uss bataan.jpg
Dunia

Perlahan Militer Amerika Kembali ke Teluk Persia

  • Washington sekali lagi melihat,  bahwa meskipun mudah untuk masuk ke Timur Tengah secara militer, sulit untuk keluar sepenuhnya.

Dunia

Amirudin Zuhri

JAKARTA-Ribuan Marinir Amerika didukung oleh jet tempur dan kapal perang perlahan membangun kehadiran di Teluk Persia. Ini adalah tanda bahwa meksi perang Amerika di kawasan itu mungkin akan berakhir, konfliknya dengan Iran atas program nuklirnya terus memburuk. Tanpa ada solusi yang terlihat.

Al Jazeera melaporkan Rabu 3 Agustus 2023, Amerika mengirimkan  USS Bataan yang membawa pasukan dan pesawat terbang ke Teluk. Selain itu juga pesawat tempur siluman F-35 dan jet tempur lainnya. Semua  dilakukan ketika Amerika ingin fokus pada China dan Rusia.

Washington sekali lagi melihat,  bahwa meskipun mudah untuk masuk ke Timur Tengah secara militer, sulit untuk keluar sepenuhnya. Terutama karena Iran diperkirakan terus memperkaya uranium lebih dekat dari sebelumnya ke tingkat senjata. Ini  setelah runtuhnya kesepakatan 2015 dengan kekuatan nuklir dunia.

Tidak ada tanda bahwa diplomasi akan segera menghidupkan kembali kesepakatan itu. Dan  Iran dalam beberapa pekan terakhir telah mengganggu bahkan  menyita kapal yang mencoba melewati Selat Hormuz. Sekitar 20% dari minyak dunia melewati jalur air sempit yang menghubungkan Teluk Persia ke dunia yang lebih luas.

Jelas ini  berfungsi sebagai peringatan bagi Amerika dan sekutunya bahwa Iran memiliki sarana untuk membalas. Terutama  karena sanksi Amerika mengakibatkan penyitaan kapal yang membawa minyak mentah Iran. 

Kekhawatiran atas penyitaan lain kemungkinan telah menyebabkan sebuah kapal yang diduga membawa minyak Iran terdampar di Texas. Ini  karena belum ada perusahaan yang membongkarnya.

Bagi Amerika  menjaga Selat Hormuz tetap terbuka untuk pengiriman tetap menjadi prioritas. Ini untuk memastikan harga energi global tidak melonjak. Terutama karena perang Rusia melawan Ukraina menekan pasar. Negara-negara Teluk Arab membutuhkan jalur air untuk membawa minyak mereka ke pasar. Dan sekaligus  mengkhawatirkan niat Iran di wilayah yang lebih luas.

Ketakutan itu telah memperkuat kehadiran lama Amerika di Teluk Persia.  Setelah serangan 11 September 2001, ada dua kapal induk Amerika yang berbeda berpatroli di Teluk. Mereka  menyediakan jet tempur untuk perang di Afghanistan dan Irak. Dan kemudian berlanjut dengan perang melawan ISIS.

Namun perlahan Pentagon mulai mengurangi kehadiran angkatan lautnya. Meninggalkan  jeda berbulan-bulan yang membuat negara-negara Teluk Arab terengah-engah dan para komentator khawatir tentang Iran. 

USS Nimitz berlayar keluar dari Selat Hormuz pada November 2020 sebagai kapal induk Amerika terakhir di Teluk Persia. Unit ekspedisi Marinir terakhir datang pada November 2021. Unit ekspedisi mariner —adalah sebuah armada yang membawa Marinir, pesawat terbang, dan kendaraan yang disiapkan untuk serangan amfibi.

Kekhawatiran Washington telah berubah sejak saat itu. Perang Rusia di Ukraina mengalihkan sebagian fokus Amerika kembali ke Eropa. China terus mendorong untuk menguasai lebih banyak Laut China Selatan, dan   Angkatan Laut Amerika menanggapi dengan peningkatan patroli.

Dalam beberapa bulan terakhir, militer Amerika kembali mulai meningkatkan kehadirannya di Timur Tengah.  Mereka melakukan patroli Selat Hormuz. Kekuatan  Inggris dan Prancis juga ada di wilayah tersebut. 

Pada akhir Maret, pesawat tempur A-10 Thunderbolt II tiba di Pangkalan Udara Al Dhafra di Uni Emirat Arab. Pentagon kemudian memerintahkan pesawat tempur F-16 serta kapal perusak USS Thomas Hudner untuk juga berangkat  ke wilayah tersebut. Jet tempur Stealth F-35A Lightning II tiba minggu lalu.

Sekarang Amerika akan memiliki bagian dari unit ekspedisi Marinir di wilayah tersebut untuk pertama kalinya dalam hampir dua tahun. Pengerahan ribuan Marinir dan pelaut terdiri dari USS Bataan dan USS Carter Hall. Sebuah kapal pendarat.

Kapal-kapal itu meninggalkan Norfolk, Virginia, pada 10 Juli 2023. Sebuah misi yang digambarkan Pentagon sebagai sebagai tanggapan atas upaya Iran baru-baru ini untuk mengancam arus bebas perdagangan di Selat Hormuz dan perairan sekitarnya. Bataan melewati Selat Gibraltar ke Laut Mediterania minggu lalu dalam perjalanan ke Timur Tengah.

Tanggapan Iran

Militer Amerika  belum membahas dengan tepat apa yang akan dilakukannya dengan peningkatan kehadiran di wilayah tersebut. Tetapi bagaimanapun pergerakan  tersebut telah menarik perhatian Iran. Dalam beberapa hari terakhir, Menteri Luar Negeri Iran Hossein Amir Abdullah  menelepon rekan-rekannya di Kuwait dan Uni Emirat Arab. Pada kesempatan itu dia  mengatakan bahwa “Kita dapat memiliki perdamaian, stabilitas, dan kemajuan di kawasan tanpa kehadiran orang asing.”

Panglima militer Iran Jenderal Abdolrahim Mousavi, mengatakan penyebaran Amerika hanya akan membawa ketidakamanan dan kerusakan ke wilayah tersebut. Menurutnya, selama bertahun-tahun, orang Amerika telah masuk dan keluar dari wilayah tersebut dengan mimpi yang tidak jelas.  Dan keamanan wilayah tersebut hanya akan bertahan dengan partisipasi negara-negara di kawasan itu.

Iran juga kembali memamerkan rudal jelajah Abu Mahdi yang pertama kali diluncurkan pada tahun 2020. Rudal  yang dapat digunakan untuk menargetkan kapal di laut hingga jarak 1.000 kilometer. 

Semua itu meningkatkan risiko konflik. Pembangunan kekuatan Amerika  di wilayah tersebut memang belum menghasilkan perang terbuka. Namun, kedua belah pihak telah berperang di masa lalu. 

Pada tahun 1988 Amerika menyerang dua kilang minyak Iran yang digunakan untuk pengawasan militer. Juga  menenggelamkan atau merusak kapal Iran. Sebuah  pertempuran laut terbesar Amerika sejak Perang Dunia II.

“Dengan terhentinya diplomasi dan Iran bersedia menjadi lebih agresif di laut, Amerika  tampaknya lagi mengandalkan kekuatan militer untuk meyakinkan Teheran agar menelepon kembali. Tetapi itu membuat sisa masalah di antara mereka di luar lautan terus memburuk,” tulis Al Jazeera.