Perkuat Bisnis PLN, Erick akan Bentuk 2 Subholding Baru
- Erick Thohir menyampaikan bahwa pihaknya sedang merembuk rencana pembentukan dua subholding PT PLN (Persero) pada tahun ini.
Industri
JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir menyampaikan bahwa pihaknya sedang merembuk rencana pembentukan dua subholding PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN.
Pembentukan unit bisnis PLN tersebut ditargetkan rampung pada tahun ini sebagai upaya percepatan transformasi bisnis di tubuh produsen listrik nasional.
"Kita akan menuntaskan tahun ini. Enam bulan sebelum akhir tahun akan ada virtual calling seperti yang kita lakukan di Pelindo dan Pertamina dan full transisi kita harapkan di 2025, kalau bisa lebih cepat di 2024," katanya dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu, 19 Januari 2022.
- Survei BI: Kebutuhan Pembiayaan Koperasi Meningkat di Desember 2021
- Awal Mula Bitcoin, Pelopor Mata Uang Crypto yang Semakin Banyak Diminati
- Ini Desain Rumah yang Bakal Jadi Tren dan Banyak Dicari Tahun 2022
Erick mengatakan dua subholding yang akan dibentuk yaitu pertama, subholding ritel. Subholding ini hanya akan fokus mengurusi pelayanan ritel kepada konsumen listrik.
Yang kedua adalah subholding power plant atau pembangkit listrik. Subholding ini akan fokus pada pembangkit seperti batu bara, energi terbarukan (EBT) seperti angin, matahari, hydropower, geothermal dan energi lainnya.
"Kita memastikan penciptaan listrik yang berasal dari fosil atau dari sumber terbarukan menjadi roadmap yang bisa kita berikan sesuai agenda besar 2060 emisi nol," katanya.
Erick menambahkan, melalui pembentukan subholding pembangkit, nantinya PLN bisa memproduksi sumber energi lebih besar sehingga bisa menjualnya ke negara lain. Rencananya, PT PLN Batubara akan dimerger ke subholding ini.
"Ini kesempatan PLN bisa menjual listrik ke negara lain yang membutuhkan," imbuhnya.
Masih terkait subholding pembangkit, lanjut Erick, akan dilakukan transisi besar-besaran dengan memperhatikan sumber pendanaan karena pengembangan EBT membutuhkan biaya yang sangat besar.
Sementara PLN masih tersandera utang hingga Rp600 triliun, Erick mendorong agar subholding pembangkit nantinya mencari alternatif pendanaan melalui aksi korporasi, seperti penerbitan obligasi dan lainnya.
"Ini tidak berarti corporate action seakan-akan kita menjual aset negara," imbuhnya.
Selain membentuk dua subholding PLN, Erick mengatakan pihaknya juga berencana mendirikan satu institusi atau perusahaan baru yang berada di luar PLN yang fokus pada bisnis digital kelistrikan.
Kementerian BUMN dan pihak terkait akan melakukan benchmarking dengan beberapa negara mengenai prospek bisnis tersebut.
Sementara itu, lanjut dia, untuk PLN sendiri akan berdiri sebagai holding dan mengurus masalah transmisi listrik dan pemasaran.
"Transformasi PLN ini bukan seakan-akan kita mau meliberalisasi kelistrikan nasional, justru kita mau mentransformasi untuk memastikan pelayanan kelistrikan untuk masyarakat lebih baik," ungkap Erick.