logo
Ilustrasi perusahaan pembiayaan atau multifinance.
Fintech

Pertumbuhan Kredit vs Risiko: Perbandingan Bank, Fintech, dan Multifinance

  • Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025, Otoritas Jasa Keuangan melaporkan bahwa industri fintech P2P lending mencatatkan pertumbuhan pembiayaan yang signifikan pada akhir 2024.

Fintech

Idham Nur Indrajaya

JAKARTA - Industri keuangan Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan positif pada penyaluran pembiayaannya sepanjang 2024, baik dari sektor perbankan, perusahaan pembiayaan (multifinance), maupun financial technology (fintech) peer-to-peer (P2P) lending

Meskipun masing-masing sektor memiliki kinerja yang solid, perbedaan dalam tingkat pertumbuhan dan risiko kredit tetap menjadi perhatian utama. 

Berikut adalah perbandingan kinerja pembiayaan dan stabilitas risiko kredit di ketiga sektor tersebut, diurutkan dari yang memiliki risiko tertinggi hingga yang paling stabil. 

Fintech P2P Lending: Pertumbuhan Pesat, Risiko Relatif Tinggi

Dalam Pertemuan Tahunan Industri Jasa Keuangan (PTIJK) 2025 di Jakarta, Selasa, 11 Februari 2025, Otoritas Jasa Keuangan melaporkan bahwa industri fintech P2P lending mencatatkan pertumbuhan pembiayaan yang signifikan pada akhir 2024. 

Outstanding pembiayaan di sektor ini tumbuh sebesar 29,14% secara tahunan (yoy), meningkat dari 27,32% yoy pada November 2024. Total nilai pembiayaan yang disalurkan mencapai Rp77,02 triliun, menunjukkan permintaan yang terus meningkat terhadap layanan pembiayaan digital.

Namun, risiko kredit di industri ini masih cukup tinggi dibandingkan sektor lainnya. Rasio Tingkat Wanprestasi lebih dari 90 hari (TWP90), yang mencerminkan tingkat kredit macet, tercatat sebesar 2,60% pada Desember 2024. Angka ini sedikit meningkat dari 2,52% pada bulan sebelumnya. 

Peningkatan risiko kredit ini menunjukkan bahwa meskipun pertumbuhan pembiayaan P2P lending sangat pesat, stabilitas kualitas kredit tetap menjadi tantangan utama yang perlu dikelola.

Perusahaan Pembiayaan (Multifinance): Stabil dengan Risiko Terkendali

Sektor pembiayaan, penyewaan, dan modal ventura (PVML) juga mengalami pertumbuhan positif. Piutang pembiayaan perusahaan pembiayaan (PP) tumbuh 6,92% yoy pada Desember 2024, meskipun sedikit melambat dari 7,27% pada bulan sebelumnya. Total piutang pembiayaan mencapai Rp503,43 triliun, dengan pertumbuhan terbesar berasal dari pembiayaan investasi yang naik 10,47% yoy.

Risiko kredit di sektor multifinance lebih terkendali dibandingkan P2P lending. Rasio Non-Performing Financing (NPF) gross tercatat 2,70%, sedikit membaik dari 2,71% pada November 2024. 

Sementara itu, NPF net mengalami perbaikan menjadi 0,75%, turun dari 0,81% di bulan sebelumnya. Meskipun gearing ratio perusahaan pembiayaan naik tipis menjadi 2,31 kali, angka ini masih jauh di bawah batas maksimum 10 kali, menunjukkan kondisi keuangan yang sehat.

Perbankan: Pertumbuhan Stabil dengan Risiko Terendah

Industri perbankan tetap menunjukkan kinerja yang solid dengan pertumbuhan kredit mencapai 10,39% yoy pada Desember 2024. Meskipun sedikit melambat dibandingkan November 2024 yang tumbuh 10,79%, total kredit yang disalurkan mencapai Rp7.827 triliun. Kredit investasi menjadi kontributor utama dengan pertumbuhan 13,62%, diikuti oleh kredit konsumsi 10,61%, dan kredit modal kerja 8,35%.

Dari sisi risiko, perbankan memiliki tingkat kredit macet yang paling rendah dibandingkan dua sektor lainnya. Rasio Non-Performing Loan (NPL) gross berada di angka 2,08%, turun dari 2,19% pada November 2024. 

Sementara itu, NPL net hanya sebesar 0,74%, menunjukkan stabilitas sektor perbankan dalam mengelola risiko kredit. Selain itu, Loan at Risk (LaR), yang mencerminkan potensi kredit bermasalah, juga mengalami penurunan menjadi 9,28%, lebih baik dibandingkan 9,82% di bulan sebelumnya.

Dari segi likuiditas, perbankan juga lebih unggul dibandingkan fintech dan multifinance. Rasio Alat Likuid terhadap Non-Core Deposit (AL/NCD) berada di angka 112,87%, sementara rasio Alat Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga (AL/DPK) mencapai 25,59%, jauh di atas ambang batas minimal 10%. 

Liquidity Coverage Ratio (LCR) yang mencerminkan ketahanan likuiditas tercatat sangat tinggi, yaitu 213,23%. Rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio/CAR) juga tetap solid di angka 26,69%, sedikit menurun dari 26,87% pada bulan sebelumnya, namun masih menjadi bantalan mitigasi risiko yang kuat.

Buy Now Pay Later (BNPL): Pertumbuhan Cepat, Risiko Perlu Diwaspadai

Sistem pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) mengalami lonjakan pertumbuhan baik di sektor perbankan maupun fintech. Pada perbankan, baki debet kredit BNPL yang tercatat dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mencapai Rp22,12 triliun, meningkat 43,76% yoy. Meskipun porsinya masih kecil, yaitu 0,28% dari total kredit perbankan, tren pertumbuhannya terus meningkat. Namun, jumlah rekening kredit BNPL mengalami sedikit penurunan dari 24,51 juta pada November 2024 menjadi 23,99 juta pada Desember 2024.

Di sektor fintech, pertumbuhan BNPL juga sangat signifikan dengan total pembiayaan mencapai Rp6,82 triliun, meningkat 37,6% yoy dari 35,3% di bulan sebelumnya. Namun, risiko kredit di segmen ini juga meningkat, dengan rasio NPF gross naik menjadi 2,99% dibandingkan 2,70% pada November 2024. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun layanan BNPL semakin diminati, pengelolaan risiko kredit perlu lebih diperhatikan agar tidak berdampak pada stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan.

Kesimpulan: Perbankan Tetap Paling Stabil, Fintech Perlu Pengelolaan Risiko Lebih Ketat

Secara keseluruhan, industri perbankan tetap menjadi sektor dengan kinerja pembiayaan paling stabil dan risiko kredit paling terkendali. Dengan tingkat NPL yang lebih rendah serta likuiditas dan permodalan yang kuat, perbankan menjadi sektor dengan ketahanan finansial terbaik.

Sektor perusahaan pembiayaan (multifinance) berada di posisi menengah dengan pertumbuhan pembiayaan yang stabil serta tingkat risiko yang masih dapat dikendalikan. 

Sementara itu, fintech P2P lending menunjukkan pertumbuhan yang pesat, tetapi dengan risiko yang lebih tinggi dibandingkan perbankan dan multifinance. 

Oleh karena itu, pengelolaan risiko kredit yang lebih ketat diperlukan di sektor ini agar pertumbuhan industri fintech tetap berkelanjutan tanpa meningkatkan risiko keuangan secara sistemik.