Pertamina Butuh Rp57 Triliun untuk Kejar Target Emisi Nol Persen pada 2060
- PT Pertamina (Persero) sebagai produsen minyak nasional, membutuhkan investasi hingga Rp57 triliun agar bisa mengejar target emisi karbon hingga nol persen pada tahun 2060.
Industri
JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) sebagai produsen minyak nasional, membutuhkan investasi hingga Rp57 triliun agar bisa mengejar target emisi karbon hingga nol persen pada tahun 2060.
Direktur Utama Pertamina Nicke Widyawati mengatakan dana tersebut dipakai perusahaan untuk bisa mengurangi emisi hingga 84,1 juta ton pada tahun 2060 sesuai target pemerintah.
Estimasi pembiayaan tersebut merupakan kalkulasi dari biaya rata-rata emisi sebesar US$50 per ton ekuivalen karbon dioksida (CO2e), atau setara Rp700.000 per ton CO2e (asumsi kurs Rp14.000 per dolar Amerika Serikat).
"Dari perspektif itu, Pertamina akan terus berusaha mengupayakan adanya keseimbangan antara agenda perubahan iklim dan ketahanan energi di Indonesia dan juga untuk keberlanjutan perusahaan," ujar Nicke pada KTT Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa di Glasgow, Selasa, 2 November 2021.
- Layanan Home Service Prodia Naik 154,8 Persen pada Kuartal III-2021
- Gandeng Ikatan Dokter Anak Indonesia, PrimaKu Permudah Pemantauan Tumbuh Kembang Anak
- Antara Luhut, Erick Thohir, dan Bisnis Tes PCR hingga Alkes Holding BUMN Farmasi
Dia menegaskan komitmen Pertamina untuk berkontribusi dalam mendukung langkah pemerintah mewujudkan Net Zero Emission.
Dalam pidato di KTT PBB, Presiden Joko Widodo menargetkan pada tahun 2030 penurunan emisi sebesar 29% dengan kemitraan global dan nol persen pada 2060.
Di sektor energi, pemerintah berambisi mengurangi emisi sebanyak 314 juta ton setara CO2 (tCO2e) pada tahun 2030, dimana 183 juta ton atau lebih dari 50% di antaranya merupakan target sektor Energi Baru Terbarukan (EBT).
Target spektakuler ini dituangkan dalam peta jalan transisi energi Indonesia yang disebut National Energy Grand Strategy.
Dalam roadmap tersebut menyebutkan bahwa dengan kondisi bauran energi saat ini yang masih berada pada level sekitar 9%, maka pada 2050 akan meningkat menjadi 31%.
Menurut Nicke, perubahan dan penyesuaian proses bisnis akan membantu perusahaan mengurangi konsumsi energi dan mendukung pengurangan emisi karbon.
"Dengan pola bisnis seperti saat ini, sektor migas secara global harus mengurangi emisi setidaknya 3,5 gigaton setara karbon dioksida (GtCO2e) per tahun pada tahun 2050," ungkapnya.
Nicek menjelaskan bahwa ada beberapa program yang disiapkan Pertamina, salah satunya adalah Program Environmental, Social, & Governance (ESG) yang sebagian besar arahnya adalah dekarbonisasi.
Pada tahun 2020 lalu, Pertamina telah memberikan kontribusi dalam penurunan emisi sebesar 27,08% dibandingkan dengan target nasional sebesar 26%.
Pencapaian penurunan emisi tersebut antara lain diperoleh dari pemanfaatan Gas Suar di sektor hulu dan pengolahan, baik untuk bahan bakar penggunaan sendiri dan untuk pasokan gas ke pelanggan.
Pemanfaatan kembali limbah panas di hulu dan kilang serta inisiatif efisiensi energi dalam kegiatan panas bumi dan lainnya.
Gasifikasi bahan bakar di hulu juga berkontribusi serta kegiatan lainnya seperti komersialisasi pelepasan CO2 ke pelanggan di hulu, optimasi proses lainnya di kegiatan panas bumi.
Melalui 8 program inisiatif yang telah berjalan, saat ini Pertamina telah memiliki kapasitas panas bumi terbesar di Indonesia dan sedang dalam proses untuk menjadi perusahaan panas bumi nasional dan perusahaan panas bumi terbesar kedua di dunia yang akan berkembang dalam lima tahun ke depan.
Pertamina juga mengembangkan green hidrogen di area Geothermal dengan pilot project di Wilayah Kerja Ulubelu untuk menjadi sumber bioenergi di Kilang Plaju.
Pertamina juga berpartisipasi dalam ekosistem baterai EV bersama PLN dan MIND ID dengan memanfaatkan bahan baku nikel dan bergerak dari hulu hingga hilir.
Nicke menambahkan, Pertamina juga sangat berambisi mengembangkan gasifikasi dengan pabrik Methanol yang diharapkan onstream pada tahun 2025.
Dia menuturkan, yang juga sangat penting adalah Pertamina baru saja menandatangani perjanjian dengan perusahaan energi global untuk mengembangkan Carbon Capture & Utilization and Storage (CCUS).
Mengingat Indonesia memiliki cadangan CO2 yang sangat besar, kelak akan menjadi pusat baru dan global value chain dalam pemanfaatan, penangkapan dan penyimpanan karbon.
Nicke menyebut, inisiatif ini akan dimulai dari Sumatera Selatan dan Sumatera Utara dengan kemitraan global.
"Pertamina juga memiliki inisiatif yang sangat rinci terkait dengan program SDGs. Ini merupakan target yang sangat ambisius," katanya.*