Diskusi Industrial Talk yang digelar Master Program Prasetiya Mulya di Jakarta.
Finansial

Persaingan Semakin Kompleks, Ini Jurus Bank Digital supaya Tak ditinggal Nasabah

  • Tujuh tahun terakhir industri perbankan Indonesia diramaikan13 bank digital baru bentukan perusahaan bank, perusahaan layanan jasa keuangan, maupun perusahaan teknologi finansial. Dengan begitu persaingan untuk mempertahankan nasabah melalui berbagai produk layanan jadi semakin kompleks.
Finansial
Alvin Pasza Bagaskara

Alvin Pasza Bagaskara

Author

JAKARTA – Sekitar tujuh tahun terakhir industri perbankan Indonesia diramaikan dengan kehadiran 13 bank digital baru bentukan perusahaan bank, perusahaan layanan jasa keuangan, maupun perusahaan teknologi finansial. 

Menurut ahli pemasaran sekaligus Wakil Rektor I Universitas Prasetiya Mulya, Prof. Agus W. Soehadi fenomena itu didukung oleh situasi pandemi beberapa waktu lalu. Bahkan pada tahun depan, setidaknya ada lima bank digital baru yang akan hadir. Hal itu jelas mengakibatkan persaingan mempertahankan nasabah semakin ketat, lantaran bank konvensional juga gencar menghadirkan aplikasi perbankan digital mereka.

"Terjadi shifting perilaku nasabah, dari yang semula mengandalkan layanan bank di kantor cabang, kini mereka sudah terbiasa menggunakan layanan perbankan digital," ujarnya dalam diskusi Industrial Talk yang digelar Master Program Prasetiya Mulya di Jakarta, pekan lalu seperti dikutip Rabu 16 Agustus 2023.

"Ada berbagai kelebihan bank digital, seperti layanan yang lebih efisien dan tidak perlu mengantre, sehingga lebih menghemat waktu. Selain itu waktu operasional bank digital juga relatif tak terbatas, tersedia di mana saja dan kapan saja selama telepon seluler nasabah terhubung internet," tambah pria yang akrab disapa Agus ini.

Agus mengatakan, kebiasaan masyarakat menggunakan layanan bank digital ini akan terus berlanjut meski pandemi sudah berakhir. Hal itu yang membuat prospek bisnisnya masih sangat menjanjikan. Namun, dengan ketatnya persaingan, maka setiap perusahaan harus memikirkan strategi supaya bisa bertahan di industri.

"Tantangan ke depan perusahaan bank digital adalah menangkap perubahan selera pasar. Ini titik kritisnya," ujarnya. 

Ia melanjutkan, di era bisnis digital ini keputusan atas suatu produk atau layanan tidak lagi bergantung pada pemangku kebijakan di perusahaan. Justru, setiap keputusan terkait produk dan layanan harus kembali kepada selera konsumen. Dengan kondisi demikian, bank harus memikirkan strategi untuk membuat nasabah bertahan. 

“Cara lama seperti membakar uang untuk memberikan promosi atau benefit tertentu kepada nasabah sudah tidak terlalu efektif, dan tidak terlalu baik bagi keberlanjutan bisnis,” terangnya.

Kejelian itu perlu diterjemahkan dalam bentuk inovasi layanan dan produk. Oleh sebab itu, bank-bank digital masih berkompetisi dengan menghadirkan ekosistem layanan dan produk yang lengkap demi memenuhi kebutuhan setiap segmen konsumen.

“Beberapa bank juga sudah mengintegrasikan produk investasi dan dompet digital, sehingga nasabah mendapatkan pengalaman lengkap,” jelasnya.

Menurut Agus, inovasi perbankan digital perlu diarahkan kepada layanan dan produk yang lebih terpersonalisasi antara lain produk investasti perlu disesuaikan dengan kondisi keuangan nasabah. 

“Dengan begitu nasabah akan mendapatkan pengalaman yang lebih lengkap dan sesuai dengan profil mereka masing-masing.”

Peluang dan Tantangan Bank Digital

Senada dengan Agus, Direktur Digital dan Operasional PT Bank Raya Indonesia Indonesia Tbk Bhimo Wikan Hantoro mengatakan bank digital perlu memikirkan strategi akuisisi konsumen yang tepat. 

“Di perusahaan kami, hal terpenting adalah biaya untuk akuisisi konsumen ini harus jauh lebih rendah dibanding dengan customer lifetime value (CLV) kami.” Kata Bhimo.

CLV sendiri merupakan indikator yang digunakan untuk menentukan nilai dari pelanggan sebuah perusahaan. Artinya, setiap investasi yang dikeluarkan untuk mengakuisisi konsumen harus menghasilkan penggunaan produk secara organik tanpa didorong oleh gimmick marketing yang berlebihan.

Satu naungan dengan grup PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, lebih dari 90 persen proses internal Bank Raya, telah terautomasi. Bahkan hal inovasi pun, terus menghadirkan produk baru agar bisa memenuhi kebutuhan nasabah. Tercatat sepanjang 2021-2022, Bank Raya telah mengajukan 8 izin (produk baru) ke Otoritas Jasa Keuangan dan Bank Indonesia. 

“Ini merupakan upaya kami untuk menangkap kebutuhan niche market yang berbeda dengan target pasar Bank BRI yang lebih massal. Dan kami menyadari bahwa kebutuhan niche market ini terus berubah sesuai perkembangan zaman,” terangnya. 

Selain itu, yang membuat bank digital berbeda dengan bank konvensional adalah aspek costumer journey alias pengalaman nasabah saat menggunakan aplikasinya. Oleh sebab itu, perusahaan bank digital harus mampu menghadirkan layanan dan produk yang sangat terpersonalisasi bagi para nasabahnya. 

“Bank harus membuat nasabah merasa nyaman setiap kali berinteraksi dengan kami, baik melalui aplikasi atau saluran lain. Cara membuat nyaman mereka adalah dengan menyediakan layanan yang memahami kebutuhan setiap nasabah.”

Sementara itu, Head of Customer Engagement PT Bank Jago Tbk Lena Chow mengatakan kendati potensi pasar perbankan digital di Indonesia masih sangat besar, tantangan yang dihadapi industri ini juga cukup kompleks seperti penetrasi kepada masyarkat.

“Kunci utama untuk memperluas penetrasi ini adalah dengan memperbanyak pengguna ponsel pintar terlebih dahulu,” kata Lena.  

Lena mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2022 bahwa pengguna ponsel pintar di Indonesia baru sebanyak 192,15 juta orang atau 67,8 persen dari total populasi. Artinya tidak semuanya masyarakat menggunakan perbankan digital pada ponselnya. Menurutnya, Para masyarakat baru menggunakan bank digital jika memiliki  kebiasaan transaksi keuangan digital. 

“Karena itu, kehadiran bank digital sebetulnya bisa turut membantu meningkatkan literasi keuangan masyarakat Indonesia,” ujar Lena.

Terlebih hampir 50 persen masyarakat Indonesia belum menjadi nasabah bank, baik digital maupun konvensional. Menurut Lena, bank digital dapat memanfaatkan peluang tersebut dengan menyediakan ekosistem layanan yang inovatif khususnya menyesuaikan kebutuhan para nasabah.