Perkembangan Penyelesaian Suspensi Saham Sritex (SRIL), Ada Kabar Baik?
- PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex menyampaikan perkembangan terbaru atas penyelesaian penyebab suspensi saham mereka. Emiten tekstil itu juga menyampaikan kondisi terkini perseroan terkait gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta restrukturisasi.
Korporasi
JAKARTA—PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL) atau Sritex menyampaikan perkembangan terbaru atas penyelesaian penyebab suspensi saham mereka. Emiten tekstil itu juga menyampaikan kondisi terkini perseroan terkait gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) serta restrukturisasi.
Informasi yang dihimpun TrenAsia, Sritex telah berkirim surat pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bursa Efek Indonesia (BEI) tertanggal 22 Juni 2024. Surat itu membahas tentang perkembangan penyelesaian penyebab suspensi serta salinan putusan peninjauan kembali Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Indonesia.
Direktur Keuangan Sritex, Welly Salam, mengatakan peninjauan kembali PKPU tertanggal 22 November 2022 telah diputus pada 30 Desember 2022 dengan menolak gugatan PT Bank QNB Indonesia Tbk.
“Dengan demikian, perseroan tetap menjalankan kegiatan usahanya karena permohonan pailit tersebut telah ditolak,” jelas Welly dalam keterangan tertulis, dikutip Senin, 24 Juni 2024.
Di sisi lain, restrukturisasi anak perusahaan Golden Mountain Pte Ltd di Singapura masih belum terselesaikan. Belum ada kesepakatan perdamaian dengan kreditur, yang menyebabkan Sritex belum dapat melanjutkan penetapan restrukturisasi di Amerika Serikat.
Pendapatan Menurun
Sritex sendiri tengah dibayangi potensi delisting akibat suspensi saham yang tidak kunjung dibuka. Hal itu seiring pendapatan SRIL yang menurun sepanjang 2023. Merujuk laporan keuangan per Desember 2023, SRIL mencatatkan penjualan bersih sebesar US$325,08 juta atau setara Rp5,01 triliun.
Angka ini turun 38,02% dibandingkan dengan 2022 yang sebesar US$524,56 juta. Pendapatan SRIL ditopang penjualan ekspor sebesar US$158,66 juta. Sedangkan penjualan lokal tercatat sebesar US$166,41 juta. Kedua segmen penjualan ini sama-sama turun sepanjang 2023.
Kondisi tersebut memaksa SRIL berencana melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) secara berkala hingga 2025 mendatang. Sritex mengklaim langkah pengurangan karyawan tersebut bertujuan untuk mendongkrak penjualan dan efisiensi biaya produksi.
Sebagai informasi, Sritex mencatatkan jumlah karyawan tetap sebanyak 14.138 orang per 31 Desember 2023. Jumlah ini turun dibandingkan dengan posisi tahun 2022 yang mencapai 16.370 karyawan.
Baca Juga: Dilema Sritex (SRIL), Antara PHK Karyawan dan Potensi Delisting Saham
Merujuk laporan keuangan yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia (BEI), 27 Mei 2024, SRIL mencatatkan beban imbalan kerja karyawan sebesar US$2,81 juta. Angka ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan beban pada tahun 2022 yang mencapai US$2,83 juta.
Kemudian untuk pembayaran gaji dan imbalan kerja karyawan adalah sebesar US$41,12 juta sepanjang 2023. Posisi itu lebih rendah dibandingkan dengan 2022 yang tercatat sebesar US$51,74 juta.
Kendala yang dialami perseroan membuat saham mereka dikunci BEI sejak 18 Mei 2021, atau sudah berlangsung tiga tahun. Akhir tahun lalu, BEI menyebut ada potensi delisting saham apabila Sritex tak kunjung membenahi kinerjanya.
Aturan delisting ditetapkan jika saham suatu perusahaan telah mengalami suspensi selama 24 bulan (dua tahun). Selain itu, saham tersebut menghadapi kondisi yang secara signifikan berdampak negatif terhadap kelangsungan usaha perusahaan, baik dari segi keuangan maupun hukum.
Kepemilikan saham SRIL sendiri masih didominasi PT Huddleston Indonesia selaku pemegang saham pengendali dengan kepemilikan 12,07 miliar saham atau setara 59,03%. Adapun kepemilikan masyarakat di Sritex sebesar 8,15 miliar saham atau setara 38,89%.