<p>Warga megakses logo Bukalapak melalui website di Jakarta, Kamis, 24 Juni 2021. Foto: Ismail Pohan/TrenAsia</p>
Korporasi

Pertumbuhan Ekonomi di Luar Jawa Dukung TPV Bukalapak (BUKA), Bagaimana Prospek Sahamnya?

  • Target EBITDA yang lebih tinggi tahun ini didorong oleh keberhasilan Bukalapak melampaui target tahunan dalam dua tahun terakhir.

Korporasi

Alvin Pasza Bagaskara

JAKARTA - Emiten perniagaan elektronik PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) memasang target Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) Rp200 miliar sepanjang tahun ini. Target tersebut melebihi perkiraan RHB Sekuritas yang memasang target pos tersebut di level Rp113 miliar.

Untuk diketahui EBITDA dalam laporan keuangan digunakan sebagai tolok ukur untuk membandingkan profitabilitas antar perusahaan, karena menghilangkan efek dari keputusan keuangan dan akuntansi yang berbeda.

Dalam riset terbarunya, RHB Sekuritas memahami bahwa target EBITDA yang lebih tinggi tahun ini didorong oleh keberhasilan Bukalapak melampaui target tahunan dalam dua tahun terakhir, menjadikan tahun ini momen penting untuk membuktikan kemampuan perusahaan.

“Kami memperkirakan pertumbuhan ekonomi di luar Jawa (pertumbuhan PDB pada kuartal I-2024 terbilang kuat) dapat mendukung pertumbuhan total processing value (TPV) Bukalapak, karena lebih dari 60% transaksinya berasal dari luar Jawa dan Sumatra Utara,” tulis RHB Sekuritas dikutip pada Rabu, 19 Juni 2024. 

Meskipun tahun ini menghadapi tantangan berupa suku bunga tinggi dan kenaikan harga beras, wilayah di luar Jawa, terutama Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua, mencatat pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) signifikan masing-masing sebesar 6,2%, 6,4%, dan 12,2% yoy.

“Pertumbuhan ini didorong oleh peningkatan aktivitas pertambangan dan pemurnian logam, serta pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN),” terang perusahaan efek tersebut. 

Lantas apa kaitannya dengan emiten bersandikan BUKA itu? RHB Sekuritas menjelaskan di luar area tier 1, khususnya di luar Jawa dan Sumatra Utara, diperkirakan dapat mendorong pertumbuhan Total Processing Value (TPV) sebesar 2% yoy menjadi Rp167 triliun.

Selain itu, kenaikan take rate O2O (online to offline) menjadi 3% pada 2024 diperkirakan akan mendorong pendapatan Bukalapak tumbuh 13% yoy. BUKA menargetkan take rate 3% dari segmen O2O tahun ini, dengan take rate perusahaan mencapai 3,2% pada kuartal I-2024. Take rate dari marketplace tetap stabil di 2,6%.

“Posisi BUKA yang kuat di daerah luar tier 1, Kalimantan dan Sulawesi, menunjukkan pertumbuhan penjualan yang substansial sebesar 9,9% yoy dan 11,5% yoy. Karena O2O menghubungkan penjual onlinedengan konsumen, BUKA akan diuntungkan dari pertumbuhan ekonomi,” jelas RHB Sekuritas.

Target Saham Baru

Di sisi lain, BUKA sedang melakukan efisiensi biaya untuk mencapai EBITDA positif. Pada 2023, perusahaan ini berhasil mengurangi biaya SG&A (penjualan, umum, dan administrasi) sebesar 48% yoy menjadi Rp1,9 triliun.

Dari sisi pegawai, emiten perniagaan elektronik itu tercatat menguranginya sebesar 15% menjadi 1.538 orang. Kemudian, pada kuartal I-2024, jumlah pegawai kembali berkurang menjadi 1.466 orang, dan BUKA berencana mempertahankan jumlah pegawai pada angka tersebut.

Sisi positifnya, biaya operasional (opex) BUKA dapat turun 18% (yoy) menjadi Rp1,5 triliun tahun ini, cukup rendah untuk membuat EBITDA perusahaan mencapai Rp113 miliar, atau 57% lebih rendah dari target manajemen BUKA sebesar Rp200 miliar.

Dari lantai bursa, pada perdagangan Jumat, 14 Juni 2024, saham BUKA ditutup melemah 4,84% ke level Rp 118 per saham. Tren pelemahan ini juga terlihat secara year-to-date, di mana saham BUKA tertekan 45,7%. PER dan PBVR saham ini berada di level -72,48 dan 0,48.

Meski demikian, RHB Sekuritas menilai valuasi BUKA tergolong murah, dengan posisi kas bersih yang melimpah dan tren laba yang membaik. Dengan berbagai faktor tersebut, RHB Sekuritas mempertahankan rekomendasi beli untuk saham BUKA dengan target harga baru Rp 180 per saham, dari sebelumnya Rp 330 per saham.

Target harga baru saham BUKA didasarkan pada asumsi EV/sales 2024 sebesar 2,9 kali dan EV/EBITDA sebesar 13,6 kali. Target harga ini juga mempertimbangkan posisi kas bersih yang melimpah sebesar Rp15,3 triliun dan diskon ESG sebesar 4%.