Perkembangan Kurs Rupiah Lebih Baik Dibanding Mata Uang Malaysia dan Korea
- Perkembangan nilai tukar rupiah dinilai BI lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Won Korea Selatan.
Nasional
JAKARTA - Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, menyampaikan bahwa perkembangan nilai tukar rupiah dinilai lebih baik dibandingkan dengan beberapa mata uang regional lainnya.
Dikatakan olehnya, nilai tukar rupiah hingga 16 Januari 2024 relatif stabil, hanya mengalami pelemahan sebesar 1,24% dari akhir Desember 2023.
Perry menjelaskan bahwa kebijakan stabilisasi yang diimplementasikan oleh Bank Indonesia, bersama dengan kembalinya aliran portofolio asing, telah berkontribusi pada stabilitas nilai tukar rupiah.
Hal ini sejalan dengan tetap menariknya imbal hasil aset keuangan domestik dan prospek ekonomi Indonesia yang tetap positif.
Dalam konteks ini, perkembangan nilai tukar rupiah dinilai lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti Ringgit Malaysia, Baht Thailand, dan Won Korea Selatan.
“Perkembangan nilai tukar rupiah tersebut relatif lebih baik dibandingkan dengan mata uang regional lainnya, seperti ringgit Malaysia, baht Thailand, dan won Korea Selatan yang masing-masing tercatat melemah sebesar 1,95%, 2,82%, dan 3,24%,” ujar Perry dalam konferensi pers Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI, Rabu, 17 Januari 2024.
- GoTo Financial Luncurkan Hardware Moka Prime untuk Dukung Aktivitas UMKM
- LX International Resmi Kuasai 60 Persen Saham Emiten Nikel (NICE)
- IKN Segera Groundbreaking Keempat, Ada Lembaga Negara-BUMN
Perry optimis bahwa nilai tukar Rupiah akan tetap stabil dan cenderung menguat. Keyakinan ini didukung oleh meredanya ketidakpastian global, kecenderungan penurunan yield obligasi negara maju, dan menurunnya tekanan penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Perry juga menyoroti kontribusi positif dari kebijakan stabilisasi Bank Indonesia serta penguatan strategi operasi moneter pro-market melalui optimalisasi instrumen Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valuta Asing Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valuta Asing Bank Indonesia (SUVBI). Ini bertujuan untuk menarik aliran masuk portofolio asing dan mendalami pasar uang.
Dalam upaya mencapai tujuan tersebut, Bank Indonesia terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah, perbankan, dan dunia usaha.
Hal ini diharapkan dapat mendukung implementasi instrumen penempatan valas Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) sesuai dengan PP Nomor 36 Tahun 2023.
- Siap-Siap Harga Sewa Mall Disebut akan Naik 2024
- Respons Pelni Soal Dugaan Korupsi di Perusahaan
- Saham ‘Terbakar’ Jadi Rp2 per Unit, BUMN Genggam 14% Saham SBAT
Selain itu, Perry menekankan bahwa BI terus meningkatkan respons kebijakan moneter dan melakukan inovasi untuk meningkatkan efektivitasnya.
Fokus utama respons kebijakan moneter ini melibatkan kebijakan suku bunga dan stabilisasi nilai tukar Rupiah.
Dalam rangka mendukung aliran masuk ke dalam negeri, Bank Indonesia juga terus mengoptimalkan instrumen moneter pro-market, seperti SRBI, SVBI, dan SUVBI, yang telah diterbitkan selama tahun 2023.
Hingga 16 Januari 2024, lelang SRBI dan SVBI mencapai masing-masing sebesar Rp296,03 triliun dan US$896,5 juta (Rp14,02 triliun dalam asumsi kurs Rp15.639 per-dolar AS).
Instrumen SRBI juga aktif diperdagangkan di pasar sekunder, dengan kepemilikan nonresiden yang mencapai Rp 75,44 triliun. Lelang SUVBI, sebagai instrumen moneter valas, juga telah mencapai US$244 juta (Rp3,8 triliun) hingga periode yang sama.