Pertama Sejak 25 Tahun, Lebanon Devaluasi Mata Uang hingga 90 Persen
- Lebanon mulai melakukan devaluasi mata uang sebesar 90% per 1 Februari 2023.
Dunia
BEIRUT - Lebanon mulai melakukan devaluasi mata uang sebesar 90% per 1 Februari 2023. Gubernur Bank Sentral, Riad Salameh mengatakan keputusan ini diambil setelah nilai tukar negara Timur Tengah ini tak mengalami perubahan selama urang lebih 25 tahun.
Menutip Reuters Selasa, 1 Februari 2023, devaluasi akan menggeser kurs lama dari awalnya 1.507 ke 15.000 masih jauh dari pasar paralel. Saat ini, pound Lebanon dijual dengan nilai di sekitar 57.000 per dolar AS.
Salameh menambahkan, perubahan itu akan berlaku untuk bank, yang mengarah pada penurunan ekuitas institusi di pusat ledakan keuangan negara pada 2019. Analis memperkirakan pergeseran tersebut memiliki dampak yang lebih kecil pada ekonomi yang lebih luas.
- Copywriting Pakai Tools AI, Sah atau Enggak Sih?
- KSSK Perkirakan Pertumbuhan Ekonomi Kuartal I-2023 Lebih Kuat Dibanding Tahun 2022
- Tekanan Global Mulai Mereda, KSSK Deteksi Risiko Ekonomi Saat Ini
- Kendalikan Inflasi, Surabaya Tanam 1 Juta Bibit Cabai
Adapun beberapa kurs tetap, termasuk kurs resmi, kurs platform pertukaran Sayrafa bank sentral yang saat ini mencapai 38 ribu pound per dolar AS, dan kurs pasar paralel.
Sebagaimana diketahui, sejak krisis yang terjadi 2019 lalu, mata uang Lebanon semakin terdolarisasi. Pound Lebanon terpantau telah kehilangan sekitar 97% dari nilainya sejak mulai terpecah dari tingkat 1.507 pada 2019.
Salameh mengatakan bahwa bank komersial di negara itu akan melihat bagian dari ekuitasnya yang berada dalam penurunan pound setelah disejajarkan ke dalam dolar pada 15.000, bukan1.500.
Salameh mengatakan, perubahan kurs menjadi 15.000 adalah langkah penyatuan berbagai nilai tukar. Tindakan ini sejalan dengan rancangan kesepakatan yang dicapai Lebanon dengan Dana Moneter Internasional (IMF) tahun lalu yang menetapkan persyaratan untuk membuka bailout US$3 miliar.
Sebelumnya diketahui, IMF telah mendukung penyatuan suku bunga segera dan mengatakan pihak berwenang Lebanon harus menangani langsung kerugian sektor keuangan yang diperkirakan mencapai US$70 miliar.
Secara luas kerugian ini dipandang sebagai akibat dari pengeluaran yang boros, korupsi, dan salah urus selama beberapa dekade.
Tetapi rancangan rencana pemerintah lebih condong pada pendekatan jangka panjang. Seorang analis, Mike Azar mengatakan periode lima tahun untuk menyusun kembali kerugian tidak sejalan dengan pandangan IMF bahwa kerugian harus segera ditangani.
Tanpa kerangka restrukturisasi bank yang komprehensif, bank harus mengumpulkan modal dari pemegang saham untuk menutupi kerugian mereka atau meneruskan kerugian kepada deposan dengan mengizinkan mereka menarik diri dari rekening dolar dalam mata uang lokal.
"Mereka tidak dapat melakukannya dengan segera, jadi bank sentral memberi mereka waktu lima tahun untuk melakukannya," kata Azar, mantan profesor ekonomi di Universitas Johns Hopkins.
Kesepakatan IMF secara luas dilihat sebagai satu-satunya cara bagi Lebanon untuk mulai memulihkan kepercayaan pada sistem keuangannya dan pulih dari keruntuhan.
Perubahan nilai tukar diperkirakan tidak akan meringankan salah satu aspek krisis yang paling melemahkan bagi warga biasa Lebanon yaitu ketidakmampuan untuk secara bebas mengakses simpanan dolar mereka.
Sementara kontrol modal tidak pernah diberlakukan secara resmi di Lebanon, bank sejak 2019 telah memberlakukan kontrol mereka sendiri sangat membatasi penarikan dalam dolar dan pound Lebanon.