Peristiwa-Peristiwa Besar yang Menghantam Pasar Kripto Sepanjang 2022
- Oscar mengatakan, 2022 menjadi tahun yang sangat berat untuk para investor dan pelaku industri kripto.
Fintech
JAKARTA - Chief Executive Officer (CEO) Indodax Oscar Darmawan membagikan informasi mengenai peristiwa apa saja yang "menghantam" pasar kripto sepanjang 2022.
Informasi tersebut disampaikan Oscar melalui akun Instagram pribadinya, Rabu, 28 Desember 2022.
Oscar mengatakan, 2022 menjadi tahun yang sangat berat untuk para investor dan pelaku industri kripto.
- Kemenkeu: Pemerintah Tadah Rp6 Triliunan Tiap Bulan dari PPN 11 Persen
- Sepanjang Tahun 2022, 10 Emiten Perbankan Ini Paling Anjlok Sahamnya!
- IHSG Tumbuh 4,09 Persen Jelang Akhir Tahun, Tertinggi Kedua di Bursa ASEAN
"Sepanjang tahun 2022, Bitcoin mengalami koreksi hingga 62 persen dan sejak all time high (ATH) mengalami penurunan hingga 73,11 persen," ujar Oscar dikutip dari unggahan akun Instagram @oscardarmawan, Jumat, 30 Desember 2022.
Dikutip dari unggahan yang sama, berikut ini peristiwa-peristiwa yang dikatakan Oscar menjadi sentimen negatif untuk pasar kripto.
1. Tekanan Makroekonomi Global (Sepanjang 2022)
Tekanan makroekonomi yang dimaksud Oscar dalam hal ini adalah peristiwa-peristiwa yang berdampak kepada keputusan bank sentral Amerika Serikat (AS) alias The Federal Reserve (The Fed) untuk mengerek suku bunga.
Sejak Maret hingga Desember, The Fed telah menaikkan suku bunga sebanyak 7 kali dengan total kenaikan 425 basis poin.
Kenaikan suku bunga ini pun pada gilirannya melemahkan selera investor terhadap aset-aset berisiko, termasuk kripto.
2. Jatuhnya Aset Kripto Terra LUNA dan Terra USD (Mei 2022)
Ketika Terra USD (UST) sebagai stablecoin gagal menjaga kestabilannya, token Terra (LUNA) pun ikut ambruk.
Akibatnya, kapitalisasi pasar LUNA anjlok dari US$41 miliar (Rp639,27 triliun dalam asumsi kurs Rp15.592 perdolar AS) menjadi US$500 juta (Rp7,79 triliun) dalam jangka waktu 24 jam saja.
Keambrukan ini pun berdampak kepada melemahnya kepercayaan investor akan aset kripto karena aset berupa stablecoin yang seharusnya menjanjikan kestabilan malah anjlok.
3. Krisis Likuiditas Three Arrows Capital (Juni 2022)
Perusahaan dana lindung nilai (hedge fund) kripto Three Arrows Capital gagal memenuhi kewajiban untuk membayar pinjaman senilai lebih dari US$660 juta (Rp10,29 triliun) kepada perusahaan broker aset digital Voyager.
Secara terperinci, Three Arrows Capital gagal membayar pinjaman sebesar US$350 juta (Rp5,45 triliun) dalam bentuk stablecoin USD Coin (USDC) dan US$323 juta (Rp5,03 triliun) dalam bentuk 15.250 Bitcoin.
- Kaleidoskop 2022: 10 Peristiwa Nasional yang Jadi Trending Google Tahun 2022
- Irfan Setiaputra: Garuda Indonesia Tetap Terbang Tapi Harus Untung!
- Rekomendasi Film Netflix Terpopuler Bulan Desember 2022 di Indonesia
4. Kegagalan Celcius Network dalam Mengelola Aset (Juli 2022)
Perusahaan kripto di bidang pinjaman, Celcius Network, mengalami kegagalan dalam mengelola aset para nasabahnya yang dijanjikan imbal hasil hingga 18,6% pertahun.
Setelah kehancuran Terra, terjadi pengajuan penarikan aset yang meningkat secara drastis dari para nasabah.
Akan tetapi, Celcius Network tidak sanggup memenuhi permintaan penarikan dari para nasabah, apalagi nilai-nilai aset kripto sendiri mengalami anjlok setelah tragedi Terra.
5. Kebangkrutan Voyager Digital (Juli 2022)
Akibat anjloknya harga kripto yang terjadi secara drastis, Voyager Digital pun mengalami kebangkrutan.
Dalam pengajuan kebangkrutannya, Voyager memperkirakan bahwa ia memiliki lebih dari 100.000 kreditur, di antaranya sekitar US$1 miliar (Rp15,5 triliun) dan US$10 miliar (Rp155,9 triliun) di aset dan liabilitas dengan nilai yang sama.
6. Kejatuhan FTX (November 2022)
Bursa FTX tercatat memiliki utang sebesar US$3,1 miliar (Rp48,33 triliun) kepada 50 kreditur terbesarnya.
FTX beserta afiliasinya mengajukan kebangkrutan di Pengadilan Delaware pada 11 November sementara sekitar 1 juta pelanggan dan investor lainnya menghadapi kerugian yang mencapai miliaran dolar AS jika diakumulasi.
Sam Bankman-Fried selaku pendiri FTX disebut-sebut banyak pihak sebagai penyebab dari kebangkrutan perusahaannya sendiri karena kegagalan dalam mengelola investasi.