanan Februari 2025, deflasi diperkirakan masih terjadi karena diskon tarif listrik dan harga pangan.
Baca Juga: Apakah Token Listrik PLN Hangus Jika Tak Habis Dipakai di Masa Diskon? Ini Jawabannya!
“Inflasi secara bulanan diprediksi akan berada cukup rendah bahkan deflasi pada rentang minus 0,20% hingga 0,20%,” tulis laporan LPEM FEB UI. Selain itu, LPEM FEB UI memproyeksi tingkat inflasi secara tahunan pada Februari 2025 akan lebih rendah. Inflasi secara tahunan pada periode tersebut diprediksi antara 0,50% hingga 0,70%.
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede juga memproyeksikan deflasi bulanan berturut-turut akan terjadi pada Februari 2025. Josua mengatakan hal ini didorong oleh penurunan harga pangan. Josua menjelaskan, indeks harga konsumen atau IHK Indonesia pada Februari 2025 diperkirakan akan mengalami deflasi bulanan 0,08%. Josua menyebut tren deflasi bulanan dipicu penurunan harga pangan yang didorong peningkatan pasokan makanan.
Inflasi Bayangi Maret
Sementara itu, inflasi diprediksi akan kembali melonjak pada Maret 2025. Hal itu seiring momentum Ramadan dan berakhirnya diskon tarif listrik yang diberikan pemerintah pada Januari-Februari. Diskon tarif listrik menyebabkan IHK mengalami deflasi sebesar 0,76% secara bulanan pada Januari dan 0,48% pada Februari.
“Secara komponen, perumahan, air dan listrik itu deflasi 8,75% secara tahunan pada Januari, karena faktor diskon tarif listrik. Kalau kita menghilangkan faktor diskon itu, memang inflasi masih akan cenderung di atas 1,5%. Jadi memang ini benar-benar karena listrik,” ujar Head of Macroeconomics and Market Research PermataBank, Faisal Rachman, belum lama ini, dikutip dari Antara.
Dia menjelaskan inflasi akan meningkat pada Maret setelah diskon tarif listrik berakhir. Apalagi, Ramadan tahun ini jatuh pada Maret. Permintaan cenderung meningkat pada periode tersebut. PermataBank memproyeksikan inflasi Indonesia secara keseluruhan 2025 akan berada di kisaran 2%.