Pertamina Prediksi Kebutuhan Energi Fosil Masih Tinggi
- Dari sisi penjualan BBM subsidi per Oktober 2024 mencapai 39,7 juta kiloliter (KL) dan diharapkan target akhir tahun di posisi 48,6 juta KL.
Energi
JAKARTA - PT Pertamina (Persero) memproyeksikan kebutuhan energi fosil masih tinggi hingga 2030. Proyeksi itu didasarkan pada kenaikan konsumsi BBM dan LPG yang tinggi.
Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro menyebut, berdasarkan data pemasaran Pertamina pada 2020-2023, penjualan energi fosil naik 4%, meski saat ini campuran dari energi bersihnya terus ditingkatkan.
"Tapi faktanya demand fosil ini terus meningkat sampai 4 persen. Kami perkirakan sampai 2030 kebutuhan bahan bakar berbasis fosil akan meningkat, setelah itu baru akan turun," katanya dalam rapat dengan DPR, di Jakarta, Selasa 3 Desember 2024.
- Nilai Pasar Kosmetik Tembus Rp146,5 Triliun, DPR Minta Produk Ilegal Diberangus
- Melenting 149 Poin, IHSG 3 Desember 2024 Ditutup di 7.196,02
- Goto Pimpin Top Gainer, LQ45 Hari Ini 03 Desember 2024 Menguat ke 869,33
- Saham BBCA di Bawah Rp10.000 Meski Raup Laba Rp46,23 T, Waktunya Serok?
Dari sisi hulu migas, produksi minyak hingga Oktober 2024 menyentuh 555 MBOPD, dan produksi gas diangka 2.824 MMSCFD. Sementara dari sisi kilang refery intake volume telah menyentuh angka 266 juta BBI, Yield valuable product sentuh 82%.
Lebih lanjut Wiko menjelaskan, dari sisi penjualan BBM subsidi per Oktober 2024 mencapai 39,7 juta kiloliter (KL) dan diharapkan target akhir tahun di posisi 48,6 juta KL. Untuk LPG subsidi realisasinya terjual 6,9 juta ton dan target akhir tahun 8,3 juta ton.
Sementara penjualan produk nonsubsidi mencapai 37,2 juta KL dan target akhir tahun 39,1 juta KL. Secara keseluruhan, total produk BBM dan LPG yang terjual 102,4 juta KL.
Migas Sunset Industri?
Tren penurunan produksi siap jual (lifting) minyak dan gas bumi, terutama pada minyak, memunculkan kekhawatiran sunset atau penurunan industri tersebut. Apabila hal itu terjadi, dampaknya dapat dirasakan pada sektor-sektor lain. Wakil Menteri ESDM periode 2016-2019 Arcandra Tahar menampik hal tersebut.
Menurutnya, energi dari fossil fuel diperkirakan masih akan tetap dominan. Sampai tahun 2045, konsumsi minyak dunia diperkirakan akan naik mencapai 109-110 juta barel per hari, lebih tinggi sekitar 6-9 juta barel per hari dibandingkan konsumsi saat ini sebesar 101 juta -103 juta barel per hari.
“Ketergantungan dunia terhadap minyak bumi masih akan terus naik meskipun populasi pengguna EV meningkat. Penggunaan EV hanya akan mengurangi konsumsi minyak bumi sekitar 6 juta barel per hari,” jelas Arcandra Tahar di acara Qsight, “Outlook Energi 2025 dan Kemandirian Energi Indonesia” di Q Space Jakarta, Rabu, 30 Oktober 2024.
Seperti minyak bumi dengan konsumsi 1,4 juta barel per hari, Indonesia kini melakukan impor dalam bentuk crude oil dan BBM sekitar 1 juta barel per hari. Besarnya impor minyak terjadi akibat produksi dalam negeri yang terus menurun.
Pendapatan Nyaris Rp1.000 Triliun
Wiko menjelaskan, selaras dengan hal tersebut PT Pertamina (Persero) mencatatkan pendapatan US$62,5 miliar atau sekitar Rp996,56 triliun (kurs Rp15.945 per AS ) hingga Oktober 2024 (year to date).
Dengan pendapatan sebesar itu, laba sebelum dipotong pajak (Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization/EBITDA) US$9,35 miliar.
Dengan pendapatan sebesar itu, untuk laba bersih setelah pajak (Net Profit After Tax/NPAT) senilai US$2,66 miliar per Oktober 2024 atau sekitar Rp42,41 triliun.
Dengan capaian itu, Wiko optimistis pendapatan Pertamina di akhir tahun dapat menyamai angka tahun lalu. Dalam hal ini, pendapatan kotor di tahun 2023 adalah US$75,8 miliar.