Pertamina Uji Coba Pembelian LPG 3 Kg Pakai KTP, Ini Kata Pengamat
- Pemerintah akan melakukan uji coba pembatasan pembelian liquefied petroleum gas (LPG) 3 kg agar distribusi lebih tepat sasaran dan mengurangi impor. Bahkan terbaru, pembelian LPG 3 Kg pada 2023 wajib menunjukkan KTP saja.
Nasional
JAKARTA - Pemerintah akan melakukan uji coba pembatasan pembelian liquefied petroleum gas (LPG) 3 kg agar distribusi lebih tepat sasaran dan mengurangi impor. Bahkan terbaru, pembelian LPG 3 kg pada 2023 akan wajib menunjukkan KTP saja.
Corporate Secretary Pertamina Patra Niaga Irto Ginting mengatakan hingga saat ini masih dilakukan uji coba pembelian LPG 3 Kg menggunakan KTP di lima kecamatan di beberapa kota, antara lain Tangerang, Semarang, Batam, dan Mataram.
"Roll out uji coba ke daerah lain akan dilakukan secara bertahap, hal ini nanti akan tetap dikoordinasikan dengan regulator," katanya kepada TrenAsia pada Kamis, 29 Desember 2022.
- Laba November Melesat 82 Persen, ASDP Optimistis Untung Rp534 Miliar Akhir 2022
- 40 Bank Resmi Jadi Penyalur KPR FLPP pada 2023, BTN Bidik Rp27,33 Triliun
- Pengamat: Transportasi Umum Lebih Butuh Insentif daripada Kendaraan Listrik
Pemberlakuan KTP untuk membeli LPG 3 kg di lima kecamatan masih dalam uji coba. Menurutnya hanya dilakukan pencocokan data pembeli dengan data P3KE atau Pensasaran Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem.
Pengamat Ekonomi Energi UGM Fahmy Rahdi turut menanggapi hal tersebut, menurutnya kebijakan ini tidak ada artinya jika pembelian hanya menggunakan KTP. Data masyarakat di KTP tak menunjukan orang tersebut berhak atau tidak membeli LPG 3 kg sesuai tujuan awal yakni agar tepat sasaran.
"Kalau KTP itu nothing dalam hal data sama saja, kaya miskin dalam informasi KTP tidak ada bedanya. Apalagi jika di integrasikan dalam Mypertamina, di pembatasan Pertalite saja gagal total apalagi LPG 3 kg?"ujarnya kepada TrenAsia pada Kamis, 29 Desember 2022.
Menurut Fahmi pemerintah terkesan ribet dan tidak mencari solusi praktis menghadapi hal ini. Pemerintah seharusnya bisa menggunakan data dari Kementerian Sosial atau kantor wakil Presiden di mana memuat data tentang orang miskin dan rentan miskin "by name by adress" seperti penyaluran Bantuan Langsung Tunai BBM.
Selain agar tepat sasaran program ini dilakukan untuk menekan impor LPG selama ini dilakukan Indonesia. Kata Fahmy hal ini sama sekali tidak mengurangi impor namun hanya berpengaruh ke menurunnya guyuran subsidi yang harus dikeluarkan pemerintah.
Alasannya karena program ini sebagai alat transisi saja dari LPG 3 kg ke LPG 12 Kg, bukan untuk mengurangi kebutuhan penggunaan gas di masyarakat. Menurut Fahmy seharusnya, pemerintah mencari bauran energi baru untuk mengatasi masalah ini, bukan memindahkan penguna gas.
"Caranya bisa menggunakan diversifikasi dari penggunaan energi baru misal bauran baru contohnya kompor listrik, diversifikasi pemurnian batu bara menghasilkan gas atau bahkan jargas," tandasnya