Pertumbuhan Kredit Jauh Lebih Tinggi dari Tabungan Masyarakat, OJK Berikan Penjelasan
- JAKARTA - Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Indonesia menunjukkan tanda-tanda pelambatan pada bulan Agustus 2024. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas
Perbankan
JAKARTA - Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) perbankan Indonesia menunjukkan tanda-tanda pelambatan pada bulan Agustus 2024. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, DPK tercatat tumbuh sekitar 7,01% year-on-year (yoy).
Meskipun angka ini lebih rendah dibandingkan pertumbuhan bulan Juli yang mencapai 7,72%, namun tetap lebih baik dibandingkan dengan pertumbuhan DPK pada Agustus 2023 yang hanya 6,24%. Dalam konteks ini, OJK memandang kondisi ini sebagai bagian dari normalisasi dan pengembangan yang wajar dalam sektor perbankan.
- Menilik Perkembangan Kereta Api Selama Kepemimpinan Jokowi
- Ilmuwan Tercengang dengan Pembalikan Aneh Arus Laut Dalam
- Batik Solo Trans, Simbol Solo Anak Emas Ini Merana Jelang Lengsernya Jokowi
Pelambatan Pertumbuhan DPK
Dian Ediana Rae menjelaskan bahwa meskipun ada perlambatan pertumbuhan DPK, angka pertumbuhan ini masih sesuai dengan rencana penghimpunan dana bank hingga akhir tahun.
Diharapkan, penurunan suku bunga global akan berlanjut dan selisih antara suku bunga domestik tetap positif dengan inflasi yang rendah. Hal ini diharapkan dapat meningkatkan arus masuk modal asing ke sistem perekonomian Indonesia melalui perbankan.
"Meskipun terdapat pelambatan pertumbuhan DPK secara bulanan, pertumbuhan DPK tersebut masih on the track dengan rencana penghimpunan dana bank sampai dengan akhir tahun ini,” kata Dian dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulanan (RDKB) OJK, Selasa, 1 Oktober 2024.
Kredit Meningkat, DPK Melambat
Salah satu fenomena yang menarik perhatian adalah pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan kredit.
enyaluran kredit perbankan hingga Agustus 2024 mencapai Rp 7.508 triliun, meningkat 11,4% secara tahunan (year-on-year/yoy). Namun, secara bulanan, penyaluran kredit mengalami koreksi sebesar 0,09%. Sementara itu, sepanjang tahun berjalan (year-to-date/ytd), kredit tercatat tumbuh 5,89%.
Menurut Dian, hal ini mencerminkan kebutuhan ekspansi usaha yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan masyarakat untuk menyimpan dana.
Peningkatan aktivitas ekonomi telah mendorong masyarakat untuk menggunakan tabungan mereka untuk investasi, termasuk dalam bentuk kredit, sehingga berdampak pada pertumbuhan DPK yang melambat.
Dian mengungkapkan, "Pertumbuhan DPK yang lebih rendah dibandingkan kredit mencerminkan kebutuhan ekspansi usaha yang lebih tinggi dibandingkan kebutuhan menyimpan dana, yang juga mencerminkan normalisasi aktivitas dunia usaha."
- Baca Juga: AAUI Proyeksikan Premi Tumbuh 10-15 Persen di Akhir Tahun, Properti dan Kredit Jadi Penopang
Likuiditas Perbankan yang Stabil
Dian juga menjelaskan bahwa likuiditas perbankan saat ini masih tergolong aman meskipun mengalami moderasi. Rasio likuiditas di perbankan berada di atas ambang batas yang ditetapkan, dengan Liquidity Coverage Ratio (LCR) mencapai 218,64% pada Agustus 2024. Angka ini sedikit meningkat dari 216,46% pada bulan Juni sebelumnya, menunjukkan bahwa likuiditas bank masih berada dalam kondisi yang sehat.
Meskipun ada penurunan alat likuid bank, hal ini dipicu oleh tingginya pertumbuhan kredit perbankan, di mana alat likuid bank akan menurun seiring dengan meningkatnya kebutuhan pencairan kredit. "Secara umum, likuiditas perbankan saat ini masih tergolong aman," jelas Dian.
Implikasi dari Meningkatnya LDR
Meningkatnya Loan to Deposit Ratio (LDR) yang mencapai 86,51% juga menjadi perhatian. Hal ini menunjukkan bahwa bank-bank menghadapi tekanan likuiditas yang lebih ketat.
Para bankir mengindikasikan bahwa likuiditas kini cenderung mengetap atau menjadi lebih mahal. Dalam kondisi ini, bank harus lebih berhati-hati dalam menyalurkan kredit agar tetap dapat memenuhi kebutuhan likuiditas mereka.
Dian menambahkan, "Kami sampaikan bahwa suku bunga kredit saat ini relatif tidak terlalu sensitif terhadap perubahan suku bunga acuan. Bank tentunya harus mempertimbangkan aspek permintaan dan risiko kredit saat menyalurkan kredit."
- Ada MBMA, MDKA, dan GOTO di Top Gainers LQ45
- Loyo, IHSG Pagi Ini Turun ke 7.713,58
- Saham BBRI hingga BBCA Kompak Ambruk, Apa Penyebabnya?
Proyeksi ke Depan: Optimisme di Tengah Tantangan
Meskipun ada tantangan, proyeksi ke depan tetap optimis. Penurunan suku bunga acuan yang dilakukan oleh Bank Indonesia diharapkan dapat mendorong arus modal masuk asing, yang pada gilirannya akan berdampak positif pada pertumbuhan DPK. "Dengan penurunan Cost of Fund, kami berharap dapat mendorong penurunan suku bunga kredit," ujar Dian.
Dian juga menggarisbawahi bahwa dalam situasi suku bunga kredit yang rendah, diharapkan dapat mendorong ekspansi usaha, meningkatkan lapangan kerja, dan pada akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat. Hal ini diharapkan dapat menurunkan risiko kredit perbankan secara keseluruhan.
Kesimpulan
Dalam menghadapi kondisi pelambatan DPK, OJK menekankan pentingnya menjaga likuiditas perbankan dan meningkatkan arus modal asing. Dengan kebijakan yang tepat, diharapkan pertumbuhan DPK dan kredit dapat berlanjut, memberikan dampak positif bagi perekonomian nasional. OJK tetap optimis bahwa, meskipun ada tantangan, potensi pertumbuhan masih ada, dan sektor perbankan Indonesia akan mampu beradaptasi dengan dinamika yang ada.