Ilustrasi bank.
Perbankan

Pertumbuhan DPK Lebih Lambat Dibanding Penyaluran Kredit, OJK Ungkap Alasannya

  • Sementara itu, penyaluran kredit pada periode yang sama tumbuh sebesar 10,38% yoy, mencapai angka Rp7.090 triliun. Fenomena ini menciptakan kesenjangan yang signifikan dan seolah mengulang kejadian serupa yang terjadi pada tahun 2018 menjelang Pemilihan Umum (Pemilu).
Perbankan
Idham Nur Indrajaya

Idham Nur Indrajaya

Author

JAKARTA - Pada Desember 2023, sektor perbankan Indonesia mencatat perlambatan pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) yang mencapai 3,73% year-on-year (yoy), dengan total mencapai Rp8.458 triliun. 

Sementara itu, penyaluran kredit pada periode yang sama tumbuh sebesar 10,38% yoy, mencapai angka Rp7.090 triliun. Fenomena ini menciptakan kesenjangan yang signifikan dan seolah mengulang kejadian serupa yang terjadi pada tahun 2018 menjelang Pemilihan Umum (Pemilu).

Menanggapi fenomena ini, Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Dian Ediana Rae, menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi perlambatan penghimpunan DPK di akhir tahun 2023. 

Pertama-tama, tingginya pertumbuhan DPK selama masa pandemi memberikan dampak high base effect, yang secara alami memperlambat laju pertumbuhan. 

Selain itu, perusahaan-perusahaan menggunakan dana internal untuk keperluan operasional dan ekspansi setelah periode pandemi, turut menyumbang pada perlambatan tersebut.

Peningkatan konsumsi masyarakat pasca-pandemi juga menjadi salah satu faktor penyebab perlambatan DPK. Dengan berakhirnya status pandemi, masyarakat cenderung meningkatkan konsumsi, mengarahkan sebagian dana mereka ke arah lain selain menyimpan di bank. 

Dampak dari instrumen alternatif penempatan dana selain DPK, seperti investasi yang menjanjikan keuntungan lebih tinggi, juga menjadi faktor yang patut diperhitungkan.

“Meskipun demikian, kondisi likuiditas bank umum tetap terjaga dan dinilai sangat memadai,” kata Dian melalui jawaban tertulis, Senin, 26 Februari 2024. 

Meskipun demikian, Dian menekankan bahwa kondisi likuiditas bank umum tetap terjaga dengan baik. Rasio-rasio likuiditas, seperti Rasio Alat Likuid/Non-Core Deposit (AL/NCD) dan Alat Likuid/Dana Pihak Ketiga (AL/DPK), menunjukkan angka yang jauh di atas threshold yang telah ditetapkan. 

Rasio AL/NCD naik menjadi 120,07%, sementara AL/DPK mencapai 28,73%, keduanya jauh melebihi threshold sebesar 50% dan 10% masing-masing.

Dampak dan Kondisi Likuiditas Bank Umum

Meskipun terjadi perlambatan dalam pertumbuhan DPK, Dian memberikan aspek positif terkait kondisi likuiditas bank. Likuiditas bank umum tetap dianggap sangat memadai, mencerminkan stabilitas dalam sektor perbankan. Hal ini sejalan dengan upaya OJK untuk menjaga kestabilan dan kredibilitas sistem keuangan nasional.

Dampak dari perlambatan DPK tidak secara signifikan merugikan likuiditas bank umum, terutama karena rasio-rasio likuiditas tetap berada di atas ambang batas yang telah ditetapkan. 

Rasio AL/NCD dan AL/DPK yang mencapai level yang jauh melampaui persyaratan menunjukkan bahwa bank-bank memiliki cukup alat likuid untuk mengatasi kebutuhan jangka pendek, bahkan dalam situasi di mana pertumbuhan DPK melambat.

Prospek Tahun 2024 Menurut OJK

Dalam merespons pertanyaan mengenai prospek tahun 2024, Dian Ediana Rae menyampaikan perkiraan yang optimis. OJK memproyeksikan bahwa pertumbuhan DPK akan tetap berlangsung dengan sehat, mempertimbangkan kondisi makroekonomi domestik yang terjaga dengan baik. 

Meskipun ada perlambatan pada akhir tahun 2023, OJK melihat bahwa sektor perbankan memiliki dasar yang kuat untuk tetap berkembang di tahun mendatang.

Faktor yang diantisipasi menjadi pendorong pertumbuhan DPK di tahun 2024 termasuk pemulihan ekonomi yang berkelanjutan, potensi stabilitas keuangan, dan mungkin adanya insentif atau kebijakan yang dapat merangsang masyarakat untuk lebih aktif menyimpan dana di sektor perbankan. 

OJK optimis bahwa likuiditas bank akan tetap terjaga, sehingga potensi dampak negatif pada ekonomi dan keuangan dapat diminimalkan.