<p>Ilustrasi BLBI. / Antikorupsi.org</p>
Nasional

Pertama dalam Sejarah! KPK Hentikan Perkara Korupsi BLBI atas Konglomerat Sjamsul Nursalim dan Istri

  • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap konglomerat pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.

Nasional

Sukirno

Sukirno

Author

JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengeluarkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap konglomerat pemilik Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI) Sjamsul Nursalim dan istrinya Itjih Nursalim.

SP3 tersebut adalah SP3 pertama sepanjang berdirinya institusi penegak hukum tersebut, dan mendapat landasan hukum berdasarkan Undang-undang No. 19 tahun 2019 tentang Revisi UU KPK.

“Hari ini kami akan mengumumkan penghentian penyidikan terkait dugaan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh tersangka SN (Sjamsul Nursalim) selaku pemegang saham pengendali BDNI dan ISN (Itjih Sjamsul Nursalim) bersama-sama dengan SAT (Syafruddin Arsyad Temenggung),” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis, 1 April 2021.

Pasangan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nusalim ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi proses Pemenuhan Kewajiban Pemegang Saham BDNI selaku obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sejak 2 Oktober 2019 karena diduga mengakibatkan kerugian negara hingga Rp4,58 triliun.

Penetapan keduanya sebagai tersangka berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) pada Juni 2019.

“SP3 tersebut ditetapkan pada 31 Maret 2021 dan KPK akan memberitahukan kepada tersangka mengenai penghentian penyidikan perkara tersebut,” tutur Alexander.

Alexander menjelaskan KPK mengeluarkan SP3 tersebut untuk memberikan kepastian hukum.

“Sebagai bagian dari penegak hukum, maka dalam setiap penanganan perkara KPK memastikan akan selalu mematuhi aturan hukum yang berlaku. Penghentian penyidikan ini sebagai bagian adanya kepastian hukum dalam proses penegakan hukum,” ujarnya.

Putusan Kasasi
Surat panggilan KPK terhadap konglomerat Sjamsul Nursalim sebagai tersangka kasus BLBI ditempel di papan pengumuman KBRI Singapura. / Istimewa

Kepastian hukum tersebut menurut dia perlu dihadirkan pasca-Mahkamah Agung menolak Peninjauan Kembali (PK) KPK terhadap putusan kasasi mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung pada 16 Juli 2020.

Dalam putusan Kasasi MA pada 9 Juli 2019 untuk terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung itu disebutkan bahwa perbuatan Syafruddin bukan merupakan tindak pidana dan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle echtsvervolging).

“Maka KPK meminta pendapat dan keterangan ahli hukum pidana yang pada pokoknya disimpulkan bahwa tidak ada upaya hukum lain yang dapat ditempuh KPK,” ungkap Alexander.

KPK lalu menyimpulkan syarat adanya perbuatan penyelenggara negara dalam perkara tersebut tidak terpenuhi, sedangkan Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim berkapasitas sebagai orang yang turut serta melakukan perbuatan bersama-sama dengan Syafruddin Temenggung selaku penyelenggara negara.

“KPK memutuskan untuk menghentikan penyidikan perkara atas nama tersangka SN dan ISN tersebut,” tutup Alexander.

Sebagai informasi, Sjamsul Nursalim merupakan pemilik PT Gajah Tunggal Tbk (GJTL) yang tahun lalu sempat diperiksa KPK terkait kasus BLBI.

Pada akhir 2020, kekayaan Sjamsul telah menyusut dari US$990 juta atau Rp13,99 triliun menjadi US$788 juta atau Rp10,67 triliun. Dengan posisi keuangan itu, peringkat Sjamsul di jajaran orang terkaya Indonesia versi Majalah Forbes 2020 pun ikut terpeleset ke nomor 35 dari sebelumnya 33. (SKO)