Pertama dalam 8 Tahun, Krakatau Steel Raup Laba Bersih Rp1,08 Triliun
Industri

Pertama dalam 8 Tahun, Krakatau Steel Raup Laba Bersih Rp1,08 Triliun

  • PT Krakatau Steel (Persero) Tbk akhirnya berhasil mencatat perolehan laba bersih sebesar US$74,1 juta atau setara dengan Rp1,08 triliun (kurs: Rp14.600/ US$) pada kuartal I-2020, angka ini merupakan yang pertama sejak delapan tahun terakhir. Kinerja positif emiten bersandi saham KRAS ini ditunjang oleh turunnya beban pokok pendapatan sebesar 39,8% dan penurunan biaya administrasi dan umum […]

Industri

Ananda Astri Dianka

PT Krakatau Steel (Persero) Tbk akhirnya berhasil mencatat perolehan laba bersih sebesar US$74,1 juta atau setara dengan Rp1,08 triliun (kurs: Rp14.600/ US$) pada kuartal I-2020, angka ini merupakan yang pertama sejak delapan tahun terakhir.

Kinerja positif emiten bersandi saham KRAS ini ditunjang oleh turunnya beban pokok pendapatan sebesar 39,8% dan penurunan biaya administrasi dan umum sebesar 41,5%.

“Perseroan juga memperbaiki kinerja antara lain melalui program restrukturisasi dan transformasi”, ujar Direktur Utama Krakatau Steel, Silmy Karim.

Hasilnya, perseroan dapat menekan biaya operasi (operating expenses) induk hingga 31% menjadi US$46,8 juta dibandingkan periode yang sama di tahun 2019

Langkah Strategis

Dalam paparan tertulisnya, Silmy mengatakan keberhasilan ini juga berkat dari efisiensi. Pada awal 2020, produktivitas karyawan tercatat meningkat setelah melalui program optimalisasi tenaga kerja.

Per Januari 2020, optimalisasi kerja tumbuh 43% jika dibanding dengan pada saat tahun berjalan di 2019. Selain itu, beban penggunaan energi, consumable, utility, biaya tetap, dan suku cadang mengalami penurunan.

Sehingga, total penurunan biaya di Januari 2020 mencapai 28% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Tidak hanya itu, cash to cash cycle juga mengalami percepatan siklus 40 hari atau sekitar 41% pada Desember 2019 dibanding dengan periode 2018.

Dengan sejumlah efisiensi tersebut, KRAS berhasil menghemat biaya hingga US$130 juta pada kuartal I-2020. Namun, outlook kuartal II-2020 diperkirakan akan terdampak seiring dengan kondisi pasar baja yang melemah sampai 50% akibat COVID-19.

“Melemahnya perekonomian nasional telah berdampak pada industri baja. Hal ini jika berlanjut terus menerus maka diperkirakan akan berdampak pada kinerja pada 2020,” tambah dia.

Dia berharap pemerintah mendukung kelangsungan industri hilir dan industri pengguna agar tetap beroperasi. Menurutnya, industri baja merupakan “Mother of Industries” yang memiliki multiplier effect yang sangat luas, khususnya penyerapan lapangan pekerjaan, pengurangan ketergantungan terhadap impor, dan peningkatan daya saing industri nasional.

Apabila tidak diantisipasi, Silmy menyebut hal ini sangat berisiko karena karakteristik industri memerlukan waktu untuk melakukan proses start-up produksi. Sementara itu, kondisi ini memperbesar celah masuknya produk impor yang dapat menimbulkan defisit neraca perdagangan nasional.